Lintang dan Harapan di Tengah Awan
Oleh: Widodo, S.Pd.
Â
Lintang adalah anak kelas lima SD yang terkenal pandai dan rajin. Setiap pagi, ia datang ke sekolah dengan senyum cerah dan buku-buku tertata rapi. Nilai-nilainya selalu bagus, dan teman-teman sering memintanya untuk mengajari mereka. Para guru pun menyayanginya karena ia sopan, jujur, dan penuh semangat.
Ayah dan Ibu Lintang juga sangat mendukungnya. Ayah bekerja di sebuah perusahaan swasta, sementara Ibu membuka usaha kecil-kecilan di rumah. Mereka hidup sederhana tapi bahagia.
Namun, semua berubah ketika pandemi datang. Perusahaan tempat ayah bekerja mengalami kesulitan dan akhirnya melakukan PHK massal. Ayah termasuk salah satu yang diberhentikan. Tak lama kemudian, usaha kecil Ibu pun gulung tikar karena sepi pembeli. Dalam waktu singkat, keluarga Lintang kehilangan dua sumber penghasilan.
Meski begitu, mereka tidak menyerah. Bersama-sama mereka mulai membuat kue bolu kukus untuk dijual secara daring. Lintang ikut membantu, mulai dari menyiapkan bahan, mencetak adonan, hingga mengemas kue-kue itu ke dalam kotak-kotak kecil. Ayah kemudian menjadi pengemudi mobil online untuk menambah penghasilan.
Kesibukan itu memakan waktu belajar Lintang. Ia sering tidur larut karena membantu orang tuanya, lalu bangun kesiangan dan datang terlambat ke sekolah. Prestasinya menurun. Nilai-nilainya tak lagi secerah dulu. Para guru mulai menegur, bahkan beberapa kali memberinya peringatan.
Lintang merasa bersalah, tapi ia juga tak tahu harus bagaimana. Ia tidak ingin membiarkan orang tuanya berjuang sendiri.
Suatu pagi, setelah Lintang kembali datang terlambat, wali kelasnya, Bu Erna, memanggilnya dan mengajaknya bicara. Wajah Bu Erna tidak marah, melainkan lembut dan penuh perhatian. Saat itulah, Ibu dan Ayah Lintang datang ke sekolah atas undangan guru, dan mereka menceritakan semuanya: tentang kehilangan pekerjaan, usaha kue bolu kukus, dan Lintang yang ikut membantu mereka.
Bu Erna terdiam sejenak, lalu berkata, "Terima kasih sudah jujur. Ini bukan kesalahan siapa-siapa. Tapi kalian tidak sendiri."
Beberapa hari kemudian, Lintang dipanggil oleh kepala sekolah. Sekolah, bekerja sama dengan gereja setempat melalui program Ayo Sekolah Ayo Kuliah, memutuskan untuk memberikan subsidi pendidikan dan bantuan biaya transportasi bagi Lintang.