Okelah, terlepas dari itu penggunaan masker di transportasi umum yang padat penumpang seperti KRL dan Transjakarta sebenarnya memberikan banyak manfaat. Bahkan sebelum pandemi menyerang dunia pun, lazim terlihat ketika sebagian penumpang KRL sudah terbiasa memakai masker.Â
Tak sulit pula menemukan penjual masker eceran di sekitar stasiun di Jabodetabek di masa-masa sebelum pandemi.Â
Mereka yang terbiasa mengenakan masker saat naik KRL menyadari betapa potensi penularan penyakit memang teramat besar di tengah-tengah padatnya penumpang. Pilek dan batuk adalah jenis penyakit yang kerap terlihat.Â
Ketika ada penumpang di dekat kita bersin-bersin, batuk tak kunjung reda, hingga "srat-srut-srat-srut" karena pilek, setidaknya masker yang dipakai bisa memberikan sedikit rasa aman, walaupun sebenarnya risih dan was-was juga.
Terlebih penumpang transportasi macam KRL, MRT dan Transjakarta sudah pasti terdiri dari beragam jenis manusia. Baik sifat maupun kesadarannya.Â
Tak jarang ketika seseorang bersin, justru masker dibuka, dan keegoisan model beginilah yang membahayakan orang lain.Â
Selain antisipasi pencegahan virus penyakit, masker juga digunakan bagi penumpang KRL yang kerap tertidur ketika bisa mendapatkan tempat duduk. Ya, masker sangat berguna untuk menutupi mulut yang kadang terbuka menganga alias mangap ketika lelap tertidur.
Terlebih pagi dan malam, penumpang pekerja biasanya teramat lelah dan mudah tertidur jika bisa duduk. Tidur pun bakal lebih estetis jika mengenakan masker dengan baik.
Peraturan memang bisa berubah sewaktu-waktu. Bisa jadi dalam waktu dekat, pemerintah akan menyesuaikan aturan dan tak lagi mewajibkan penumpang transportasi umum mengenakan masker.Â
Namun, selagi masih ada peraturan yang berlaku, sebaiknya jangan melanggar dan sok merasa paling benar ketika ditegur.Â