Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Mobil Tertabrak KRL, Salah Siapa?

21 April 2022   08:13 Diperbarui: 21 April 2022   12:02 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah mobil tertabrak KRL di perlintasan kereta antara Stasiun Depok dan Citayam, Rabu (20/4/2022). (KOMPAS.com/CHAERUL HALIM)

Sebuah mobil tertabrak KRL Commuterline jurusan Bogor-Jakarta Kota, pada Rabu, sekitar pukul 06.45 pagi, di antara Jalur Stasiun Citayam menuju Depok, tepatnya di palang pintu perlintasan rel kereta sebidang Jalan Rawa Geni.

Menurut kesaksian mata, berdasarkan pemberitaan di berbagai media, penjaga lintasan kereta sempat berteriak, tetapi posisi kendaraan sudah berada di dalam jalur. Untungnya korban masih selamat walaupun mobil yang dikendarai ringsek dan terseret jauh beberapa meter.

Akibat dari kejadian ini perjalanan KRL mengalami keterlambatan dan berimbas merugikan kepentingan banyak penumpang karena terjadi tepat di jam sibuk saat para penumpang berangkat kerja. Mereka yang biasanya datang di tempat kerja sebelum jam 8 pagi, bahkan ada yang baru sampai tujuan sekitar jam 11.

Ada pula yang mengeluh gagal ketemu klien karena telanjur terjebak terhambatnya perjalanan KRL.

Menghindari kejadian serupa yang tidak diinginkan, pihak PT KAI pun telah melakukan penutupan perlintasan ilegal tersebut secara permanen. Kecelakaan tersebut memang terjadi di perlintasan rel kereta yang tidak resmi dan dikelola oleh warga. PT KAI menyebutnya ilegal.

Selama ini, melintasi perlintasan rel kereta ilegal seperti itu memang ngeri-ngeri sedap. Jika roda kendaraan kita sudah terlanjur masuk di tengah rel, sementara saat itu juga ada aba-aba kereta bakal melintas, kepanikan lah yang menyeruak. 

Mau maju harus pelan-pelan karena ada kendaraan di depan, sedangkan mau mundur juga terhalang kendaraan lain jika situasinya sedang ramai.

Makanya peran penjaga perlintasan dan juga kesadaran orang-orang yang akan melewati perlintasan menjadi teramat penting.

Sebenarnya di jalur Depok-Citayam sendiri ada sekitar 10 perlintasan rel kereta tak resmi yang serupa. Rata-rata mengandalkan peran warga sebagai penjaga perlintasan, macam Pak Ogah kalau di jalan raya.

Menjadi dilema dan simalakama jika perlintasan minim pengawasan tersebut ditutup. Biasanya akan menuai protes warga yang kepentingannya bakal terganggu. Bayangkan, mereka harus memutar berkilo-kilo meter jauhnya jika perlintasan rel kereta dekat kampungnya ditutup.

Menjadi ironi ketika PT KAI baru bisa menutup tanpa diprotes warga ketika sudah ada kejadian kecelakaan di perlintasan tersebut.

Pihak PT KAI sendiri sudah menyatakan akan menuntut pengemudi mobil untuk mempertanggungjawabkan tindakannya, karena tidak mendahulukan perjalanan kereta sehingga menyebabkan kerusakan sarana dan gangguan perjalanan.

Banyak pihak memang dirugikan akibat insiden kecelakaan ini. Selain PT KAI sebagai pemilik sarana, warga, penumpang setia KRL dan juga korban jelas mengalami kerugian.

Namun, akar dari permasalahan, yaitu keberadaan perlintasan sebidang ilegal, seharusnya dievaluasi kembali. Melakukan pembiaran selama bertahun-tahun sebenarnya juga turut memiliki andil memelihara bom waktu yang sewaktu-waktu bisa mengakibatkan insiden serupa terulang.

Dulu, sebelum kepadatan penduduk belum seperti sekarang, daerah yang dekat dengan rel kereta mungkin masih sepi. Lambat laun karena tumbuhnya pemukiman penduduk, perlintasan rel kereta ilegal pun muncul dan menjadi salah satu akses vital bagi warga untuk memangkas jarak.

Menutup perlintasan secara permanen mungkin bisa dilakukan sesegera mungkin. Tapi tentu saja PT KAI harus melakukan koordinasi dengan Pemda setempat dan melakukan komunikasi dengan warga setempat untuk mencari solusi.

Jika perlintasan-perlintasan ilegal itu memang terpaksa harus ditutup permanen, maka warga harus legowo dan paham bahwa hal itu demi keamanan dan kepentingan bersama.

Mengubah status menjadi perlintasan resmi dengan SOP dan tenaga terlatih serta peralatan yang lebih memadai adalah salah satu solusi. Tetapi harus diakui bahwa hal ini sulit diterapkan pada perlintasan yang menghubungkan jalan tikus perkampungan seperti yang banyak dijumpai di jalur Depok-Citayam tersebut. 

Sebabnya lalu lintas di Jalan Raya Citayam bakal terkena imbas dari kendaraan yang antre menunggu kereta hendak melintas.

Walau bagaimana, pihak terkait tak harus menunggu insiden lagi untuk segera mencari solusi dan melakukan aksi nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun