Salah satu amalan di bulan Ramadan adalah mengakhirkan sahur. Amalan sunnah dengan mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang imsak merupakan anjuran Rasulullah Muhammad SAW selain menyegerakan berbuka puasa.
Namun, terkadang makna dari mengakhirkan sahur ini menjadi kabur tatkala sering disalahartikan oleh orang-orang yang terlalu malas bangun sahur. Semisal waktu imsak di tempatnya adalah pukul 04.30, maka orang tersebut menganggap bangun pukul 04.00 termasuk masih kepagian.
"Ah, gue kan mau mengakhirkan waktu sahur," pikirnya sambil lanjut memeluk guling.
Walau alarm meraung-raung, ia tetap bakal merem karena merasa masih ada waktu sebelum waktu sahur usai.
Alhasil, andaikata azan Subuh sudah terlanjur bergaung dan orang tersebut terbangun tanpa sempat makan sahur, maka yang tersisa adalah penyesalan semata.
Bahkan, jika ia sempat bangun lima menit sebelum imsak, sudah pasti yang terjadi adalah semacam drama. Ia akan tergopoh-gopoh mencari makanan sedapatnya. Minum dengan terburu-buru. Hingga pada akhirnya santapan sahur yang ia konsumsi tidaklah tercerna dengan baik.
Coba bayangkan saja kita mengalami efek semacam cegukan di kala azan Subuh sudah berkumandang. Panik nggak? Pasti panik dong.
Lalu apakah demikian yang dimaksud sebagai sebuah perwujudan dari amalan di bulan Ramadan? Ya, nggak gitu juga kali.
Terdapat hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu berkata:
"Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu melaksanakan sholat. Anas berkata, Aku bertanya kepada Zaid: "Berapa jarak antara adzan dan sahur ?". Rasulullah menjawab: 'Seperti lama membaca 50 ayat" (HR. Bukhari dan Muslim).