Pernahkah anda melihat pemandangan seorang driver ojek online (ojol) membawa muatan kulkas atau mesin cuci? Yup, bagi saya pemandangan seperti itu kerap saya lihat. Tak hanya kulkas, barang berukuran raksasa lainnya seperti kasur spring bed hingga tangki air ternyata bisa pula diangkut menggunakan sepeda motor.
Sudah tak terhitung pula banyaknya foto viral yang menggambarkan betapa besarnya barang muatan yang dibawa seorang ojol. Selain membahayakan keselamatan si pengendara, Â hal ini juga bisa mengancam pengguna jalan lainnya.
Jika kepergok polisi tentu saja bisa kena tilang. Tapi namanya juga usaha, si pengendara tentu tahu pelanggaran yang diperbuatnya, jadi otomatis ia akan mencari rute aman dengan menghindari petugas polisi.
Kalau sudah begini, yang ngaco siapa nih? Abang ojolnya? Pembeli yang pesan barang? Atau si pedagang?
Alasan utama tentu saja demi uang. Pembeli barang online umumnya akan memilih ekspedisi jasa pengiriman yang murah ongkos kirimnya. Andai memilih lewat jasa pengiriman paket, selain durasi pengirimannya lebih lama, ongkosnya juga lebih mahal karena dihitung ukuran dimensi dan berat barang.
Bagi si penjual, mau tidak mau mereka akan menyediakan pilihan jasa pengiriman via ojek online karena menilik kesukaan pembeli yang menginginkan ongkos kirim yang lebih murah dan durasi yang lebih cepat. Kalau tidak, tentu berisiko kalah bersaing dengan toko lainnya.
Alasan bagi driver ojol juga semata-mata menjaga agar orderannya tetap lancar. Bagi kalangan ojol, konon ada pemahaman bahwa jika mereka menolak suatu orderan atau meng-cancel, bakal berpengaruh pada performanya. Efeknya bisa membuat si ojol susah mendapat orderan lainnya dalam kurun beberapa waktu kemudian.
Padahal dalam aturan aplikasi ojol, selalu ada ketentuan tentang dimensi, berat maksimal dan jarak maksimal. Seperti halnya aturan sebuah jasa pengiriman via ojol yang memberlakukan ketentuan barang berdimensi maksimal 70x50x50 cm, berat maksimal 20 kg dan jarak maksimal sejauh 40 km.
Hmm, ternyata ada kongkalikong juga di balik fenomena kulkas naik ojol ini.
Meski tidak semua ojol mau mengambil pesanan model begitu, tetapi selalu saja ada ojol yang rela walau sambil menggerutu. Mereka yang mau ambil orderan seperti itu karena nggak mau ribet meng-cancel.
Maksudnya, meskipun si driver tidak akan disalahkan, tetapi butuh waktu lumayan lama untuk menjelaskan kronologis dan alasan penolakan ke pihak aplikasi. Hal yang akhirnya berakibat juga pada anyep-nya orderan untuk sementara waktu.
Serba salah juga, tapi serba benar jika dilihat dari sisi menggeliatnya perekonomian (halah).
Belum jelas betul apakah jika terjadi apa-apa dengan driver ojol saat proses pengiriman, menjadi tanggung jawab siapakah hal itu? Biaya tilang jika kena tilang, bisa jadi bakal ditanggung sendiri si babang ojol. Tapi jika sampai terjadi kecelakaan, memangnya si pembeli dan penjual tidak ikut merasa bersalah?
Sebaiknya, sebagai pembeli kita juga memperhitungkan unsur biaya pengiriman ke dalam harga barang. Sehingga ketika hendak membeli sesuatu barang, budget-nya sudah tersedia sebelumnya.
Faktor risiko juga mestinya dipikirkan. Saya rasa pihak aplikasi ojol tidak akan memberlakukan asuransi jika barang yang dikirimkan melebihi ketentuan ukuran dan berat. Sekali lagi, cerdaslah sebelum membeli barang secara online.