[caption id="attachment_311542" align="aligncenter" width="640" caption="foto by widikurniawan"][/caption]
Bagi yang suka blusukan ke pasar tradisional sepertinya tidak asing lagi dengan jenis dagangan yang satu ini. Bukan sayuran, bukan buah-buahan, melainkan anak ayam berwarna-warni. Sepintas, anak ayam ini terlihat lucu dengan warna-warni merah, kuning, biru, pink dan ungu. Tak heran kebanyakan pembelinya pun adalah anak-anak kecil, atau orang tua yang memiliki jiwa “sayang anak”.
“Ayo sayang anak! Sayang anak!” teriak si mas penjual menawarkan anak ayam di sebuah pasar di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Seorang anak kecil terlihat menyeret tangan ibunya untuk mendekat ke penjual anak ayam ‘’gaul” bin “alay” itu. Tak perlu basa-basi terlalu lama, si ibu pun merogoh uang di dompet untuk membeli anak ayam yang dihargai enam ribu rupiah per ekor itu. Bahkan kalau pun ada pembeli rada perhitungan, si mas penjual rela saja melepas anak ayam tersebut dengan harga lima ribu rupiah per ekor.
Saya terus mengamati proses jual beli anak ayam itu. Bagaimana caranya membawa pulang anak ayam yang berukuran imut segenggaman tangan orang dewasa itu? Oh, ternyata si mas penjual hanya menyediakan kantong plastik kresek yang di dalamnya diberi alas potongan karton untuk berpijak si anak ayam. Tapi sungguh miris melihat nasib si anak ayam yang dimasukkan kantong plastik seperti itu.
Saya jadi teringat cerita-cerita tentang nasib anak ayam jenis ini yang rata-rata tidak berumur panjang karena bermacam faktor. Pertama adalah zat pewarna yang digunakan untuk menyemprot si anak ayam konon mengandung bahan yang berbahaya. Kedua, rata-rata pembeli yang notabene anak-anak tidak cukup mengerti bagaimana memelihara anak ayam. Bisa jadi si anak ayam telat dikasih makan, atau bahkan salah dikasih makan. Bisa pula karena kelakuan anak-anak kecil yang terkadang “semena-mena” memperlakukan atau memainkannya bak barang mainan. Ada yang terlalu sering memegang (bahkan mencekik si anak ayam) dan ada pula yang tega membantingnya. Tentu saja hal ini karena kepolosan si anak kecil yang kadang bisa gemas dan belum mengerti tentang bagaimana memelihara hewan.
Namun, melihat semangat dan gurat wajah si mas penjual, rasa-rasanya ada perasaan maklum juga ketika ia memilih bisnis semacam ini. Cari uang jaman sekarang tak semudah yang dibayangkan bro… Meski sebenarnya para penjual anak ayam warna-warni ini bisa dianggap melanggar perikeayaman dan hak asasi ayam. Ah, sudahlah, paling tidak saya tidak ikutan membelinya.
[caption id="attachment_311543" align="aligncenter" width="640" caption="Anak ayam yang dibungkus plastik kresek (foto by widikurniawan)"]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI