e. Peraturan Presiden.
f. Peraturan Wilayah Provinsi.
g. Peraturan Wilayah Kabupaten/ Kota.
Tipe peraturan perundang- undangan tidak hanya sebagaimana diartikan dalam Pasal 7 ayat( 1) UU 12/ 2011 di atas mencakup peraturan yang diresmikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Wilayah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Tubuh Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, tubuh, lembaga, ataupun komisi yang setingkat yang dibangun dengan Undang- Undang ataupun Pemerintah atas perintah Undang- Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Wilayah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Wilayah Kabupaten/ Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa ataupun yang setingkat. Peraturan Perundang- undangan ini diakui keberadaannya serta memiliki kekuatan hukum mengikat selama diperintahkan oleh Peraturan Perundang- undangan yang lebih besar ataupun dibangun bersumber pada kewenangan.
Lali bila memandang terkiat dengan keadaan hari ini disaat pandemi Covid-- 19 yang menyerang negara Indonesia apalagi dunia, kita wajib teliti dalam menelaah tentang Penegakan Etika Profesi Hukum di Indonesia di kala pandemi Covid- 19 ini. Sebab pada hari hari ini banyak terjalin pelanggaran ataupun permasalahan yang menyerang terpaut dengan Etika profesi, ayo kita bahas dari yang awal ialah pelanggaran-- pelanggaran apa saja tentang etika profesi.
Yang terkini serta sangat hangat yakni terpaut dengan Kapolres Nunukan Syaiful Anwar diberhentikan atas perbuatannya menghajar anak buahnya dalam kegiatan Baksos AKABRI 1999 Hirau. Kejadian tersebut terekam dalam kamera Kamera pengaman yang tersebar.Â
Dalam video terekam seseorang personel Polri yang tengah berdiri di dekat meja seketika dihajar oleh seseorang diprediksi atasannya hingga terpelanting di sudut ruangan. Ini jadi kabar sangat hangat di sampaikan di media media sosial maupun koran sebab terjalin pelanggaran etika profesi, kemudian gimana metode penegakannya.
Dalam novel Kode etik karya Dokter. Serlika Aprita, SH., Meter. H tertuang bahwa peraturan yang jadi pedoman untuk para pengemban profesi, pasti kode etik profesi dibangun secara apik serta tertulis bukannya tanpa alibi. Sumaryono( 1995) mengemukakan ada 3 alibi mengapa kode etik disusun secara tertulis, antara lain:
a) Selaku Fasilitas Kontrol Sosiall;
b) Selaku Pencegah Campur Tangan Pihak Lain;
c) Selaku Pencegegah Kesalapahaman serta Konflik.
Selaku fasilitas kontrol sosial, kode etik profesi, sebagaimana dipaparkan tadinya, berperan selaku suatu guidance ataupun petunjuk untuk para pengemban profesi supaya senantiasa berperan sebagaimana semestinya tanpa merugikan diri sendiri, orang lain, maupun organisasi profesi.Â
Perihal ini pasti berarti, sebab bila dalam mengemban profesinya tidak dibarengi dengan terdapatnya kode etik, dapat saja orang hendak berperan tidak sebagaimana mestinya, serta bisa jadi hendak mengusik kedisiplinan sosial. Sebab itu butuh dicoba kontrol terhadapnya supaya tidak terjalin perihal tersebut. Selaku pencegah campur tangan pihak lain, kode etik befungsi selaku standart untuk para pengemban profesi.Â