Mohon tunggu...
Widhyar Putri Sugata
Widhyar Putri Sugata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang angakatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Telegram yang Sempat di Blokir oleh Indonesia

26 April 2021   23:32 Diperbarui: 27 April 2021   00:05 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telegram adalah media sosial yang bersaing dengan Whatsapp sebagai layanan perpesanan. Masyarakat Indonesia saat ini banyak yang beralih ke media sosial yaitu Telegram masyarakat Indonesia pindah ke media sosial Telegram karena ada berita bahwa 8 Februari 2021 Whatsapp harus setor data kepada sosial media yaitu Facebook jadi masyarakat Indonesia banyak yang berpindah ke Telegram hal tersebut berimbas dari pembaruan persyaratan layanan dan kebijakan privasi baru yang di keluarkan oleh Whatsapp

Banyak pengguna Whatsapp yang khawatir soal penerusan sejumlah informasi pengguna Whatsapp kepada Facebook selaku perusahaan induknya.Masyarakat Indonesia menilai bahwa Telegram menyediakan pelayanan perpesanan instan yang lebih aman khususnya perlindungan data pengguna dari pada media sosial yaitu Whatsapp. Telegram memang berkomitmen untuk memilih melindungi percakapan pribadi pengguna dari pengguna yang lain oleh karena itu Telegram tidak bekerjasama kepada perusahaan teknologi manapun di dunia.

Telegram juga tidak menggunakan data pengguna untuk menargetkan iklan, Telegram juga tidak menjualnya kepada orang lain Telegram juga bukan bagian dari perusahaan manapun. Hal tersebut dikatakan langsung oleh Telegram. Pendiri atau CEO Telegram sampai datang ketanah air Indonesia pada tahun 2017 untuk membahas soal pemblokiran Telegram dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika.  Layanan pesan di Telegram di blokir hampir satu tahun. Pemerintah beralasan pemblokiran tersebut dilakukan karena banyak ditemukan kanal yang bermuatan propaganda radikalisme,terorisme,seperti ajakan cara merakit bom, cara melakukan penyerangan dan lain-lain yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan.

CEO Telegram mengaku heran dengan dilakukannya pemblokiran yang sangat mendadak yang dilakukan pemerintah Indonesia kata CEO Telegram "itu aneh, kami tidak pernah menerima complain dari pemerintah Indonesia. Kami akan menyelidikinya dan membuat sebuah pengumuman". Namun ternyata ada miskomunikasi antara pemerintah Indonesia dengan pihak telegram. Pemerintah Indonesia mengaku telah memberitahu Telegram sejak lama. Channel-channel di Telegram yang sudah menyebarkan ajaran teroris sudah diminta untuk diblokir. Namun karena tidak ada tanggapan dari pihak Telegram, namun pemerintah memutuskan untuk memblokir layanan Telegram, mulai dari level web.

Belakangan ini CEO Telegram menyadari bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia mengirim e-mail kepada dirinya terkait dengan permintaan pemblokiran di telegram sejak 2016. Atas salah faham ini CEO Telegram meminta maaf kepada pemerintah Indonesia. Imbas dari diblokirnya layanan web Telegram, CEO Telegram menyempatkan untuk bertemu dengan Menteri Kominfo yang menjabat pada saat itu. Pertemuan keduanya terjadi awal Agustus 2017. Pertemuan tersebut untuk membahas Standard Opereating Procedure (SOP) yang harus diikuti oleh media Telegram. Dengan demikian pemblokiran tersebut akan dicabut oleh pemerintah Indonesia dengan cara rapat terlebih dahulu yaitu rapat persiapan pembuatan Standard Opereating Procedure (SOP) agar sama-sama bisa cepat-cepat menyelesaikan semuanya dan Media Telegram segera dicabut pemblokirannya oleh pemerintah Indonesia.

Sekitar 9 hari sejak pertemuan dengan Menkominfo, Telegram menghapus 166 channel yang mengandung konten yang tidak baik di tanah air. Hal tersebut permintaan dari kemenkominfo tidak cukup sampai disitu saja sejak 1 Agustus 2017 telegram juga menghapus 10 kanal yang mengandung konten yang tidak baik untuk kita lihat setiap harinya di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan mekanisme self-censoring. Berkat komitmen telegram tersebut untuk memenuhi aturan yang berlaku di Indonesia layanan pesan instan itu bisa beroperasi kembali seperti biasa mulai tanggal 10 Agustus. Kominfo dan Telegram juga diketahui Bersama-sama membuat Standard Opereating Procedure (SOP) terkait dengan pemblokiran.

Solusi saya yaitu telegram bisa membuat situs pembatasan umur bila di telegram ada hal yang negative agar anak dibawah umur tidak bisa akses situs tersebut contohnya seperti twitter. Dan pemerintah Indonesia bisa memberikan peraturan-peraturn kepada Media sosial yaitu Telegram tersebut agar Telegram bisa berhati-hati waktu mengakses hal apapun karena di Indonesia ini yang memakai media sosial tidak hanya orang yang bercukup umur, tapi anak di bawah umur juga banyak yang memakai media sosial. Dan kominfo memberikan peraturan yang ketat kepada semua media sosial agar untuk berhati-hati waktu mengakses apapun di sosial media.

Artikel ditulis oleh Widhyar Putri Sugata, Mahasiswa Ilmu Komunikasi '19 Universitas Muhammadiyah Malang 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun