Mohon tunggu...
Nur Widiyanto
Nur Widiyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Masyarakat Indonesia

Masyarakat yang berharap Indonesia lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Seharusnya Kita Menyikapi Ujian Nasional?

16 Mei 2018   11:25 Diperbarui: 16 Mei 2018   15:36 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal Bulan Mei 2018 ini, hasil Ujian Nasional (UN) untuk jenjang SMA/SMK/sederajat diumumkan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan tanggal 2 Mei hasil UN sudah bisa diumumkan, namun sejumlah daerah memilih mengumumkannya tidak di tanggal tersebut. Tidak seperti waktu pelaksanaan UN dimana media sosial dibanjiri keluhan tentang sulitnya UN Matematika, pada pengumuman kali ini relatif adem ayem.

Beberapa waktu yang lalu media sosial Kemendikbud dibanjiri komentar dari siswa-siswi SMA yang usai mengikuti UN Matematika. Kebanyakan dari mereka mengeluhkan susahnya soal Matematika. Mereka juga menganggap soal-soal tersebut berbeda dari kisi-kisi yang dikeluarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sebagian yang lain mengatakan bahwa soal-soal tersebut tidak pernah diajarkan di sekolah, atau bahkan di bimbingan belajar (bimbel) yang mereka ikuti.

Beberapa media arus utama baik media cetak maupun media elektronik mengangkat berita tentang UN Matematika tahun ini. Beberapa media memberitakannya secara santai dengan mengutip pernyataan para siswa di media sosial, namun sejumlah media memaparkan analisis yang kompleks. Pakar pendidikan ataupun pejabat Kemendikbud diundang untuk menjadi narasumber ataupun dimintai komentar tentang hal ini.

Hal yang kemudian menjadi perbincangan publik adalah terdapat soal-soal yang menuntut kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thinking skills atau disingkat HOTS) dalam UN. HOTS tiba-tiba menjadi bahan perbincangan yang hangat, baik di media sosial ataupun percakapan sehari-hari. Beberapa pakar pendidikan menyebut Kemendikbud terlalu terburu-buru menyisipkan soal-soal HOTS ke dalam UN. 

UN Bukan Penentu Kelulusan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa UN bukan penentu kelulusan. Sejak tahun 2015, UN difungsikan sebagai alat pemetaan dan bukan penentu kelulusan. Kelulusan siswa diserahkan kepada sekolah dengan mempertimbangkan tingkah laku siswa, nilai rapor, dan nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).


Soal-soal USBN ini disusun oleh para guru yang dikoordinasikan oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) ataupun Kelompok Kerja Guru (KKG). Jadi, peran evaluasi siswa dikembalikan kepada para guru di sekolah. Namun, Kemendikbud perlu memetakan efektivitas pembelajaran dengan sebuah ujian yang bersifat nasional.

Terkait soal-soal HOTS, Mendikbud menyebutkan ada beberapa soal dalam UN yang menuntut kemampuan berfikir tingkat tinggi. Persentasenya tidak besar, hanya sekitar sepuluh persen dari seluruh soal tiap mata pelajaran. Fungsi soal-soal tersebut sebagai alat ukur untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berfikir siswa-siswa kita. 

Menaggapi keluhan yang mengatakan soal-soal UN berbeda dengan kisi-kisi, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud (Puspendik) Moch Abduh mengatakan soal-soal UN sudah sesuai kisi-kisi UN. Menurutnya, sudah beberapa tahun ini kisi-kisi UN dituliskan secara umum tidak terperinci. Kisi-kisi ini diturunkan dari kurikulum yang digunakan, baik Kurikulum KTSP maupun Kurikulum 2013. 

Kepala Puspendik menambahkan, sebagai alat ukur, soal-soal UN harus didesain untuk mengukur semua tingkat kognitif siswa. Tingkatan kognitif seperti pemahaman, aplikasi, dan analisis harus bisa diukur dengan berbagai macam soal UN. Ada soal-soal yang mengukur tingkat pemahaman saja, namun ada soal-soal yang menuntut siswa menganalisis dan mengaplikasikan apa yang mereka pahami. Ini berlaku untuk semua mata pelajaran, tidak hanya Matematika saja.

Tindak Lanjut Setelah UN

Setelah hasil UN diketahui dan dianalisis, tentu kita sebagai masyarakat berharap hasilnya digunakan sebagai salah satu input dalam pembangunan di sektor pendidikan. Analisis hasil UN merupakan sebuah peta, namun baru merupakan satu layer saja. Peta ini masih perlu disandingkan dengan peta-peta yang lain, seperti hasil Uji Kompetensi Guru (UKG), sarana preasarana pendidikan tiap daerah, anggaran pendidikan tiap daerah, dan lain-lain untuk menjadi input yang komprehensif.

Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno menyebutkan bahwa hasil UN akan menjadi dasar bagi upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan di Indonesia. "Hasil UN ini adalah diagnosis yang nantinya masing-masing daerah dapat mengetahui apa yang menjadi kelemahannya dan langkah apa yang perlu dilakukan untuk menindaklanjuti hasil diagnosis tersebut," kata Totok Suprayitno, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, (8/5/2018). Analisis hasil UN dari tiap-tiap sekolah menjadi pemetaan bagi Kemendikbud untuk meningkatkan layanan pendidikan. 

Kita sebagai masyarakat tentu mendorong agar hasil UN bermanfaat dalam pembangunan pendidikan, tidak hanya bagi Kemendikbud namun juga bagi dinas pendidikan provinsi maupun dinas pendidikan kabupaten/kota. Seperti kita ketahui, pengelolaan pendidikan dasar (SD dan SMP) adalah kewenangan kabupaten/kota, sedangkan pengelolaan pendidikan menengah (SMA dan SMK) ada di pemerintah provinsi. Kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah perlu terus ditingkatkan.

Hal-hal yang bisa direncanakan setelah melihat hasil UN antara lain bagaimana pelatihan guru, apa sarana dan prasarana yang perlu dibangun di tiap-tiap daerah, bagaimana memperkecil kesenjangan kualitas pendidikan antardaerah, dan lain-lain. Untuk daerah-daerah yang tertinggal, pemerintah pusat perlu memberikan afirmasi agar ada percepatan pembangunan pendidikan di daerah tersebut.

Bagi sekolah, hasil UN bisa dijadikan salah satu bahan penting untuk mengevaluasi proses belajar mengajar di sekolah. Memang tidak semua mata pelajaran diujikan dalam UN, namun sekolah tetap bisa memanfaatkan hasil tersebut sebagai salah satu bahan pertimbangan. Sekolah juga bisa mengevaluasi persiapan menghadapi ujian akhir yang selama ini mereka terapkan. Apakah latihan-latihan soal semata cukup untuk membekali siswa menghadapi UN dan ujian-ujian lainnya, perlu dievaluasi lagi.

Bagi siswa, hasil UN dapat menjadi pijakan untuk menghadapi ujian-ujian berikutnya. Mengeluh tentang soal UN yang dianggap sulit namun tidak mempersiapkan diri menghadapi ujian-ujian lain jelas merupakan hal yang kontraproduktif. Jadi lebih baik mempersiapkan diri menghadapi ujian yang bakal dihadapi dan menjadikan pengalaman UN sebagai salah satu pengalaman yang berguna.

Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah, apabila pemerintah sudah memiliki peta hasil UN, masih perlukah UN dilaksanakan tahun depan? Diskusi tentang perlu tidaknya UN dilaksanakan tiap tahun sah-sah saja didengungkan. Namun yang pasti kita ingin evaluasi belajar siswa, apapun namanya, bermanfaat bagi siswa, guru, maupun pemerintah sebagai pengambil kebijakan. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun