Mohon tunggu...
Abrurizal Wicaksono
Abrurizal Wicaksono Mohon Tunggu... Pekerja Sosial

Selayaknya orang biasa.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kenapa Harus Jakarta?

20 Januari 2016   09:36 Diperbarui: 20 Januari 2016   14:46 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mau ngapain ke Jakarta bro? Kan belum ada kerjaan juga disana?

Nyantai wae (aja), ntar aku pasti jadi artis disana. Di Jakarta kan bisa ketemu artis sapa tau bisa jadi figuran, kalau nggak yaudah balik kampung lagi gampang.” 

Sepenggalan percakapan ini masih teringat di memori saya, yah percakapan saya dengan tetangga dari kampung yang sedari dulu seakan terobsesi dengan Jakarta. Setiap berita yang berkaitan dengan Jakarta, bahkan artis favoritnya Syahrini seakan tak luput dari perhatiannya, bisa dibilang berita infotainment gosip pasti akan kalah up to date dibandingkan dia. Yah, saya saja yang sudah bekerja di Jakarta saja sering sekali ditanyai dia setiapkali pulang kampung seperti ini, “Jadi gimana di Jakarta? Sudah ketemu ama artis A atau B belum? Wah masa’ cuma begini saja sih.” Dari pertanyaan itu terkadang saya hanya tersenyum saja soalnya kehabisan kata – kata untuk menjelaskan dengan bahasa sehari – hari juga. Sudahlah lupakan saja percakapan ini, selanjutnya kita akan kembali ke pembahasan utama.

Mengapa Jakarta?

Jakarta, yah Jakarta.

Entah kenapa Jakarta sampai saat ini masih menjadi  daya tarik bagi para pendatang, terutama saya sendiri yang berasal dari daerah seakan ikut tertarik meramaikan hingar bingarnya Jakarta. Bahkan, baru beberapa hari yang lalu salah seorang adik tingkat di kampus juga memilih mencari pekerjaan disini padahal sebelumnya di Jogja sudah bekerja. Sekali lagi hal ini menjadi pertanyaan, kenapa harus di Jakarta dan apa bedanya dengan di Jogja bahkan di beberapa kota lainnya?

Gaji yang lebih besar?

Menurut saya hal seperti ini merupakan alasan utama seseorang meninggalkan kampung halaman dan memilih untuk bekerja di ibukota, disini gaji memang dua kali lipat dibandingkan dengan di kampung halaman. Namun, jika kita melakukan perhitungan ulang secara mendetail sebenarnya biaya hidupnya sama saja dengan di kampung halaman. Anda tidak percaya? Coba saja bandingkan beberapa harga komoditi yang biasa kita konsumsi seperti dengan biaya di kampung halaman hanya saja harganya yang berbeda menyesuaikan biaya – biaya seperti biaya distribusi, biaya pengepakan hingga beberapa biaya lainnya atau kadang dalam ekonomi sendiri sering disebut secara keseluruhan adalah total cost. Saya sendiri menyadarinya, bahkan kalau boleh dibilang selisih gaji saya dibandingkan di kampung halaman dengan disini hanya selisih beberapa lembar Soekarno Hatta, tidak begitu besar kan?

Lalu kenapa saya memilih Jakarta?

Banyaknya lapangan kerja yang tersedia dan memberikan beberapa kesempatan untuk meloncat di tempat kerja impian memang menjadi alasan yang logis bagi kita yang memang ke Jakarta tujuannya untuk mencari pengalaman bekerja. Siapa yang tidak mau bekerja di gedung tinggi bahkan bisa melihat pemandangan Jakarta tiap harinya dari ketinggian, bahkan kadang saya sendiri iseng sambil minum kopi melihat pemandangan macetnya Jakarta, terkadang merenung juga apakah ini yang namanya kesenjangan pembangunan? Kesenjangan pembangunan yang hanya terpusat di kota besar menjadikan persebaran pertumbuhan penduduk tidak merata juga, bisa dilihat di Jakarta yang sempit ini banyak sekali orang mengadu nasib mulai dari pemulung hingga direktur semuanya bekerja disini karena magnet Jakarta itu.

Pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah daerah dalam menyediakan lapangan kerja bahkan pelatihan wirausaha muda saya rasa bisa menjadi solusi efektif. Apabila hal ini dilakukan secara serius, saya memiliki keyakinan bahwa nantinya para  perantau akan memilih pulang kampung dan membangun kampung halamannya. Menyalahkan pemerintah daerah bukanlah solusi yang bijak, kita sendiri bisa mengawalinya dari diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun