Saat waktu berbuka puasa tadi, hanya keheningan di kamar diiringi sayup-sayup pengajian live streaming. Tidak ada suara istri dan anak yang sebenarnya, dan seandainya mereka dekat dengan saya, entah kapan kami akan bersatu tanpa terpisah jarak seperti ini.
Adzan berkumandang di kejauhan Namun meja makan tetap sepi Tak ada tawa, tak ada cerita Hanya gema rindu yang menyusup dalam dada
Saya ingin membuang jauh-jauh semua pikiran negatif yang menghantui saya, namun semakin saya mencoba, semakin sulit rasanya. Tanpa bantuan profesional selama beberapa bulan terakhir, saya praktis hanya bisa berdamai dengan keadaan. Saya memilih menyembunyikan segalanya, entah karena terlalu rumit untuk dijelaskan atau karena takut tak ada yang benar-benar ingin mendengarkan.
Dan saat waktu berbuka tadi, seusai shalat Maghrib, saya termenung. Kenangan ketika menjelang lebaran saat kecil kembali menyeruak. Aroma opor ayam yang menguar dari dapur, gelak tawa saudara-saudara yang dulu terasa begitu akrab, kehangatan rumah yang kini hanya tinggal dalam ingatan. Tanpa sadar, air mata ini menetes. Saya rindu. Saya benar-benar rindu. Rasanya saya semakin kecil di sini, jauh dari siapa pun.
Dewasa dalam kecanggungan dan komunikasi yang tidak baik yang terbangun sejak kecil membuat saya merasa ada jarak antara saya dan ibu serta ayah. Saya yang sudah memilih diam, rasanya makin merapatkan untuk diam ratusan kilometer jauh di sini.
Kehidupan terus berjalan Tapi rindu tetap tinggal Seperti doa-doa yang melayang Tanpa tahu apakah akan pulang atau hanya menghilang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI