Tumbuh di kultur pantai yang ekstrovert dan bersifat bebas, panas serta ramai sudah melekat kedalam jiwa introvert saya sejak kecil. Pun, Dari musim liburan panjang yang tak segan menghasilkan polutan, hingga musim kemarau yang panasnya tak ketulungan, suka duka sebagai warga pesisir selatan sudah sering saya rasakan.
Sampai suatu hari, di musim kemarau akhir Juli, perasaan ini mulai jengah dengan hamparan air asin perlambang ketenangan kaum urban. Jiwa ini ingin memberontak merasakan suasana baru penuh ketenangan yang khidmat. Suasana yang bertolak belakang dengan keadaan di Pantai yang ingar bingar. Dengan mempertimbangkan beberapa alasan, saya memutuskan untuk pergi ke permukaan bumi lain yang menjulang tinggi atau setidaknya aman jikalau ada tsunami. Gunung, bahasa Indonesia mendefinisikannya.
Saya dan kedua kawan dekat sepakat untuk melepas penat sejenak serta absen menemani mentari tenggelam di ufuk barat. Kami memilih destinasi Gunung yang cukup dekat ditambah dengan pemandangan eksotis khas alam bebas yang damai. Dan Merbabulah tempat kami ingin mengejutkan mentari pagi di tempat yang berbeda dari biasanya.
Beberapa hari latihan kardio dengan membaca panduan mendaki Gunung yang baik, secara fisik dan psikis kami sangat siap. Sebagai pendaki pemula, tentu kami tak mau meng-underestimate Gunung tanpa persiapan yang matang. Setidaknya dengan fisik yang prima ditunjang oleh pemahaman mengenai Merbabu yang memadai, membuat saya yakin akan pijakan pertamaku di tanah yang berbeda. Jelas kita mengerti jika iklim Gunung yang dingin akan sangat terasa lain dengan Pantai yang hangat. Untuk itu, demi menjawab tantangan curamnya Gunung, kami membawa 1 boks Tolak Angin cair dan permen di masing-masing Carrier. Saya mengerti, bahwa iklim yang berbeda akan membuat tubuh ini kaget bukan kepalang. Maka dari itu, membawa obat herbal yang praktis serta tak memakan ruang, merupakan pilihan bijak sebagai langkah antisipasi terkena hal yang tak diinginkan.
Dengan melakukan perjalanan jauh mengendari motor pribadi tentu memiliki berbagai resiko tersendiri. Untuk itu, perlengkapan berkendara yang baik ditunjang meminum tolak angin cair sebelum melakukan ekspedisi merupakan kombinasi yang tepat dalam mengarungi jalanan. Dengan bahan organik berkualitas pilihan yang diproses di pabrik modern berstandar GMP (Good Manufacturing Practice) kualitas Tolak Angin sudah tak diragukan lagi untuk para jiwa petualang seperti kami guna memberi pengalaman menikmati perjalanan semakin bertambah. Belum lagi khasiat yang didapat untuk meningkatkan daya tahan tubuh di suhu dingin ala Gunung sangat bermanfaat untuk para pendaki pemula atau kawakan sekalipun.
Kami pun menempuh perjalanan darat penuh gaya khas Motovlogger masyhur melalui Cilacap-Kebumen-Purworejo dan berakhir di Magelang. Dengan demikian, jalur pendakian kami otomatis melalui desa Wekas. Jaket waterproof seakan tak sanggup menahan dinginnya desa wekas saat kami memijakan kaki pertama disana. Sentuhan awal sebagai anak pantai, iklim gunung telah memberikan ucapan selamat datang yang cukup mengejutkan. Untungnya, permen tolak angin angin herbal membuat badan terasa hangat di dinginnya udara sekitar. Perjalanan jauh 8 Jam pun terasa menyenangkan tanpa hambatan berkat persiapan sempurna yang berkolaborasi bersama khasiat tolak angin dalam mengarungi jalanan malam.
Tepat saat itu jua, kami bertiga naik menanjak secara gradual dengan perasaan gembira setelah mimpi terpendam sekarang berada didepan mata. Nahas, di tengah perjalanan, tepatnya menuju persinggahan pos 1, Gunung seakan mengolok kami kala wajah ceria bermanuver menjadi putih pucat kelelahan. Ajaibnya, air dingin yang mengalir didalam pipa putih menolong kami dari kehabisan logistik air, sekaligus menyegarkan kembali muka kusam bekas aliran peluh. Sementara itu, untuk sampai di pos 2 yang merupakan tempat persinggahan menarik dengan disuguhkan tebing hijau yang eksotik, kami membutuhkan waktu tempuh 4,5 jam lamanya. Mengecewakan memang untuk seorang pendaki pemula. Dengan rasa bangga kami menyapa para pendaki lain yang mendirikan tenda di pos ini. Yang selanjutnya, kami melenggang dengan penuh keyakinan menuju puncak idaman meskipun saat itu wajah kami sangat kelelahan dan berantakan.
Lalu-lalang pendaki dari arah berlawanan dilawan dengan sapaan hangat sembari menyembunyikan muka-muka pendaki pemula yang kehabisan nafas. Di jalur yang menanjak bercampur bebatuan serta tanah, wajah kelelahan kami tak bisa lagi disembunyikan, sampai-sampai pendaki lain yang menyalip kami berkata, "semangat! Satu tanjakan lagi". sungguh ucapan yang terdengar cukup ambigu ditambah tatapan menggelitik mereka ke arah kami.
Setelah melewati tanjakan terjal yang berkelak-kelok, kami memutuskan untuk mendirikan tenda di kawasan bibir kawah pos 3. Cukup, kita mengaku kalah oleh puncak Merbabu. Apalagi, salah satu teman kami yang memang anak SMA, sudah mengibarkan bendera putih sedari tadi. perjalanan ini sendiri memakan waktu sekitar 7 jam lamanya untuk sampai di pos 3 yang tepat berkisar di bibir kawah. Namun, rasa lelah terasa terbayar dengan pemandangan menakjubkan dari tempat kami mendirikan tenda, dengan demikian memaksakan diri ke puncak Merbabu urung kami lakukan. Jangankan ke puncak, tidur disekitar pos 3 sudah cukup merasakan dinginnya udara malam Merbabu, meskipun Tenda, Sleeping Bag serta jaket Waterproof menyelimuti tubuh kami. Jikalau tak ditemani kehangatan Tolak Angin cair, kebekuan malam di pegunungan merupakan mimpi buruk yang tak dapat kami taklukan.
Benar kata orang. Segala keluh kesah seorang pendaki akan terbayar lunas setelah ditampakan mahakarya Tuhan yang luar biasa. Untuk sekarang, pagi kami bukan lagi disambut gulungan ombak seperti hari biasanya, melainkan disuguhi pemandangan gulungan awan yang menakjubkan. Tak dapat disangkal, tanpa kopi dan Tolak Angin, udara dingin gunung takkan sanggup kami lewati. Sejak itu, Tolak Angin selalu menjadi sahabat wajib kala traveling. Selain meredakan nyeri sehabis perjalanan jauh, tolak angin juga turut membantu mengatasi mual di perjalanan disamping untuk mengobati masuk angin. Akibat ulah Merbabu yang dingin tapi menggoda, ketiga orang ini sering membangkang terhadap kehidupan pantai, dan anehnya sekarang lebih kecanduan pada ketinggian tanpa takut kedinginan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI