Mohon tunggu...
welni yunelti
welni yunelti Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis bagiku adalah jendela kehidupan yang dimana tempat saya menuangkan sesuatu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kepergian Ayah Membuatku Belajar Bahwa Hidup Tak Selalu Sesuai Rencana

5 September 2025   09:18 Diperbarui: 5 September 2025   09:18 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input Keterangan & Sumber Gambar ( Foto: ayah dan anak) (Sumber: Freepik/Kredit Foto)

Sejak awal kuliah, saya punya sebuah mimpi sederhana ingin membanggakan ayah dan ibu dengan menyelesaikan studi. Saya selalu membayangkan suatu hari berdiri di panggung wisuda, mengenakan toga, lalu menyerahkan ijazah itu sambil berkata, Ini untuk Ayah dan Ibu.

Di benak saya, momen itu akan jadi hadiah terbesar setelah semua pengorbanan mereka. Namun ternyata, hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana yang saya susun.

Kabar Duka yang Merobohkan Semangat, Suatu pagi, ketika saya tengah sibuk dengan tugas kuliah, telepon dari rumah berdering. Biasanya, suara dari seberang selalu jadi obat rindu. Tetapi pagi itu, suara yang terdengar parau, terbata, dan penuh tangis. Kalimat pendek itu menghancurkan segalanya Ayah sudah tiada.

Dunia seakan berhenti. Saya terdiam, tubuh bergetar hebat, air mata tumpah tanpa bisa ditahan. Rasanya seperti kehilangan arah. Orang yang selama ini menjadi alasan utama saya berjuang kini telah pergi untuk selamanya.

Sebagai mahasiswa, saya tahu perjalanan kuliah memang penuh tantangan. Ada rasa lelah, ada biaya yang harus dipikirkan, ada target yang harus dikejar. Tapi kehilangan ayah di tengah-tengah perjuangan itu adalah ujian yang tak pernah saya bayangkan.

Kenangan yang Kini Hanya Tinggal Ingatan, Setelah kabar itu, ingatan tentang ayah datang bertubi-tubi. Saya teringat ketika pertama kali masuk kuliah,  ia berkata, Belajarlah baik-baik, Nak. Jangan pikirkan yang lain, biar ayah yang urus.

Saya juga teringat bagaimana ia sering diam-diam memberi uang saku lebih, meski saya tahu keuangan keluarga tidak selalu baik. Ayah tidak pernah mau anak-anaknya merasa minder di tengah teman-temannya. Ia jarang mengucapkan kata sayang, tetapi tindakannya selalu penuh cinta.

Kini, kenangan-kenangan itu menjadi luka sekaligus penguat. Luka, karena saya tak akan pernah lagi merasakan hal-hal kecil darinya. Penguat, karena dari kenangan itulah saya belajar arti pengorbanan dan cinta yang tanpa syarat.

Hidup yang Tak Selalu Sesuai Rencana, Kehilangan ayah membuat saya sadar satu hal hidup tidak pernah bisa kita atur sepenuhnya. Kita boleh membuat rencana, menulis target, dan bermimpi setinggi langit. Tapi ada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan kematian, kehilangan, dan perpisahan.

Dulu, saya percaya dengan kerja keras segalanya akan berjalan sesuai harapan. Tapi kenyataannya, saya tidak bisa memberikan momen wisuda itu kepada ayah. Saya tidak bisa menghadirkan dirinya di kursi penonton, tersenyum bangga menyaksikan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun