Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghidupkan Hati Nurani

19 Mei 2021   06:09 Diperbarui: 19 Mei 2021   06:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bola.com/ragam/read/4539974/50-ucapan-permintaan-maaf-singkat-tulus-dari-lubuk-hati-yang-terdalam

"The greatest wealth is to live content with little, for there is never want where the mind is satisfied" (Lucretius).

Ada saatnya ketika seorang manusia dipandang dan diperhitungkan karena  kekayaan yang dimilikinya. Harta yang dimiliki seseorang menjadi penanda kebesaran dan kemashyurannya. Para tuan tanah yang menguasai berhektare-hektare tanah pada zamannya amat dihormati bahkan ditakuti. Dengan kekuasaannya, mereka bisa berbuat apa saja terhadap sesamanya.

Kemudian, ukuran kekayaan seseorang tidak hanya pada tanah, tetapi juga pada aspek lain  yang bisa dihitung dengan uang, termasuk aset-aset yang dimilikinya. Majalah-majalah nasional dan internasional secara rutin menampilkan daftar orang terkaya di dunia.  Majalah Forbes,misalnya, kerap menampilkan edisi khusus 200 orang terkaya di dunia atau 100 wanita terpengaruh di dunia internasional. Kekayaan menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia sejak zaman baheula yang kerap memicu konflik bahkan perang.

Kekayaan dan kekuasaan juga menjadi penanda kedirian manusia modern. Kekayaan bergandeng erat dengan nafsu konsumerisme yang acapkali dicapai dengan mematikan hati nurani dan melawan hukum. Sebagai orang beragama kita diingatkan bahwa kekayaan bisa menjadi "berhala baru" yang merongrong hidup  bahkan menjauhkan kita dari Tuhan. Kita diingatkan untuk mengembangkan sikap ugahari, yakni sikap kesahajaan dan kesederhanaan yang merasa cukup dengan apa yang ada. Sikap seperti itu akan menjauhkan manusia dari nafsu untuk melakukan korupsi dan tindakan kriminal yang berujung pidana.

Ajaran agama menuntun kita untuk meniti jalan keugaharian secara ikhlas, konsisten dan penuh rasa syukur. Nafsu untuk melakukan korupsi, syahwat kekuasaan, tindak kriminal, suap, gratifikasi, penggelapan pajak, dan berbagai tindakan barbar lainnya sebenarnya berlangsung di bawah  satu tema besar, yakni "kekayaan dan keberagamaan simbolik". Tema besar itu tanpa sadar telah menjadi mindset di sepanjang perjalanan hidup. Untuk mengatasinya, kita harus keluar dari tema besar itu.

Titus Lucretius Carus (99-55 SM) penyair Roma memberi peringatan cerdas bahwa kekayaan terbesar adalah puas dengan apa yang sedikit karena kebutuhan tak pernah kenal kata puas. Mari kembangkan sikap ugahari sambil terus memohon rahmat Tuhan.

Daya sensitivitas kita harus makin dipertajam,hati nurani makin dihidupkan agar kita makin berhikmat dan mampu dengan cerdas menjawab berbagai persoalan yang hadir dalam ruang-ruang kehidupan.

Mereka yang terjerat OTT,para bandar narkoba, cyber crime,sindikat begal, pembuat investasi bodong,, koruptor bank dan asuransi yang mdngengsarakan kaum pensiunan adalah mereka yang haus kekayaan dan telah mematikan hati nurani mereka.

Kekayaan menjadi berhala baru bagi mereka dan mereka akan terus menggapainya dengan melawan hukum dan melawan ajaran agama.
Realitas ini adalah sebuah paradoks, sebuah contradictio in terminis bagi sebuah NKRI yang warganya 99,9 % menganut agama-agama.

Mari kita serukan pertobatan, metanoia, tobat nasuha sehingga Tuhan memberkati negeri ini menuju hari depan yan lebih berpengharapan dan berkeadaban.

Selamat Berjuang
God Bless!

Weinata Sairin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun