Pembahasan RUU telah diperpanjang lima kali, tetapi keduanya tetap tidak dapat mencapai kesepakatan pikiran tentang otoritas pengawas untuk melindungi privasi data.
Pemerintah berkeinginan membentuk otoritas pengawasan di bawah Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, sementara pembuat undang-undang menuntut otoritas perlindungan data independen, atau setidaknya yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Akibatnya, pembahasan RUU menemui jalan buntu.Â
Tidak ada keraguan bahwa bangsa ini sangat membutuhkan undang-undang seperti itu. Baru-baru ini diketahui adanya dugaan pelanggaran data sistem Indonesia Health Alert Card (e-HAC), yang membahayakan sekitar 1,3 juta data pengguna.Â
Data-data yang bocor tidak hanya sekadar data yang dimuat di Kartu Tanda Penduduk (KTP), tetapi juga data hasil tes COVID-19, paspor, dan lain-lain.
Sebelumnya tahun 2020, kasus kebocoran data ini juga terjadi, melibatkan data 91 juta pengguna Tokopedia yang mencuat pada Mei 2020, serta 1,2 juta data pengguna Bhinneka.com dan 2,3 juta data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia pada bulan yang sama, data sekitar 2 juta nasabah BRI Life diretas dan diiklankan secara online, kasus kebocoran 279 juta data penduduk yang berasal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum menemukan titik terang. Daftarnya bisa berlanjut, hanya untuk menunjukkan bagaimana data pribadi yang rentan tetap ada pada saat kita beralih ke era digital.
RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2021 diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi industri untuk mengolah dan mentransfer data.Â
Ini akan menjadi hukum Indonesia pertama yang menyediakan seperangkat ketentuan komprehensif untuk perlindungan data pribadi, tidak hanya secara elektronik, tetapi juga non-elektronik; dan itu akan mengatur hak dan kewajiban para pemangku kepentingan yang terlibat.
Regulasi perlindungan data yang komprehensif dan konsisten adalah alat utama bagi pemerintah dan perusahaan di dunia saat ini, sebagai bagian dari perlindungan terhadap risiko dunia maya, dan untuk menjawab kekhawatiran warga yang berkembang. Selain itu, kepastian hukum merupakan pendorong utama untuk mendorong investasi swasta baik bagi investor lokal maupun global.Â
Dalam rezim perlindungan data modern, konvergensi global pada standar yang lebih tinggi sedang terjadi. Regulasi Perlindungan Data Pribadi Uni Eropa, misalnya, telah meningkatkan apa yang dulu dianggap sebagai "standar minimum" yang diperlukan.Â
Dengan luasnya ekonomi digital internasional dan transfer lintas batas pertumbuhan data pribadi, standar minimum perlindungan data harus disetujui dan aliran data pribadi internasional harus konsisten dengan standar tersebut.
Salah satu pilar utama untuk memastikan kepastian hukum dan konsistensi dalam rezim perlindungan data adalah pembentukan otoritas perlindungan data yang independen.