Mohon tunggu...
Wawan Periawantoro
Wawan Periawantoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Punya usaha kecil-kecilan

Seorang ayah sederhana yang terus berusaha membuat keluarga bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perjalanan Panjang dari Revolusi Mental ke Revolusi Sosial

25 Januari 2021   14:41 Diperbarui: 25 Januari 2021   15:11 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: cnnindonesia.com

Secara umum revolusi adalah perubahan sosial yang menggantikan struktur sosial, struktur politik dan ekonomi serta kadangkala struktur budaya masyarakat atau peradaban. Revolusi atau perubahan ini biasanya perubahan yang kuat dari kepemimpinan dan perlawanan yang terorganisasi yang terkadang disertai dengan kekerasan.

Mari kita kembali ke lima situasi lalu di mana;
1. Gerakan mahasiswa dan buruh sebagai garda terdepan saat berdemo
2. Gerakan Islam, khususnya mereka pendukung Habib Rizieq yang mengepung Jakarta untuk meminta kembalinya Habib Rizieq.
3. Professor Zainal Mochtar yang telah menyerukan adanya pembangkangan sipil atas situasi sosial setelah pengesahan UU Omnibus Law
4. Kebangkitan dari purnawirawan militer dengan tujuan mewarnai perubahan sosial
5. Respon negatif ormas islam yaitu NU dan Muhammadiyah terhadap pemerintah dalam kasus Pilkada

Kelima situasi di atas hanya sebagian dari keseluruhan masalah yang ada di Indonesia. Belum lagi kegagalan pemerintah dalam menanggulangi Covid-19. Lantas, seberapa pentingnya untuk melakukan analisa jika revolusi datang pada suatu negara akan tetapi mengalami kegalalan dalam bimbingannya?

Penyebab adanya revolusi


Umumnya, sebuah revolusi terjadi apabila; meluasnya kekecewaan rakyat atas rezim yang berkuasa, terjadinya kooptasi negara dengan melakukan politik tirani dan berbagi kekuasaan dengan kaum oligarki modal, terjadi kemerosotan peran dan eksistensi negara akibat perang atau wabah ataupun keuangan negara, munculnya tokoh-tokoh revolusioner, dan lahirnya ideologi yang mempersatukan gerakan perlawanan.

Nah, kekecewaan rakyat Indonesia sudah mendalam dan meluas di waktu sekarang. Terbukti dengan adanya kecaman dua ormas besar karena sikap pemerintah yang mengorbankan nasib rakyatnya di tengah wabah Covid-19 semata-mata untuk kepentingan pilkada.

Belum lagi masalah buruh yang menolak UU Omnibus Law. Buruh sebagai kekuatan rakyat di perkotaan dan semi urban melihat UU tersebut sebagai simbol kesombongan para kaum kapitalis dan rezim untuk mengeksploitasi mereka.

Kekecewaan publik semakin menjadi-jadi karena pemerintah dinilai gagal dalam menangani pandemi Covid-19. Meskipun pemerintah berdalih menanganinya dengan baik, namun bagaimana dengan kenyataannya? Frustasi sosial dan kemerosotan hidup berlangsung selama 8 bulan dari adanya pandemi ini. Apakah rakyat saat ini kecewa dengan kepemimpinan sang panglima tertinggi di Indonesia?

RUU HIP dan UU Omnibus Law bersamaan dengan kekuasaan di tangan Presiden Jokowi. Dengan adanya RUU HIP yang merupakan upaya pemusatan tafsir ideologis atas Pancasila, berarti pemerintah punya alat untuk membungkam lawan-lawan politik mereka secara legal. Sementara untuk UU Omnibus Law yang hingga saat ini masih hangat diperbincangkan merupakan upaya pemerintah membagi "kesenangan" kepada kaum kapitalis dan oligarki modal.

Sayangnya, situasi seperti ini tidak menguntungkan bagi rezim Jokowi. Ya, penyebabnya adalah wabah Covid-19 yang telah menghancurkan perekonomian sampai sektor kesehatan negara. Mau mengandalkan siapa? Bantuan dari negara lain? Mengandalkan beberapa lembaga multilateral terbilang sulit.

Jika keadaan ini terus menurun, administrasi, pelayanan, dan kemampuan aparatur militer menjaga negara juga merasakan penurunannya. Namun belum tentu efektif ya, jika rakyat sudah berontak, bisa saja kekuatannya lebih besar dibandingkan para aparat.

Munculnya tokoh-tokoh revolusioner membawa pesan-pesan revolusioner dan solidaritas. Salah satu contohnya yaitu kehadiran Agus Harimurti Yudhoyono yang sebelumnya dianggap angin lalu namun berkat keberaniannya melawan rezim dalam kasus UU Omnibus Law menjadikan dirinya sebagai sosok heroik. Tokoh revolusioner baru bisa bersinergi dengan tokoh lama seperti Habib Rizieq Shihab, kedepannya mereka dapat membangun front bersama dalam mengarahkan publik pada perubahan.

Sedangkan masalah ideologi perjuangan, ideologi berarti alat untuk sebuah tujuan. Lengkapnya, ideologi yaitu seperangkat nilai-nilai yang mengikat dan mewarnai sebuah gerakan sosial untuk mencapai tujuannya. Ideologi perjuangan dan perlawanan sudah melahirkan nilai-nilai yang mengikat collective ideas yaitu anti kapitalisme, anti oligarki dan pihak yang ingin mendorong nilai sosialistik.

Saat Profesor ahli Hukum UGM menyerukan tentang pembangkangan sosial, hal tersebut bukan merupakan hal buruk. Justru seruan tersebut menjadi bentuk reaksi dan aksi.

Kegagalan Revolusi Mental


Revolusi Mental yang digaungkan oleh Jokowi ini adalah gagasan untuk menghancurkan kehidupan materialistik dan memperkaya diri dalam masyarakat. Tertulis di Kompas pada bulan 2014 silam, gagasan lain dari Jokowi ialah menghancurkan budaya korupsi di Tanah Air.

Melalui Inpres 12/2016, terdapat lima program Gerakan Nasional Revolusi Mental yaitu Program Gerakan Indonesia Melayani, Program Gerakan Indonesia Bersih, Program Gerakan Indonesia Tertib, Program Gerakan Indonesia Mandiri, dan Program Gerakan Indonesia Bersatu.

Nyatanya tidak semudah itu untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Korupsi besar masih terjadi seperti skandal asuransi Jiwasraya dan ketua KPK yang menggunakan fasilitas swasta untuk kepentingan pribadi. Bahkan sekelas Mahfud MD, mengakui bahwa pemerintah merasa tidak mampu dan tidak berdaya, bahkan presiden soal penegakan hukum ini.

Mengapa Revolusi Mental Jokowi bisa gagal?


Pertama, Jokowi terjerat pada persekutuan oligarki partai dan pemilik modal yang sebagiannya sudah terbiasa korupsi. Kedua, Jokowi tidak mempunyai basis sosial yang kuat dalam gagasan revolusi mental. Dan yang terakhir gagasan ini bersifat artifisial. Artinya, Jokowi hanya ingin gagah gagahan unjuk gagasan dalam menuju kekuasaan.

Jika sudah tahu gagal, lantas apalagi yang harus dibenahi? Sebelum semuanya semakin memburuk. Tidak diharapkan keburukan itu terjadi. Semoga tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun