Mohon tunggu...
Wawan Irawan
Wawan Irawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Writing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Khidmat Ramadan Bertakjil Pancasila

9 Juni 2022   16:14 Diperbarui: 9 Juni 2022   17:03 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

mosque-62a1c55cfca4e4793a0004d2.jpg
mosque-62a1c55cfca4e4793a0004d2.jpg
Puasa 1443 Hijriah adalah momentum yang bersejarah bagi sebagian orang termasuk saya, salah satu mahasiswa Indonesia yang mengenyam pendidikan di Ural Federal University, Ekaterinburg, Federasi Rusia. Momen tak terlupakan ini dimulai dengan hari yang terik hingga gaya lebaran yang nyentrik.

Kota Ekaterinburg sangat minim dengan bangunan penunjang ibadah bagi umat Muslim, masjid, musala, bahkan perkumpulan umat muslim disebuah bangunan aula sangat sulit ditemukan di tiap-tiap sudut kota. Kesulitan tersebut justru memberikan warna dan makna baru bagi saya dan teman teman Muslim Indonesia yang berada disini. Perlu waktu sekitar 30 menit dari asrama untuk mengunjungi balai yang dijadikan tempat salat.

Berbicara tentang jarak, justru hal ini menjadikan kami menjadi sosok yang penuh akan sosialisasi, disiplin, serta budaya hidup sehat. Mengapa tidak? Di sepanjang jalan menuju balai, kami berbicara banyak hal, mulai dari perbedaan suku, adat istiadat, sudut pandang dalam beragama, bahkan tentang hal tradisional serta modern yang dilakukan selama berpuasa, seperti halnya "ngabuburit" istilah tren di Indonesia yang berhasil kami perkenalkan di kancah Internasional.

Kami memilih untuk tidak menggunakan kendaraan umum dan lebih memilih berjalan kaki dengan alasan kesehatan. Dari sinilah kami menemukan sebuah perbedaan yang bisa membuat kita berpikiran terbuka atau penuh toleransi.

Ketika sampai di mesjid, menu makanan khas Eropa menunggu kedatangan kami. Begitu juga dengan jajaran orang-orang dari berbagai belahan dunia yang dipertemukan dalam balai ini. Bahasa pemersatu yang kami gunakan ialah Rusia dan Inggris. Mungkin, terasa sedikit sukar untuk mengutarakan kata, tetapi itulah keseruannya. Sebab, berbicara tidak hanya tentang suara, melainkan bahasa tubuh juga bermain di dalamnya.

Makanan yang disajikan berupa plov, sup kentang wortel, daging sapi, serta roti yang biasanya dikonsumsi oleh orang orang wilayah Uzbekistan, Tajikistan, Kazakhstan, dan negara sekitarnya. Selain itu, buah-buahan disuguhkan untuk seluruh jemaah tanpa terkecuali. Dan lebih indahnya lagi, warga non-Muslim diperkenankan untuk turut berbuka puasa bersama karena masjid ini adalah tempat bersama yang menerima seluruh kalangan tanpa memandang suku, ras, dan status sosial. Pemandangan ini benar-benar mendefinisikan nilai Pancasila sila ketiga dan kelima, hanya saja negaranya yang berbeda.

Sehabis berbuka puasa, jemaah melanjutkan salat wajib dan salat tarawih secara berjamaah. Karena antusias masyarakat dalam beragama, tidak jarang mesjid ini padat dengan para jemaah. Inilah nilai dalam butir pertama Pancasila kita.

Beranjak dari masalah peribadahan, berpuasa di Rusia tentu seperti berpuasa Senin Kamis di Indonesia. Kami berpuasa, sedangkan teman-teman sekelas tidak berpuasa. Namun, mereka yang tidak berpuasa sangat menghormati orang-orang yang sedang menjalani ibadah puasa tanpa harus diminta, seperti mereka tidak akan makan di hadapan orang yang berpuasa. Mereka melakukan itu atas kesadaran sendiri. Begitu indahnya hidup dengan toleransi yang tinggi.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengalaman berpuasa di Rusia ini ialah persatuan antar umat itu ialah poin wajib dengan berlandaskan kasih yang terikat dalam nikmatnya beragama. Ramadan yang penuh berkah serta pengajaran hidup itu diambil tergantung dari tindakan apa yang dilakukan oleh mereka yang menjalankan puasa, bisa terasa berat, ringan, dan menyenangkan tergantung bagaimana orang tersebut menyikapi makna puasa, seperti dalam artikel ini yang menganggap bahwa berpuasa di Rusia seperti menyantap takjil yang memiliki menu senilai dengan Pancasila, artinya nikmat yang diperoleh adalah kenikmatan beragama, berkebangsaan, berkehidupan sosial, bebas mengutarakan pendapat, berpartisipasi, tanpa harus takut, dan membutuhkan perlindungan.

Ramadan di Rusia memberikan ciri khas yang sangat berkesan karena kentalnya nilai kekeluargaan yang dijalin melalui agama serta cara pandang masyarakat yang mengedepankan Unity in Diversity atau bersatu dalam keberagaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun