Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Penacinta

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

WALHI dan Keadilan Ekologis: Daya Ungkit Melawan Laju Kerusakan di Simpang Jalan Regulasi Pembangunan

15 Oktober 2025   14:56 Diperbarui: 15 Oktober 2025   14:56 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kerusakan Lingkungan. | Foto: Kompas.com

WALHI, sudah 45 Tahun eksis, organisasi lingkungan hidup terbesar di Indonesia ini terus bersuara, namun laju kerusakan hutan, laut, dan ruang hidup rakyat masih terus terancam.

Jika peringatan ini terus diabaikan, maka bukan hanya lingkungan yang akan runtuh oleh regulasi yang sarat ekonomi ekstraktif, tetapi kita sedang mempertaruhkan kewarasan dan kedaulatan kita sebagai bangsa. Apakah jadinya alam ini untuk masa depan bangsa kita?

Selama kurun waktu ini, meskipun WALHI terus bersuara nyaring, namun kondisi lingkungan alam kita, masih belum menunjukkan perbaikan signifikan.

Keadilan ekologis di Indonesia masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Seberapa efektif pula perjuangan masyarakat sipil saat kekuatan ekonomi dan politik negara masih mengarah pada eksploitasi?

Lingkungan hidup Indonesia masih berada di titik nadir, terancam proyek-proyek pembangunan strategis yang didukung oleh regulasi yang merugikan lingkungan.

Sekilas WALHI dan Gerakan Keadilan Ekologis

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) secara resmi berdiri pada 15 Oktober 1980, menjadikan organisasi ini sebagai payung gerakan lingkungan hidup tertua dan terluas di tanah air.

Kelahiran WALHI tak lepas dari keprihatinan awal para aktivis dan intelektual terhadap dampak pembangunan saat itu yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya. Eksistensi WALHI secara historis cukup memberikan tekanan dalam menggugat negara dan korporasi di pengadilan, menciptakan preseden hukum penting bagi perlindungan lingkungan dan hak masyarakat adat.

Tongkat estafet perjuangan WALHI baru saja diserahkan melalui Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XIV di Sumba pada September 2025. Sebelumnya, kepemimpinan dipegang oleh Zenzi Suhadi (2021-2025), yang dikenal dengan kritik tajamnya terhadap UU Cipta Kerja dan Proyek Strategis Nasional (PSN). Direktur Eksekutif Nasional WALHI periode 2025--2029 ini adalah Boy Jerry Even Sembiring.

Gebrakan utama WALHI ini adalah penegasan perlawanan terhadap sistem ekonomi ekstraktif dan oligarki politik, sambil terus melanjutkan fokus advokasi di isu struktural. Langkah strategis WALHI juga diperkuat oleh konsistensi mereka sebagai sumber data alternatif melalui penerbitan Tinjauan Lingkungan Hidup (TLH), yang menjadi rujukan kredibel untuk menilai rapor merah pemerintah dalam isu keadilan ekologis.

WALHI dalam Politik Lingkungan Hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun