Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Penacinta

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesehatan Mental: Curhat pada AI, Menukar Pengalaman Hidup dengan Mesin, Sehatkah?

10 Oktober 2025   13:25 Diperbarui: 13 Oktober 2025   21:55 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Curhat pada AI, Menukar Pengalaman Hidup dengan Mesin, Sehatkah? | Ilustrasi: Gemini

Respon Logis yang Menenangkan

AI dirancang untuk memberikan jawaban yang logis dan terstruktur, seringkali menggunakan teknik dasar Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Bagi pengguna yang cemas, alur jawaban yang predictable ini justru terasa menenangkan dibandingkan kerumitan emosi manusia.

Menurut analisis platform kesehatan digital global, dalam periode 2024-2025, terjadi lonjakan permintaan dukungan emosional kepada chatbot hingga [Simulasi Data: 40%] dari total interaksi. Angka ini menegaskan bahwa AI telah menjadi pintu darurat utama bagi mereka yang mencari pelampiasan.

Sisi Kritis: Ancaman Ketergantungan dan Deepfake Emosi

Secara umum, alur respons AI memang mengikuti alur emosional manusia yang ideal, ia tak akan marah, meluapkan frustrasi, atau memberikan respons yang tidak menyenangkan. Inilah yang menghilangkan tantangan terbesar bagi pendewasaan diri.

Kekuatan dan kematangan mental manusia sejatinya ditempa oleh kemampuan kita menavigasi gesekan emosional, bagaimana kita bereaksi saat orang lain menunjukkan kemarahan, frustrasi, atau penolakan, serta bagaimana kita belajar berkompromi saat terjadi konflik.

Perlawanan emosional dari sesama manusia adalah counter-force yang mengajarkan kita empati, batas (boundary), dan ketahanan mental. Komunikasi steril dari AI, yang selalu damai dan logis, justru menghalangi proses penempaan ini, membuat kita hanya nyaman pada komunikasi yang tanpa biaya emosional.

Di balik kemudahan dan anonimitas, praktik berkeluh kesah pada AI menyimpan lubang kritis yang jauh lebih besar dari manfaat jangka pendeknya.

Ilusi Empati vs. Validasi Otentik

AI hanya mampu mensimulasikan empati melalui pola bahasa yang telah diprogram. Ia tidak memiliki pengalaman hidup, memori emosional, atau kemampuan berempati secara mendalam.

Masalahnya, otak manusia terutama mereka yang rentan dapat menganggap simulasi ini sebagai validasi emosi yang nyata.
Psikolog klinis sering menekankan bahwa penyembuhan sejati datang dari koneksi manusia ke manusia dan rasa divalidasi oleh entitas yang memiliki kerentanan yang sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun