Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Noormah (Bagian Tujuh)

8 November 2020   14:59 Diperbarui: 8 November 2020   15:14 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki tua yang tadi memperkenalkan dirinya bernama Abdul Majid itu menunjuk ke arah barisan Bukit-bukit yang menjulang tinggi.

"Rumah bapak berwarna biru, cuma ada satu Rumah berwarna biru di ujung jalan ini dan bapak tinggal di situ seorang diri,"

"Baik, Pak. Nanti insyaallah aku singgah kalau tidak kemalaman sampai disitu,"

"Iya, Bapak jalan dulu,"

"Iya, Pak. Hati-hati di jalan."

Setelah pak Tua itu berlalu dari hadapanku, kuputuskan untuk kembali melanjutkan perjalananku menyurusuri Hutan Larangan ini.

 ~~

Hari sebenarnya masih belum terlalu sore, tapi karena kulihat langit mulai menghitam, maka kuputuskan untuk singgah, sekalian berteduh di rumah berwarna biru. Siang tadi, lelaki tua yang sempat duduk lama denganku itu telah menceritakan semua perjalanan hidupnya hingga bisa sampai ke tempat ini dan mengatakan bahwa Rumah Semi Permanen berwarna biru ini adalah tempat tinggalnya.

Di antara hembusan angin yang bertiup kencang hingga menggugurkan dedauan, kutatap pekatnya langit yang terlihat mulai menghitam sebagai pertanda bahwa sebentar lagi akan turun hujan, ketukanku pada pintu Rumah berwarna biru sambil mengucapkan salam itu baru di respon oleh penghuninya ketika hujan mulai turun dengan lebatnya di tempat ini.

Di antara gemuruh suara air hujan dan kilatan cahaya petir di bawah langit yang tengah mencurahkan air hujan, kudengar sahutan suara seseorang dari dalam Rumah. Saat pintu Rumah ini terbuka, kutatap seorang Wanita paruh baya yang mengenakan Baju Gamis lengkap dengan kerudung panjang yang semuanya berwarna merah marun tersenyum menatapku.

Di antara hembusan angin yang bertiup kencang, kutatap Wanita paruh baya di depanku, usianya sekitar 50 tahun tapi masih menyisakan sisa-sisa kecantikan masa mudanya dulu. Entah kenapa semua bulu-bulu halus di tubuhku meremang berdiri saat mendengarkan Wanita paruh baya berkulitnya kuning langsat yang memiliki mata sedikit sipit yang bertubuh tinggi semampai di depanku itu berkata,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun