*****
Aku adalah cermin di hadapanmu. Cermin yang selalu engkau pakai untuk melihat dirimu yang sejati. Setelah kepergianmu ke Neraka bersama pak Tua dari masa lalu-mu itu. Apa benar engkau masih membutuhkan cermin untuk melihat dirimu yang sejati?
Setelah kepergianmu ke masa lalu, apa benar engkau masih mampu melihat pantulan wajahmu di dalam cermin di hadapanmu?
Setelah kepergianmu ke masa lalu, apakah benar Aku masih tempatmu ber-cermin seperti dahulu?
Dan setelah sekian lamanya engkau bertanya jawab pada 'cermin' di hadapanmu. Apakah menurutmu engkau masih pantas berkata; "Seandainya Tuhan tidak menciptakan begitu banyak bahasa di dunia, mungkin akan terasa lebih mudah bagiku untuk bisa menjelaskannya padamu,"
Masihkah ingatkah ketika pertama kali engkau ber-cermin dan bertanya, 'Siapa Aku'?
Di antara serpihan kaca cermin yang biasa engkau jadikan teman bicara. Aku berharap engkau masih sempat membaca goresan tanganku itu di antara serpihan--serpihan kaca itu untuk yang terakhir kalinya.
*****
Di sepertiga malam. Sang Waktu kembali mengingatkanku, bahwa engkau dahulu pernah berkata;
“Dunia ini begitu misterius, sama misteriusnya dengan kehidupan itu sendiri. Terlalu luas untuk di telaah, terlalu sulit untuk di mengerti, tidak mudah untuk di ketahui dan di pahami secara utuh.”
Dan saat itu, sambil tersenyum menatap kedua mata-mu Aku berkata;