Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[AdS] Binatang Jalang

21 Mei 2019   03:00 Diperbarui: 22 Mei 2019   05:29 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jujur saja. Setelah pertemuanku denganmu setahun yang lalu, aku pun sering melihatmu tengah berada di dalam kamar mandi, mengenakan pakaian tipis hingga aku sepertinya bisa melihat dengan jelas bentuk kemaluan-mu.” kataku lagi. Sambil menatap wajahnya yang walaupun pasrah tapi masih menyimpan rasa malu, ketika ada lelaki lain yang bukan Mahram -nya mengatakan kalau dia sudah melihat bentuk ‘kemaluan’nya itu.

Wanita berkulit kuning langsat ini menatapku, tersenyum malu-malu. Dan tiba-tiba dia bangkit, mendekat, lalu duduk di sebelahku.”Aku akan turuti apapun permintaan Mas, asalkan itu bisa menyembuhkanku.” Katanya lagi sambil duduk di sebelahku, setengah berbisik malu-malu ke telingaku.

"Suamimu nggak akan marah, seandainya dia tahu kita melakukan itu?” tanyaku pelan, setengah berbisik di telinganya.

”Aku tidak tahu! Yang aku tahu, dia begitu takut kehilanganku, dan rasa takut yang berlebihan itu sudah membuatnya kehilangan akal sehatnya dimataku.” Katanya lagi setengah berbisik di telingaku. Pipinya memerah, ada nada kemarahan di situ.

“Bagaimana jika aku ingin melakukan itu di sebelah suamimu?” tanyaku lagi, sambil tersenyum lebar, setengah menggodanya.

Dia kaget, mukanya merah padam. Tidak bisa berkata apa-apa lagi mendengar kata-kataku barusan, dan tiba-tiba saja dia menangis sesegukan. Aku jadi merasa tidak enak sendiri. Dan entah kenapa tiba-tiba aku begitu berani menyentuh wajahnya. 

Kupegang dagunya. Ku-dongakan ke atas, kutatap mata sembabnya yang masih mengeluarkan air mata itu. Air mata seorang wanita yang betul-betul merasa terhina, dan merasa di lecehkan oleh seorang pria yang baru saja di kenalnya. Merasa di perlakukan seperti seorang pelacur yang baru saja meminta untuk melayaninya di hadapan mucikari-nya.

Kucium lembut kening, pipi yang terasa basah oleh air mata dan kucoba lumat bibirnya. Wanita berkulit kuning langsat yang sudah terlanjur kesal karena merasa di lecehkan sampai ke titik terendah harga dirinya ini melengos, membuang wajahnya.

“Maafkan aku..,” kataku lagi, masih memegang dagunya itu.

Wanita berkulit kuning langsat ini diam. Menatapku, tidak berusaha menjauhkan atau menepis tanganku yang masih menyentuh dagu-nya itu. Tangisnya kembali pecah. Sambil menangis dia kembali berkata, “Apa dosa dan kesalahanku? Sampai harus mengalami nasib di permalukan seperti ini?” katanya lagi sambil menatap sendu ke arahku.

“Aku tidak tahu, mungkin saja ada kesalahan masa lalu, yang engkau sudah lupa, atau mungkin ada hal-hal yang engkau lakukan dulu yang belum engkau ceritakan padaku.” Kataku lagi, membiarkan wanita berkulit kuning langsat ini meluapkan semua emosi dan perasaannya malam ini di dadaku. Sambil memeluk dan membenamkan seluruh wajahnya di dadaku, dia kembali menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun