Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[AdS] Bidadari yang Terluka

25 April 2019   21:36 Diperbarui: 27 April 2019   08:52 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki dari masa lalu itu adalah mantan pacar yang pernah menjadi cinta pertamaku dulu. Dan lelaki yang saat ini telah menjadi suamiku itu sadar betul bahwa dulu dia telah merebutku dari lelaki yang dia usir dengan kata-kata kasar itu. Dia begitu takut kehilanganku. Dan rasa takut kehilangan itu, tanpa sadar telah membuat akal sehatnya sendiri sudah tidak lagi terlihat sehat di mataku.

Ketakutan yang begitu besar akan kehilanganku itu telah membuat lelaki yang sudah sepuluh tahun menikahiku itu memanggil seorang dukun untuk datang ke rumahku. Saat itu dia berpikir, bahwa lelaki dari masa lalu itu telah mengguna-gunaiku, sehingga aku tidak bisa melupakan lelaki itu dari dalam ingatanku. Dan kebodohanku saat itu adalah ketika aku begitu menurut pada lelaki yang telah menjadi suamiku itu. Rasa takut selalu membuatku menuruti semua perintahnya padaku. Walaupun aku tahu, perintahnya itu terkadang sangat tidak masuk akal buatku.

Dan aku tidak menyangka, bahwa kejujuranku saat itu telah menjadi malapetaka buatku. Dulu aku adalah wanita lugu yang selalu memberitahukan apapun kegiatanku ketika sedang berada di belakang suamiku itu. Dan kata-kata pelacur yang keluar dari bibirnya di kala dia sedang marah itu betul-betul telah melukai hati dan perasaanku hingga saat ini. 

Dalam diam aku coba berontak. Di dalam kamar, di atas bantal kutumpahkan semua rasa sedih dan kekecewaan hatiku pada lelaki yang sudah sepuluh tahun lamanya menjadi suamiku itu.

Di depan cermin besar, di hadapanku. Aku sering bertanya pada sesosok wanita yang sudah mendapat tambahan gelar hajjah di depan namanya itu. Sesosok wajah yang saat itu juga tengah menatapku dari dalam cermin besar di depanku, "Betulkah aku seorang pelacur seperti dugaannya itu? Tuhan..Aku benci kau! Aku benci lelaki yang telah menyebut dan memanggilku dengan sebutan pelacur itu. Jika memang menurutnya aku adalah seorang pelacur. Maka aku akan menjadi seorang pelacur seperti keinginannya itu!"

Semakin lama aku bertanya, "Siapa Aku" semakin jauh pula aku masuk ke dalam dunia yang selama ini terlihat begitu hina di mataku itu. Tambahan gelar hajjah  di depan namaku semenjak usiaku masih Sembilan belas tahun itu tanpa kusadari telah menjadikanku merasa lebih baik dari wanita-wanita lain yang saat itu kulihat masih mengumbar aurat di dalam kesehariannya itu. Dan di mataku, wanita-wanita yang masih suka mengumbar aurat itu, tak lebih hanyalah sekelompok wanita murahan yang kehadiran mereka menurutku hanya akan mendatangkan maksiat di manapun mereka berada saat itu.

Dan sekarang! Siapa sangka? lelaki yang selama ini begitu kuturuti karena keyakinanku; bahwa ridho suami adalah kunci Surga bagi seorang istri, ternyata telah memandang hina dan menyebutku seorang pelacur. Hatiku hancur! Aku tidak menyangka bahwa kata-kata itu akan keluar dari mulut lelaki yang di dalam kepasrahanku itu, aku tengah belajar untuk menerimanya, demi Surga yang ingin kugapai bersama ridho-nya itu.

Masih jelas di dalam ingatanku, saat itu. Sambil memanggilku dengan sebutan pelacur di depan lelaki yang saat itu baru saja mengantarkanku pulang ke rumahku dari tempatku mengajar itu. Kala itu dia langsung mengusir lelaki yang pernah menjadi cinta pertamaku itu begitu saja tanpa mau mendengarkan penjelasanku, juga penjelasan lelaki yang mengantarkan aku pulang itu terlebih dahulu.

Semakin lama aku bertanya, "Siapa Aku?" dendam kesumatku semakin menyala. Aku bosan dengan semua keadaan ini! Aku muak dengan semua kepalsuan ini. Aku ingin meng-akhiri semua sandiwara ini. Aku benci membohongi diri sendiri, dengan selalu mengatakan bahwa; "Aku bahagia dan baik-baik saja saat ini".

Tapi seperti gadis kecil di masa laluku, saat ini pun aku hanyalah seorang wanita lemah yang hanya mampu diam, tanpa sedikitpun punya keberanian untuk mengungkapkan ketidak sukaanku itu pada lelaki yang sudah menyebutku sebagai pelacur itu. Dan akhirnya aku hanya mampu diam, sambil terus merutuki diri sendiri dan semua keadaan ini. Dan lagi-lagi, saat itu aku hanya mampu menyalahkan Tuhan, kenapa Dia hanya diam dan membiarkanku sendirian, di saat aku betul-betul sedang membutuhkan pertolonganNya?

Tujuh tahun telah berlalu, setelah kata-kata pelacur itu terucap dari bibir lelaki yang sudah memberikanku dua buah hati itu. Tapi kebencian di dalam hatiku ini telah berubah seperti  api dalam sekam. Dan api kebencian itu perlahan-lahan mulai membakar hati dan pikiranku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun