Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belanja Batik Lebaran dengan Honor Kompasiana Freez

30 Juli 2013   12:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:50 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran sebentar lagi, berbagai persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri pun semakin gencar dilakukan banyak orang. Mulai dari menentukan waktu pulang kampung, menyiapkan rencana selama mudik, menukar uang dengan pecahan kecil yang baru hingga berbelanja berbagai “kebutuhan” khas Lebaran.

Meski bukan sebuah keharusan, belanja kebutuhan sudah menjadi kebiasaan banyak orang Indonesia menjelang Lebaran. Berbagai jenis barang seperti bingkisan, bahan makanan, kue lebaran hingga pakaian baru adalah “kebutuhan” khas yang selalu berhasil “menyuruh” orang berbondong-bondong menuju pusat perbelanjaan.

Tapi banyak juga yang tak terlalu memikirkan persiapan lebaran seperti di atas. Termasuk saya yang sudah beberapa tahun terakhir meninggalkan “tradisi” pakaian baru untuk lebaran. Alasannya sederhana karena membeli pakaian baru tak harus saat lebaran. Tak seperti saat masih kecil ketika silaturahmi atau temu keluarga besar pakaian baru menjadi identitas yang ditonjolkan, maka ketika sudah besar dan dewasa, hal-hal seperti itu tak penting lagi.

Khusus tahun ini alasan berhemat menjadi hal utama yang membuat saya tak berencana berbelanja keperluan lebaran. Ada sebuah seminar internasional selama yang akan saya ikuti 2 pekan jelang lebaran dilanjutkan ekspedisi taman nasional beberapa hari setelahnya, membuat tabungan akan banyak terkuras. Oleh karena itu semenjak jauh-jauh hari belanja kebutuhan lebaran saya coret dari rencana pengeluaran meski mudik tetap akan dilakukan.

Pasar Beringharjo di Jalan Ahmad Yani, Kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Namun sebuah rezeki datang. Belanja pakaian baru muncul lagi di rencana persiapan jelang lebaran. Adalah honor kompasiana frezz yang tiba-tiba teringat kembali. Saya hampir lupa jika 3 pekan yang lalu sebuah artikel saya muncul di lembar kompasiana frezz #102 harian kompas, 10 Juli 2013. Itu adalah freez keempat saya di harian kompas dan saat itu saya baru mengetahui besaran honor untuk artikel kompasiana freez yang dimuat. Menurut saya jumlahnya  cukup untuk membeli sedikit oleh-oleh buat orang tua. Akhirnya belanja kebutuhan lebaran bisa saya lakukan tanpa mengganggu anggaran untuk seminar dan ekspedisi.

Perburuan oleh-oleh pun dimulai. Minggu, 28 Juli 2013, lewat siang hari Malioboro dipadati ribuan kendaraan. Nyaris tak ada lagi tempat parkir untuk motor dan mobil. Saya harus memutar 2 kali sampai akhirnya menemukan tempat parkir itupun dengan tarif yang secara sepihak dinaikkan 2 kali lipat oleh petugas. Beberapa petugas parkir Malioboro memang dikenal nakal saat musim liburan dan puncak-puncak persiapan hari raya seperti saat ini.

Setelah memarkir kendaraan, berjalan melalui trotoar Malioboro menjadi perjuangan berikutnya. Hampir 90% trotoar Malioboro disulap menjadi tempat parkir sementara selasar pertokoan terlanjur menjadi tempat lapak para pedagang. Ratusan bahkan ribuan pengunjung Malioboro mau tak mau berjalan berdesakkan di antara ruang-ruang sempit yang tersisa.

Pasar Beringharjo adalah tempat yang saya tuju. Pasar yang sudah beroperasi sejak tahun 1758 dan dibangun secara permanen pada tahun 1925 ini dikenal sebagai pasar tradisional kelas 1 yang memiliki pelayanan skala nasional. Pasar Beringharjo juga menjadi salah satu destinasi utama di Yogyakarta.

Pasar Beringharjo yang terdiri dari dua lantai, terbagi menjadi beberapa blok dalam dua sayap menyediakan banyak kebutuhan mulai dari jajajan pasar, kuliner khas, cenderamata, benda-benda kuno dan tentu saja yang terkenal adalah batik, baik yang berupa lembaran kain maupun pakaian jadi.

Berbekal nasihat dan tips dari teman-teman, sayap memulai perburuan pakaian batik di Pasar Beringharjo dengan modal honor kompasiana freez.

1375160865231089827
1375160865231089827

Pasar Beringharjo Yogyakarta semakin ramai di pekan terakhir Ramadhan menjelang Lebaran.

Salah satu tips umum yang dikenal jika berbelanja batik di Pasar Beringharjo adalah menawar 50% dari harga yang ditawarkan penjual. Misalnya jika pakaian batik ditawarkan dengan harga Rp. 100.000 kita perlu menawarnya Rp. 50.000. Namun bagi beberapa orang menawar setega itu rasanya menyakitkan. Untuk itu jika segan dan tak enak hati menawar terlalu dalam, tambahkan saja Rp.5.000-10.000. Dengan harga Rp.55.000-60.000 batik yang ditawarkan tersebut sering dengan mudah didapatkan.

Harga pakaian batik atau yang bercorak batik di Pasar Beringharjo ditawarkan mulai dari harga Rp. 30.000 hingga ratusan ribu tergantung jenis batik, bahan dan motif atau coraknya. Namun untuk harga Rp. 30.000 tak banyak penjual yang melepasnya dengan harga lebih murah. Seolah sudah menjadi konsensus para penjual jika harga tersebut adalah harga terendah kecuali jika kita membelinya dalam jumlah lebih dari 3 potong.

1375160946826438705
1375160946826438705

Jalan di antara kios yang sempit membawa sensasi tersendiri ketika berbelanja dan menawar batik di Pasar Beringharjo.

Memasuki pintu utama Pasar Beringharjo saya sudah harus berjuang melangkahkan kaki di antara sekian banyak pengunjung. Sedikit luang baru terasa di bagian dalam namun kembali sesak saat harus melangkah menyusuri puluhan los pedagang batik. Lebar jalan yang tak lebih dari 1 meter membuat proses tawar menawar menghadirkan seni dan sensasi tersediri karena kita akan sering “diinterupsi” oleh pengunjung lain yang mencoba lewat.

Satu jam pertama sebuah pakaian dan kemeja batik sudah saya dapatkan sebagai oleh-oleh untuk Bapak dan Ibu. Perjuangan mendapatkan keduanya ternyata tidak terlalu sulit dan membuat saya terkesan karena dengan sekali tawar pakaian-pakaian itu segera berpindah tangan ke saya. Saya menawar kedua pakaian itu dengan harga 40% lebih rendah dari yang ditawarkan penjual.

Setelah pakaian untuk orang tua didapat, perburuan berikutnya adalah pakaian untuk keponakan saya yang akan berusia 2 tahun pada 1 Agustus mendatang. Tak banyak pilihan pakaian batik atau yang bercorak batik untuk balita. Pilihan saya akhirnya jatuh kepada 1 setel kaus dan celana bercorak Jogja. Meski pilihannya tidak banyak, namun menawar pakaian balita ini ternyata sedikit lebih susah. Saya memberanikan diri menawar separuh harga dan ternyata tak berhasil. Setelah menawar beberapa kali tambahan Rp. 5000 akhirnya bisa melunakkan hati sang penjual. Prosesnya pun menarik karena ketika saya hendak pergi, sang penjual memanggil: “ya sudah mas, boleh”. Momen ini sangat khas pasar tradisional tapi ini untuk pertama kalinya saya alami di Pasar Beringharjo.

Satu jam lebih mengitari beberapa los saya semakin menikmati perburuan di Pasar Beringharjo. Kini saya mencari pakaian baru untuk diri sendiri. Sebagai penggemar kemeja, saya menyukai pakaian batik berlengan panjang. Namun di Pasar Beringharjo tak mudah menjumpai kemeja batik lengan panjang kecuali hasil print berbahan semi sutra. Jenis bahan ini tidak saya sukai.

1375161084123202064
1375161084123202064

13751611391977932308
13751611391977932308

Tips umum berbelanja batik di Pasar Beringharjo adalah pintar dan tega menawar

Di sebuah los di bagian selatan mata saya terpaku pada sebuah kemeja batik lengan pendek dengan corak yang unik namun simple. Saya menyenangi kemeja batik berlatar warna gelap seperti hitam, biru dongker atau coklat tua. Tapi saya kurang menyukai motif dan corak yang berulang karena terkesan kaku. Sebaliknya saya menyenangi batik dengan motif dinamis seperti bunga, mega mendung atau corak lainnya yang berwarna kontras dengan latarnya tapi tetap sederhana.

Dari beberapa kemeja yang saya ambil untuk dipaskan, pilihan mengerucut pada dua bentuk motif antara warna biru atau ungu. Akhirnya kemeja batik berlatar hitam dengan corak berwarna ungu dan sedikit coklat jadi pilihan saya. Proses tawar menawar pun dimulai. Tak enak hati menawar separuh harga akhirnya saya menawar 50% plus Rp. 5.000. Setelah memilih ukuran yang pas, kemeja itupun menjadi milik saya.

Perburuan saya teruskan. Kemeja batik lengan panjang masih menjadi buruan utama. Kini saya memasuki beberapa los di bagian utara. Melewati beberapa los dan kios, para penjual tak henti menawarkan aneka kemeja. Caranya pun seragam yakni bertanya “sini mas, mau cari apa?. Kemeja, gamis, sarimbit juga ada”. Atau “sini mas, lihat-lihat dulu nggak papa”.

Mampir ke beberapa kios beberapa kemeja cukup menarik perhatian tapi belum cukup untuk membuat saya memutuskan membeli. Di beberapa kios bahkan tidak ada kemeja batik lengan panjang. Beberapa kios ada yang menyediakan namun dari bahan semi sutra yang tidak saya suka. Sepertinya tak banyak kemeja batik berbahan katun, berlengan panjang dengan motif cap atau tulis di Pasar Beringharjo. Jikapun ada hanya sedikit penjual yang menyediakan. Mungkin karena harganya yang rata-rata lebih mahal sementara Pasar Beringharjo banyak dikunjungi oleh calon pembeli yang gemar menawar. Sebaliknya kemeja batik lengan panjang berbahan katun  akan mudah dijumpai di beberapa outlet Batik seperti Mirota Batik atau rumah-rumah batik yang banyak dijumpai di sepanjang Malioboro. Tapi tawar menawar tak berlaku di tempat-tempat tersebut.

13751613581406688145
13751613581406688145

13751614081469323347
13751614081469323347

Tiga kemeja batik yang saya beli di Pasar Beringharjo, 28 Juli 2013 yang lalu.

Mendekati pukul 3 sore, di sebuah kios langkah saya akhirnya terhenti. Beberapa kemeja lengan panjang dengan latar warna tua menarik perhatian. Setelah menyentuhnya saya tahu bahannya dari katun. Beberapa corak tersedia meski pilihannya tak sebanyak kemeja lengan pendek. Kepada penjual saya pun menanyakan harga. Dugaan saya pun benar, harganya Rp. 135.000, cukup mahal untuk rata-rata kemeja batik di Pasar Beringharjo. Tapi coraknya yang simple dengan warna latar yang gelap memang terlihat cukup elegan. Sayapun mengambilnya untuk dipaskan dengan badan. Kurang puas saya meminta model yang serupa untuk dibandingkan. Akhirnya pilihan hati jatuh kembali kepada pandangan pertama, kemeja lengan panjang dengan warna latar coklat tua.

Sang penjual sepertinya tahu saya sudah jatuh cinta kepada kemeja itu. Hal ini membuat tawar menawar berlangsung lama dan penjual kekeuh pada harga kompromi yang ditawarkannya. Untuk beberapa saat saya berfikir untuk pergi dan melepaskan kemeja batik itu. Ada keinginan untuk melintas ke seberang menuju Mirota Batik. Tapi belum tentu batik seperti ini ada di Mirota Batik, jikapun ada harganya bisa jadi lebih mahal dari kemungkinan yang bisa saya tawar di sini.

Akhirnya saya mengajukan sebuah harga baru yang ditanggapi oleh sang penjual : “dereng angsal mas, tambah 5.000 monggo” yang artinya “belum boleh mas, tambah 5000 silakan”. Okay, enggan menunggu lebih lama, kemeja batik itu saya bungkus!.

13751614971188850346
13751614971188850346

5 item hasil belanja pakaian Lebaran di Pasar Beringharjo menggunakan honor Kompasiana freez #102

Perburuan selama 2,5 jam di Pasar Beringharjo saya akhiri. Sedikit senyum mengantar saya keluar meninggalkan Pasar Beringharjo dengan 3 potong kemeja batik, 1 setel pakaian balita dan 1 buah pakaian untuk Ibu. Semua itu saya tukar dengan Rp. 200.000 yang diambil dari honor kompasiana freez #102. Sisanya mungkin esok akan saya bawa ke dapur Bakpia Patuk.

1375168050357969321
1375168050357969321

13751616251892358098
13751616251892358098

Sebuah belanja yang seru di Pasar Beringharjo. Terima kasih kompasiana dan kompasiana freez untuk honornya yang kini sudah berubah menjadi kemeja batik lebaran yang cantik.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun