Kemudian di tempat lain seorang pelajar ditembak. Tak cukup hanya dengan menembak, atasan-atasan yang lebih berpangkat membela diri dengan jalan memfitnah korban yang telah jadi jenazah. Pelajar yang telah dikubur itu dituduh layaknya pembuat onar yang hendak tawuran.
Dan semalam, seorang pencari nafkah dan tulang punggung keluarga yang setiap rupiahnya dipotong pajak untuk membayar fasilitas aparat, gugur dilindas mobil aparat.Â
Bagi mereka, tercabutnya satu nyawa barangkali tidak dirasakan sebagai dosa yang terlalu berat. Ratusan jiwa di dalam stadion saja bisa dilangkahi, apalagi hanya melindas seorang.
Affan telah gugur, tapi ia tidak mati. Mulai hari ini Affan hidup sebagai ingatan kolektif kita semua tentang bagaimana negara menindas warganya dan bagaimana aparat melindas nyawa rakyat.
Dalam perjalanannya menuju sang pencipta, Affan juga telah memberi tahu kita betapa spanduk-spanduk di kantor dan pos aparat itu isinya kebohongan. Tiga kata itu bukan hanya lucu, tapi juga hoax.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI