Walau demikian, pemblokiran yang telah berlangsung tetap tidak mengubah fakta tentang kegagalan menempatkan prioritas kebijakan. Sebab selama ini Kominfo belum maksimal membersihkan ruang digital dari judi online, pornografi, hingga propaganda cenderung masih bebas.
Seolah mengalihkan perhatian masyarakat dari kegagalan menangani perjudian, pornografi, dan ujaran kebencian di ruang digital, Kominfo menjadikan kebijakan PSE sebagai sasaran lain.
Ini juga mengingatkan kita pada manuver Komisi Penyiaran Indonesia yang gagal melakukan pengawasan dan pembinaan siaran TV, lalu berusaha mencari panggung lain dengan berencana mengawasi youtube.
Hal yang lebih memprihatinkan dari pemblokiran platform gaming ialah bahwa visi dan misi Presiden Jokowi belum sepenuhnya dipahami oleh menteri pembantunya. Bahkan, mungkin tidak sungguh-sungguh didukung dengan baik.
Mungkin Menkominfo tidak mengetahui kalau Liga E-sports Nasional akan dimulai pada Agustus 2022. Kemungkinan juga Bapak Menteri tidak tahu kalau sebentar lagi akan bergulir Piala Presiden Esports. Dianggapnya itu Piala Presiden untuk cabang sepakbola yang sudah selesai ditandingkan.
Piala Dunia Esports yang akan digelar pada Desember 2022 setelah  puncak G20 mungkin juga tidak dipahami oleh Menteri Komunikasi dan Informatika. Dianggapnya itu adalah Piala Dunia cabang sepakbola yang menjadi urusan Menpora.
Agaknya salinan pidato dan program Presiden tentang pengembangan ekosistem digital belum sempat dibaca oleh pembantunya.
Apakah Presiden Jokowi harus meminta izin  kepada anak buahnya sendiri sebelum bisa menggelar Piala Presiden dan Piala Dunia E-sports?
Semoga tidak begini nasib Presiden Jokowi.