Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akankah Beli Minyak Goreng dan Tempe Wajib Pakai BPJS Kesehatan?

23 Februari 2022   08:24 Diperbarui: 24 Februari 2022   08:27 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartu sakti andalan Indonesia (dok.pribadi).

"Fotokopi kartu BPJS, kartu keluarga, dan kartu-kartu lainnya adalah mata uang paling berharga di Indonesia sekarang"

Masalah kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng di Indonesia belum tertangani hingga sekarang. Meski dana triliunan rupiah telah digelontorkan untuk menggenjot produksi dan distribusi minyak goreng murah, faktanya masyarakat masih kesulitan mendapatkannya. Baik di ritel modern, maupun di pasar tradisional.

Bahkan, kelangkaan semakin parah dengan menghilangnya berbagai merek terkenal. Sebagai gantinya muncul banyak merek minyak goreng dengan nama yang unik dan asing. Saat hendak membeli minyak goreng secara daring untuk dikirimkan ke alamat orang tua di kampung beberapa waktu lalu, saya menemukan merk-merk seperti "Masku", "Hemart", "Delima", "Multimas", "Siip", dan "Jujur". Sebelumnya saya tak pernah melihat nama-nama itu eksis di etalase supermarket.

Walau demikian saya tetap membelinya. Sebab ibu di kampung halaman bercerita kalau warung langganannya tiba-tiba berhenti menjual lagi minyak goreng. Padahal beberapa hari sebelumnya ia melihat toko itu masih menjual banyak stok minyak goreng seharga Rp41.000 per 2 liter. Ibu menduga sang penjual sengaja menyimpan stok minyak goreng untuk dijual lagi menjelang Ramadan.

Entah apa yang salah dengan keadaan ini. Bahan baku minyak goreng melimpah ruah dan ditanam langsung di bumi Indonesia. Bahkan, lahannya terus meluas sampai membabat hutan. Namun, seliter minyak goreng baru bisa didapatkan oleh masyarakat dengan cara berebutan dan berdesakan.

Perintah Presiden Jokowi kepada Menteri Perdagangan gagal dilaksanakan oleh pembantunya. Minyak goreng tetap menjadi barang langka setelah berbulan-bulan melonjak harganya. Saat tersedia stoknya di ritel modern, pembeliannya pun dibatasi. Akibatnya masyarakat harus berebut paling cepat untuk mendapatkannya. Sebab jika kehabisan hari ini, belum tentu esok akan tersedia kembali.

Sidak para pejabat ke berbagai pasar dan toko serasa gimmick semata. Operasi pasar tak memberikan efek. Sebab setelah minyak goreng yang didapat dari operasi pasar itu habis digunakan, masyarakat kembali dihadapkan pada masalah yang sama.

Bukannya semakin mudah mendapatkan minyak goreng dengan harga murah, masyarakat kini justru dibebani syarat-syarat lucu. Di beberapa tempat pembeli yang sudah mendapatkan minyak goreng seharga Rp14.000 per liter diberi tanda jarinya dengan tinta seperti tanda pasca mencoblos saat pemilu. Sementara di tempat lain pembelian minyak goreng dengan harga subsidi wajib melampirkan fotokopi Kartu Keluarga dan sertifikat vaksin Covid-19.

Aneh tapi nyata. Minyak goreng telah mengubah masyarakat Indonesia menjadi manusia yang selalu menenteng lembaran kertas dan kartu ke manapun pergi.

Sekarang punya uang saja belum cukup untuk mendapatkan kebutuhan pokok. Besaran nilai uang belum memastikan seseorang bisa berbelanja. Fotokopi kartu keluarga dan kartu-kartu lainnya adalah mata uang paling penting saat ini di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun