Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akankah Beli Minyak Goreng dan Tempe Wajib Pakai BPJS Kesehatan?

23 Februari 2022   08:24 Diperbarui: 24 Februari 2022   08:27 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartu sakti andalan Indonesia (dok.pribadi).

Belum selesai masalah minyak goreng, persoalan tempe dan tahu menyusul. Kelangkaan kedelai memaksa produsen tempe dan tahu mogok produksi. Bukan keinginan mereka melakukan mogok, tapi keadaan yang memaksa untuk berhenti sementara. Untuk kesekian kalinya, masyarakat Indoensia harus bersiap dengan kisah "gorengan tempe setipis kartu ATM", "tahu dan tempe mahal", dan seterusnya.

Sungguh ironi yang memprihatinkan. Apalagi pada saat bersamaan Indonesia berencana mengusulkan tempe sebagai warisan budaya kepada UNESCO.

Pantaskah Indonesia menyebut tempe sebagai "warisan dunia" sementara di dalam negeri persoalan tempe selalu menjadi "warisan masalah"?

Mungkin pada saatnya nanti membeli tempe juga akan sama caranya dengan mengantre minyak goreng. Untuk bisa menikmati tempe goreng, masyarakat harus antre dan berebutan. Uang pembayaraannya harus dibungkus dengan fotokopi Kartu Keluarga dan sertifikat vaksin Covid-19. Lalu di kasir setiap pembeli tempe mencelupkan jarinya ke tinta.

Kita mungkin juga perlu bersiap untuk menerima kenyataan jika suatu saat kartu BPJS harus sering kita keluarkan dari dompet saat bertransaksi apapun, termasuk membeli minyak goreng.

Ketika minyak goreng kembali langka dan terus menghilang, mungkin syarat Kartu Keluarga dan sertifikat vaksin tak lagi cukup. Setiap pembeli butuh kartu sakti lainnya. Meniru syarat mengurus SIM, STNK dan jual beli tanah yang mewajibkan melampirkan fotokopi kartu BPJS Kesehatan.


Kalau hendak demikian caranya, Indonesia sebaiknya menempuh terobosan berikut.

Pertama, meluncurkan kartu hibrid "all in one". Yakni, satu kartu yang menggabungkan data Kartu Keluarga, BPJS Kesehatan, KTP, SIM, dan kartu debit bank. Dengan demikian saat membeli minyak goreng kita cukup menggesekkan kartu BPJS Kesehatan ke mesin EDC.

Kedua, menggabungkan kantor Samsat, Dukcapil, BPJS Kesehatan, dan pabrik minyak goreng dalam satu gedung. Agar masyarakat yang hendak mengurus perpanjangan SIM dan STNK bisa sekaligus melakukan validasi Kartu Keluarga dan BPJS Kesehatan, kemudian langsung membeli minyak goreng tanpa harus antre di supermarket dan minimarket.

Kantor Menteri Perdagangan juga sebaiknya digabungkan dengan gudang kedelai serta pabrik tempe. Agar kita tak kalah cepat dengan para peternak babi dari Tiongkok yang konon memborong kedelai dunia untuk pakan ternak.

Ketiga, meluncurkan program "Satu Rumah, Satu Mesin Fotokopi". Untuk melestarikan budaya fotokopi yang sudah mengakar di Indonesia, inilah momentum memasyarakatkan mesin fotokopi agar tak punah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun