Maka dari itu menyalahkan sistem sebagai penyebab seseorang korupsi sama halnya mengandaikan bahwa manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Ini sama artinya kita mengatakan bahwa korupsi bukanlah dosa yang ditimbulkan langsung oleh manusia, melainkan manusia hanya jadi korban dari lingkungan yang bobrok.
Benar memang sistem birokrasi dan politik kita begitu buruk. Namun, sistem itu bukan tidak bisa ditangani. Lagipula sistem adalah buatan manusia.
Bahkan, sebuah sistem pada dasarnya bukan sekadar produk buatan manusia. Melainkan agregat dari perilaku dan pola pikir manusia. Dengan demikian istem bukan sesuatu yang statis. Ia sangat sangat bisa diubah dan diperbaiki.
Sayangnya, kemalasan kita menempuh solusi banjir telah ditiru ke dalam cara kita memandang korupsi. Kita tidak pernah sungguh-sungguh membereskan sistem yang buruk itu. Bahkan patut dicurigai para pejabat yang awalnya ingin membenahi sistem, justru berubah pikiran saat mengetahui sistem yang buruk itu bisa dimanfaatkan.
Daripada repot dan berisiko membenahi sistem, lebih baik mencoba peruntungan di dalamnya. Kalau dapat banyak uang maka itu keberuntungan besar. Tapi kalau ketahuan dan ditangkap, tidak terlalu rugi. Sebab orang-orang pasti akan menganggap bahwa sistemnya yang salah.
Tentu siapapun yang ditangkap oleh KPK dan disangka korupsi belum benar-benar terbukti bersalah sampai kemudian hakim memutuskan. Namun, tidakkah kita merasa geli dengan sikap para tokoh yang berusaha membangkitkan romantisme Gubernur Sulawesi Selatan sebagai "Mutiara dari Timur", "Calon bintang kepemimpinan nasional", "Peraih Penghargaan Antikorupsi", dan seterusnya. Bersama dengan sederet julukan itu, mereka menyalahkan sistem yang buruk dan menganggap sang gubernur telah menjadi korban dari sistem tersebut.
Kalau orang yang melakukan korupsi kita anggap sebagai orang yang beprestasi, berkedudukan terhormat, berpendidikan tinggi, bergelar haji, dan seterusnya, maka kita anggap korupsi adalah kesalahan sistem. Tapi kalau seorang terpaksa mencuri beras dan jagung karena kelaparan, akan dihakimi sebagai maling tak bermoral.
Sikap naif kita yang seperti demikian akhirnya membuahkan kutukan korupsi yang semakin luas, liar dan sulit diberantas. Sebab mudahnya kita menyalahkan sistem membuat para koruptor nyaman dan tak merasa punya dosa. Melakukan korupsi di Indonesia ternyata tidak dianggap sebagai dosa manusia, melainkan dosa sistem. Ternyata menjadi koruptor di Indonesia ada banyak yang membela.
Buktinya sudah sering kita temui mantan koruptor mendapat banyak dukungan dalam kontes politik. Bahkan, mereka yang sedang terjerat kasus korupsi pun masih bisa menang dan dipilih oleh banyak orang. Saat ada koruptor tertangkap, kita malah membesarkan hatinya dengan mengatakan "ia orang yang baik, tidak mungkin korupsi".
Pokoknya manusia tidak pernah salah. Hutan gundul bukan salah manusia. Korupsi juga bukan dosa hasil perbuatan manusia. Yang salah kalau tidak cuaca, ya sistem.
Itulah kita, manusia dengan segala kepongahan dan ketidakmaluannya.