Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jalan Kaki Menjelajahi Malang, Ternyata Asyik Juga!

8 November 2018   18:43 Diperbarui: 8 November 2018   18:52 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pecel yang nikmat buatan Bu Sri di Pasar Klojen (dok. pri).

Hutan Kota Malabar (dok. pri).
Hutan Kota Malabar (dok. pri).
Dari Pasar Oro-oro Dowo saya lalu melangkah ke Hutan Kota Malabar. Hutan ini menarik dan menjadi alternatif tempat wisata bagi warga Malang. Di dalam area hutan saya mengambil waktu untuk bersantai sambil menghirup oksigen dihembuskan oleh pepohonan di sana.

Terus Berjalan Kaki

Kini saya tiba di Jalan Besar Ijen atau Idjen Boulevard yang membentang cukup panjang dan lebar. Kawasan ini adalah cikal bakal Kota Malang. Jejak sejarahnya bisa ditelusuri lewat bangunan-bangunan lawas di sekitarnya. Sejumlah bangunan memang sudah berubah bentuk dan fungsinya, tapi masih ada beberapa yang bisa disimak fasad aslinya. Setiap hari Minggu car free day Kota Malang digelar di Jalan Besar Ijen. Banyaknya pohon, taman, dan trotoarnya yang bagus membuat kawasan ini nyaman untuk dijelajahi. 

Jalan Besar Ijen (dok. pri).
Jalan Besar Ijen (dok. pri).
Saksi bisu sejarah Kota Malang yang tersisa di Jalan Besar Ijen (dok. pri).
Saksi bisu sejarah Kota Malang yang tersisa di Jalan Besar Ijen (dok. pri).
Langkah kaki terus berlanjut mengantarkan saya ke Museum Musik Indonesia (MMI) yang berada Jalan Nusakambangan. Untuk mencapainya saya melewati kawasan Pasar Besar Kota Malang yang menjadi nadi perekonomian masyarakat Malang. Jalanannya sangat padat dan cenderung macet, khas kondisi pasar besar di Indonesia.

Meski harus berjalan jauh, tapi sebagai penggemar musik berada di Museum Musik Indonesia adalah sebuah keberuntungan. Apalagi, belum banyak orang yang tahu tentang keberadaan museum ini. Di dalam museum ada lebih dari 17 ribu koleksi piringan hitam, kaset, dan CD dari berbagai negara. Ada juga koleksi dokumen berupa foto, buku, dan majalah lawas terkait musik, seni, dan hiburan. Koleksi lainnya yang istimewa adalah kostum yang pernah digunakan grup legendaris Dara Puspita.

Museum Musik Indonesia (dok. pri).
Museum Musik Indonesia (dok. pri).
Kampung Wisata Jodipan (dok. pri).
Kampung Wisata Jodipan (dok. pri).
Kampung Wisata Jodipan jadi pemberhentian berikutnya. Saya tak perlu bercerita panjang tentang Jodipan karena banyak orang dan media telah menuturkan tentang tempat ini. Rumah-rumah penduduk dengan sapuan cat warna-warni, instalasi seni, dan gambar-gambar mural di tembok rumah warga adalah etalase utama Jodipan. Semua bentuk kreativitas tersebut membuat saya terkesan. Apalagi, saat itu sedang berlangsung pameran poster karya anak-anak muda sehingga suasananya bertambah meriah dan ceria.

Rasa enasaran terhadap Jodipan terjawab sudah, saya putuskan untuk menuju Alun-alun Kota Malang karena hari sudah beranjak sore. Namun, langkah saya sempat tertahan di Jalan Juanda manakala menjumpai sebuah lapak kaset bekas. Dari penjualnya bernama Pak Sumartono saya membeli sebuah album lawas KAHITNA. Meski koleksi karya KAHITNA semuanya sudah saya miliki, tapi ini istimewa karena saya dapatkan dari seorang yang sudah lebih dari 27 tahun berjualan kaset bekas.

Masjid Agung Malang dan Gereja Imanuel di Alun-alun Malang (dok. pri).
Masjid Agung Malang dan Gereja Imanuel di Alun-alun Malang (dok. pri).
Waktu bersantai di alun-alun saya gunakan untuk istirahat dan melemaskan otot kaki yang telah bekerja keras melangkah sejak pagi. Di tempat ini pula saya sempatkan menatap keagungan Masjid Jami dan Gereja Imanuel yang berdiri berdampingan. Sebuah harmoni yang menambah kesejukan Kota Malang.

Memburu Air Terjun

Hari kedua dimulai dengan sarapan di hotel tempat menginap. Setelah meninggalkan hotel, penjelajahan kembali dilanjutkan untuk memburu sebuah air terjun di kaki Gunung Kawi. Namanya Coban Glotak, berlokasi di Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk mencapai desa tersebut. Kali ini saya tak lagi berjalan kaki, melainkan menumpang sepeda motor sewaan. Barulah setelah mendekati lokasi saya harus berjalan lagi menempuh jalur treking yang lumayan melelahkan.

Coban Glotak di kaki Gunung Kawi (dok. pri).
Coban Glotak di kaki Gunung Kawi (dok. pri).
Coban Glotak (dok. pri).
Coban Glotak (dok. pri).
Meski untuk menemukan Coban Glotak tidak semudah dibayangkan, tapi pesonanya menakjubkan. Beberapa saat saya terdiam manakala memandang air meluncur deras dari ketinggian 80 meter. Di sekelilingnya tampak perbukitan, tebing, dan pepohonan yang rimbun dari kawasan hutan yang subur. Bentuk bentang alam seperti ini tidak hanya indah, tapi juga menggetarkan perasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun