Kian hari, rasanya kian sering saya memanfaatkan jasa transportasi online berbasis aplikasi. Entah itu Go-Jek, entah itu Grab. Baik layanan ojek sepeda motor, taksi, maupun pemesanan makanan.
Sejak pertama kali menggunakannya pada 2015, ada beberapa "pengalaman jalanan" yang saya alami dan rasakan saat menumpang ojek atau taksi online. Sebagian dari pengalaman itu menghadirkan perenungan atau kesan lainnya yang membekas di ingatan. Berikut ini adalah dua di antaranya.
Peristiwa yang pertama baru terjadi tiga hari yang lalu saat saya memesan GrabBike.
Tidak ada alasan khusus untuk menentukan apakah harus menggunakan Grab atau Go-Jek.
Kebetulan saat itu saldo GoPay saya tidak cukup, sementara saldo Ecash di aplikasi Grab masih lebih dari cukup. Dengan demikian menumpang Grab sore itu saya anggap lebih praktis.
Pengemudi Grab yang saya pesan tiba tidak terlalu lama. Dengan sepeda motor jenis matic, kami menempuh perjalanan.
Tapi belum lama melaju terjadi peristiwa yang lumayan membuat saya terkejut. Saat melintasi Jalan Persatuan kampus UGM, ponsel atau smartphone milik sang pengemudi tiba-tiba terjatuh.
Mengetahui hal itu saya spontan menepuk pundak pengemudi sambil berkata agak keras, "hapenya jatuh, Pak!".
Bukan tanpa sebab ponsel itu terjatuh dan terbanting. Polisi tidur yang melintang di Jalan Persatuan rupanya menghentak laju sepeda motor. Hentakan yang keras membuat smartphone yang semula tertempel di kaca speedometer terlepas dari perekat yang sepertinya sudah kehilangan daya rekatnya.
Setelah mengambil ponselnya yang jatuh, pengemudi Grab langsung memeriksanya. Untunglah smartphone tersebut masih bisa dihidupkan dan tetap berfungsi. Sekilas saya tidak melihat ada kerusakan fisik di bagian luar.
Meski reaksi pengemudi Grab itu terkesan biasa, tapi dari raut mukanya saya melihat ada sesal dan cemas. Hal yang wajar karena smartphone yang terjatuh, apalagi di jalan raya, sangat mungkin mengalami kerusakan berat atau bahkan hancur terlindas oleh kendaraan lainnya.