Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengungkap 7 Upaya Pembunuhan Presiden Sukarno

12 Maret 2018   08:30 Diperbarui: 12 Maret 2018   18:00 2336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sulit memungkiri bahwa Sukarno adalah ikon revolusi nasional Indonesia. Perjuangannya melawan kolonialisme bersamaan keteguhannya membangun fondasi kebangsaan Indonesia adalah pengorbanan yang tak ternilai sebagai pendiri bangsa. Ia juga tampil sebagai pemimpin besar yang disegani negara-negara lain. Salah satunya karena sikap dan gagasannya yang menonjol dalam mendorong kebangkitan bangsa-bangsa, terutama di kawasan Asia dan Afrika, untuk bersatu melepaskan diri dari penjajahan.

Walau untuk semua itu Sukarno berulang kali menghadapi ancaman maut di depan mata. Banyak pihak, baik dari dalam maupun luar Indonesia ingin menggagalkan cita-citanya menjadikan Indonesia sebagai negara besar "milik semua untuk semua". Pihak-pihak itu juga cemas dengan sepak terjang "Bung Besar" di kancah internasional yang mampu meraih simpati dari kekuatan dunia. Sedangkan di dalam negeri Sukarno mendapat dukungan besar dari rakyat.

Setidaknya ada 7 upaya pembunuhan yang secara nyata mengincar nyawa Sang Proklamator pada rentang masa 1955-1962. Melalui buku "Mengincar Bung Besar", upaya-upaya melenyapkan Sukarno dari jalannya sejarah diungkap.

***

Kesaksian mantan wakil direktur bidang perencanaan Central Intellegence Agency (CIA) Amerika Serikat mengungkap bahwa CIA pernah merencanakan pembunuhan Sukarno pada 1955. Rezim Sukarno yang dianggap mulai dekat dengan komunis menjadi latar pertimbangan untuk melenyapkannya. Rencana membunuh Sukarno dilakukan secara serius sampai dengan upaya menentukan eksekutor pembunuhan.

Rencana pembunuhan akhirnya tidak dilanjutkan. Namun, CIA terus berupaya merongrong pemerintahan Sukarno dengan melancarkan agenda-agenda lain. Salah satunya melalui jalur politik, yaitu mengalirkan dana kepada partai politik dan tokoh-tokoh pilitik di Indonesia yang berseberangan dengan Sukarno. Partai Masyumi disebut menerima 1 juta dollar AS dengan misi mengalahkan PNI pimpinan Sukarno dalam pemilu.

Selanjutnya, pada 30 November 1957, di depan Sekolah Rakyat Perguruan Cikini lima granat dilemparkan dari berbagai arah dengan sasaran Sukarno. Saat itu Sukarno hendak masuk ke dalam mobilnya. 

Sukarno selamat dari serangan itu setelah para pengawalnya menjadikan diri mereka sebagai tameng hidup bagi sang presiden. Tragedi tersebut menewaskan 10 orang serta melukai 100 orang lainnya.

Para pelaku pelempar granat berhasil ditangkap. Mereka adalah komplotan anggota Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang memiliki hubungan dengan DI/TII pimpinan Kartosoewirjo. DI/TII berhasil menyusup ke dalam organisasi GPII dan memanfaatkan sentimen antikomunis yang sebenarnya bertujuan menyingkirkan Sukarno sekaligus mendirikan Negara Islam Indonesia. Upaya pembunuhan ini di kemudian hari menjadi salah satu pertimbangan pemberian sanksi hukuman mati kepada Kartosoewirjo.

Upaya pembunuhan terhadap Sukarno dirancang oleh banyak pihak (dok. pri).
Upaya pembunuhan terhadap Sukarno dirancang oleh banyak pihak (dok. pri).
Selepas teror di Cikini, beberapa upaya pembunuhan terhadap Sukarno kembali terjadi di berbagai tempat. Di antaranya melalui serangan pesawat jet pada 9 Maret 1960. Pelakunya Daniel Maukar, seorang pilot cerdas yang berhasil dipengaruhi dan direkrut oleh kelompok Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).

Daniel menerbangkan jet MiG-17 dari lapangan terbang Kemayoran dengan misi menghancurkan tangki bahan bakar Tanjung Priok, Istana Bogor, Istana Merdeka. Ketiga tempat tersebut berhasil diserang. Berondongan peluru dari udara bahkan berhasil merusak bagian Istana Merdeka dan tepat mengenai tempat di mana Sukarno sering duduk. Akan tetapi, upaya pembunuhan terhadap Sukarno kembali gagal. Sang Presiden ternyata sedang berada di gedung lain berjarak 20 meter dari Istana Merdeka. 

Sukarno juga dibidik peluru saat sholat Idul Adha di halaman Istana Merdeka pada 14 Mei 1962. Para pelaku yang merupakan anggota DI/TII berhasil masuk dan berbaur dengan jamaah sholat sebelum melepaskan tembakan ke arah Sukarno pada rakaat kedua sholat.

Para pengawal yang mendeteksi serangan tersebut dengan cepat melindungi Sukarno. Dua orang pengawal, yaitu Soedarjat dan Soesilo tertembus peluru. Desingan peluru juga dirasakan oleh Jenderal A.H. Nasution yang berada di samping Sukarno. Sementara Sang Presiden kembali selamat.

Hasil pengusutan menunjukkan bahwa penembakan pada sholat Idul Adha adalah lanjutan dari perencanaan pembunuhan terhadap Sukarno pada sholat Idul Fitri sebelumnya yang gagal dilakukan. Kedua upaya pembunuhan saat sholat tersebut diotaki oleh Kartosoewirjo yang menghendaki Sukarno dilenyapkan karena menghalangi berdirinya Negara Islam. Insiden Idul Adha di Istana Merdeka tersebut kemudian mengilhami pembentukan resimen khusus Tjakrabirawa yang merupakan cikal bakal Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). 

***

Buku setebal 138 halaman ini sangat menarik sekaligus penting karena berangkat dari penelusuran, wawancara, napak tilas, serta investigasi terhadap bukti-bukti serta dokumentasi atas berbagai upaya pembunuhan  terhadap Sukarno. Fakta-fakta tentang Sukarno sendiri banyak ditutup selama orde baru. Oleh karena itu, meski sebagian isinya pernah diterbitkan di Majalah Historia, buku "Mengincar Bung Besar" tetap memiliki arti penting sebagai khasanah sejarah yang perlu diketahui masyarakat.

"Mengincar Bung Besar" berusaha membangkitkan kesadaran historis bangsa Indonesia terhadap seorang pemimpin besar yang memiliki keberanian dan keikhlasan luar biasa selama membangun dan memimpin Indonesia. Sukarno yang tak surut nyali menghadapi ancaman maut memiliki keyakinan diri dan kepasrahan yang tinggi kepada Tuhan. Ia berkata, "selama hidupku ada Kekuatan Maha Tinggi yang mengawal, memimpin, dan melindungiku" (hal.86). 

Buku ini membangkitkan kesadaran historis Bangsa Indonesia (dok. pri).
Buku ini membangkitkan kesadaran historis Bangsa Indonesia (dok. pri).
Meski isinya bercorak investigasi, buku ini mudah dicerna oleh siapapun, termasuk oleh pembaca yang awam tentang cerita-cerita sejarah, karena pola ceritanya yang naratif. Adanya informasi penting mengenai lokasi dan waktu kejadian, pelaku, foto-foto pendukung, wawancara dengan saksi sejarah, serta latar belakang peristiwa membuat kisah sejarah yang biasanya membutuhkan seperangkat imajinasi tinggi untuk dipahami, menjadi lebih menarik dan intim dalam buku ini. 

Membaca "Mengincar Bung Besar" bagai sebuah tur menjejak masa lalu menyaksikan peristiwa-peristiwa yang mengancam hidup Sukarno. Isi buku ini pun melengkapi episode, dokumentasi, dan pengungkapan dari narasi hidup Sukarno dan jejak pengabdiannya kepada negeri ini.

Pada gilirannya rentetan upaya melenyapkan Sukarno juga menjadi refleksi sekaligus pengingat bahwa ancaman terhadap pemimpin Indonesia akan selalu ada. Seperti halnya selalu ada pihak-pihak yang menghendaki Indonesia dengan bentuk yang lain, yang berbeda dengan cita-cita pendiri bangsa.

Resensi sebelumnya: Belajar Jadi Toleran dari Desa Kaloran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun