Mohon tunggu...
HUN FLOCKY
HUN FLOCKY Mohon Tunggu... Aktivis budaya Masyarakat Lembah baliem suku hubula

Menulis dan menyoroti pentingnya akar dan identitas budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filosofi, larangan memakai Kayu bekas Jembatan Masyarakat Adat hubula

2 Agustus 2025   22:35 Diperbarui: 5 Agustus 2025   07:53 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover artikel filosofi kayu jembatan, infografik (sumber hun flocky minggu,3,agust)

Sebagai kesimpulan akademik, bagian 7.1 bukan sekadar refleksi adat, melainkan wujud dari epistemologi benda berbasis nilai dan pengalaman, filsafat keberlanjutan yang peka terhadap siklus dan makna, etika penghormatan terhadap tugas dan akhir hidup sebuah benda, serta pengelolaan ruang dan waktu sebagai arena pemulihan spiritual. Ini merupakan manifestasi rasionalitas kultural yang mendalam, yang patut dipahami sebagai filosofi kehidupan lokal berbasis keberlanjutan dan penghormatan terhadap waktu.

7.2 Benda yang Diam, Tapi Menyimpan Kerja

Dalam budaya kami, benda tidak harus berbicara untuk menyampaikan makna. Kami percaya bahwa ada benda-benda yang diam, tapi menyimpan kerja yang panjang, berat, dan penuh arah. Kayu yang pernah menjadi jembatan adalah salah satunya. Ia tidak bicara tentang beban yang pernah ia pikul, tapi tubuhnya menyimpan lekuk langkah, panas pikiran, dan arah konflik manusia yang pernah melintas di atasnya.

Ketika benda menyimpan kerja, ia tidak bisa diperlakukan seperti baru. Ia telah berubah---bukan bentuknya, tapi maknanya. Maka dalam masyarakat kami, benda yang diam tidak diabaikan. Ia dikenali lewat kulitnya yang retak, warnanya yang pudar, dan aroma waktu yang tertinggal. Dan semua itu menunjukkan bahwa ia telah menjalani tugas yang tak bisa diulang begitu saja.

Kami tidak menghitung kerja benda lewat jam, tapi lewat bekas. Dan kayu bekas jembatan punya bekas yang tidak bisa dihapus. Ia bukan lagi kayu kosong. Ia adalah narasi. Maka larangan untuk membawanya ke kampung bukan karena ia jelek, tetapi karena kami tahu: benda yang diam juga bisa membawa arah. Dan arah yang sudah terlalu penuh tidak bisa dicampur dengan ruang yang sedang menata ulang langkahnya.

Kami menghargai benda bukan karena bentuknya, tapi karena kerja yang telah dijalani dengan diam.

Hun Flocky
Dari kampung yang bisa membaca luka dari benda, bukan dari suara

Kajian Akademis: Benda sebagai Entitas yang Menyimpan Jejak Sosial

Dalam kajian Igor Kopytoff dan Daniel Miller, benda tidak dipandang hanya sebagai objek fisik, tetapi sebagai entitas dengan biografi sosial. Kayu yang pernah menjadi jembatan dalam masyarakat Hubula telah "hidup" dalam konteks sosial sebagai tempat lalu lintas tubuh, pikiran, dan konflik. Kini ia menjadi "benda naratif" yang menyimpan bekas dan makna dari masa tugasnya. Larangan memanfaatkan ulang kayu tersebut mencerminkan bahwa benda dimaknai berdasarkan jejak dan konteks penggunaannya, bukan hanya bentuk dan fungsinya.

Dalam fenomenologi menurut Maurice Merleau-Ponty, benda diam tidak berarti hampa, tetapi mengandung pengalaman yang tersembunyi. Kayu yang tidak berbicara secara literal menyimpan "kerja" dalam bentuk retakan, warna, aroma waktu, dan lekuk langkah manusia. Ia mengkomunikasikan pengalaman lewat keheningan, yang lebih dalam daripada kata. Ini memperlihatkan bahwa masyarakat Hubula memiliki sensitivitas fenomenologis terhadap benda, dan membaca makna melalui kehadiran pasif yang penuh isi.

Menurut Alasdair MacIntyre, dalam tradisi dan komunitas etis, setiap tindakan memiliki nilai karena prosesnya, bukan hasil akhirnya. Dalam masyarakat Hubula, benda tidak diukur dari efisiensi atau kegunaan berulang, tetapi dari kerja yang telah dijalani secara senyap. Menghindari pemanfaatan ulang adalah bagian dari penghormatan terhadap kerja benda dan pemahaman bahwa makna tak selalu harus terlihat atau terdengar. Ini menunjukkan sikap etis yang sangat halus: benda yang diam tetap dihormati karena peran sejarahnya dalam jaringan pengalaman kolektif.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun