Mohon tunggu...
HUN FLOCKY
HUN FLOCKY Mohon Tunggu... Aktivis budaya Masyarakat Lembah baliem suku hubula

Menulis dan menyoroti pentingnya akar dan identitas budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filosofi, larangan memakai Kayu bekas Jembatan Masyarakat Adat hubula

2 Agustus 2025   22:35 Diperbarui: 5 Agustus 2025   07:53 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover artikel filosofi kayu jembatan, infografik (sumber hun flocky minggu,3,agust)

Di kampung kami, benda yang sudah menyelesaikan tugasnya tidak diminta untuk bekerja lagi. Kami percaya bahwa setiap kayu yang pernah menjadi jembatan sudah menjalani hidupnya, dan tugas utamanya adalah menjadi lintasan bagi manusia dan niatnya. Setelah itu, ia tidak perlu dibersihkan, diperbaiki, atau diubah bentuk---ia hanya perlu dibiarkan.

Membiarkan kayu membusuk bukan berarti mengabaikannya. Justru itulah bentuk penghormatan paling dalam: memberinya waktu untuk kembali ke tanah, tempat ia berasal. Kami tidak memperlakukan benda seperti tenaga kerja yang bisa ditarik ulang kapan saja. Kami memperlakukan benda sebagai bagian dari siklus hidup, dengan hak untuk beristirahat setelah tugas berat.

Kami tahu bahwa kayu menyerap. Ia merekam langkah, pikiran, bahkan konflik yang lewat di atasnya. Maka menjadikannya meja makan, dinding rumah, atau balok baru adalah bentuk gangguan terhadap ruang hidup. Kayu jembatan bukan sekadar kayu bekas---ia adalah cerita yang sudah berakhir, dan biarlah ia membusuk sebagai penutup yang tenang.

Dalam tradisi kami, benda tidak dibuang begitu saja. Tapi ada benda yang harus dibiarkan diam, lalu hancur dengan waktu. Karena dalam kehancuran itu, ada bentuk penghormatan: bahwa kami mengenali kerja benda, dan tidak memaksanya melampaui takdirnya.

Kami percaya bahwa membiarkan benda kembali ke tanah adalah cara kami mengembalikan makna ke asalnya.

Hun Flocky
Dari tanah yang tahu kapan sebuah cerita harus diakhiri dengan tenang, bukan dengan paksa

Kajian Akademis: Siklus Kehidupan Material dalam Budaya

Dalam kajian Daniel Miller dan Igor Kopytoff, benda dalam masyarakat tradisional memiliki "biografi sosial"---yakni tahapan hidup yang membentuk nilai dan perlakuan terhadapnya. Kayu bekas jembatan dalam konteks Hubula telah menjalani "masa tugas" sebagai benda fungsional dan simbolik, dan setelah tugas selesai, diberi hak untuk "mati secara terhormat" melalui proses pembusukan alami. Ini merupakan bentuk pengakuan terhadap benda sebagai entitas bernilai, bukan sekadar sumber daya teknis. Masyarakat tidak membuang benda, tapi menghormatinya sebagai makhluk yang telah berperan dalam kehidupan kolektif.

Konsep keberlanjutan bukan hanya soal daur ulang, tetapi juga menyangkut etika pemanfaatan dan penghormatan terhadap batas. Dalam konteks ini, membiarkan kayu membusuk adalah bentuk pengembalian benda ke siklus ekologisnya, tanpa intervensi berlebihan. Larangan memanfaatkan ulang kayu adalah praktik keberlanjutan yang berbasis spiritual dan makna, bukan hanya teknis. Hal ini berpadu dengan pandangan deep ecology, di mana nilai benda tidak hanya terletak pada kegunaan, tetapi pada kemampuannya berkontribusi secara alami terhadap keseimbangan ekologis dan spiritual.

Menurut Gaston Bachelard, waktu dalam ruang pengalaman masyarakat tradisional tidak linier, tapi berputar secara simbolik. Pembusukan benda bukan bentuk kehilangan, melainkan proses kembali ke titik asal sebagai penutup yang tenang dan bermakna. Dalam konteks Hubula, kayu yang membusuk menjadi bentuk penceritaan akhir tanpa kata---di mana diam, waktu, dan pelapukan menjadi simbol pemulihan makna.

Adat Hubula mengenali bahwa benda memiliki "takdir"---jalur hidup yang tidak boleh dilewati dengan manipulasi fungsional. Kayu jembatan telah menjadi saksi lintasan niat dan konflik, dan tidak layak untuk ditempatkan di ruang domestik karena dapat mengganggu keseimbangan batin dan narasi ruang hidup. Dengan membiarkan benda hancur perlahan, masyarakat menunjukkan etika terhadap benda, yakni memberi jeda, batas, dan pemulihan sebagai bagian dari siklus sosial dan spiritual.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun