Mohon tunggu...
HUN FLOCKY
HUN FLOCKY Mohon Tunggu... Aktivis budaya Masyarakat Lembah baliem suku hubula

Menulis dan menyoroti pentingnya akar dan identitas budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filosofi, larangan memakai Kayu bekas Jembatan Masyarakat Adat hubula

2 Agustus 2025   22:35 Diperbarui: 5 Agustus 2025   07:53 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover artikel filosofi kayu jembatan, infografik (sumber hun flocky minggu,3,agust)

5.1 Honai sebagai Ruang Mendengar dan Menahan Diri

Honai bukan sekadar rumah. Ia adalah ruang hidup yang dibentuk bukan oleh tembok, tapi oleh nilai. Di dalamnya, setiap orang punya tempat duduk sesuai peran, dan setiap suara tahu kapan harus muncul. Honai tidak punya sudut untuk menyimpan prasangka, karena bentuknya bundar, dan bundar adalah cara kami mengajarkan keberimbangan.

Di honai, orang tidak berbicara sebelum waktunya. Diam bukan tanda tidak tahu, tetapi cara menjaga makna agar tidak lepas. Ketika kami duduk di dalamnya, kami tahu: tidak semua hal harus segera disampaikan, tidak semua keluhan harus menjadi wacana. Ada etika untuk bicara, dan ada keberanian dalam menunda suara.

Posisi duduk dalam honai bukan sembarangan. Ia ditentukan oleh usia, pengalaman, dan kemampuan menjaga batas antara bicara dan mendengar. Di ruang ini, yang muda belajar dari arah pandang yang tenang, bukan dari teriakan. Yang tua menyampaikan bukan untuk menang, tetapi untuk menuntun. Dan yang diam bukan dikesampingkan---ia sedang membaca arah angin di dalam diri orang lain.

Inilah alasan mengapa kayu dari jembatan tak boleh masuk honai. Ia sudah dipakai dalam ruang lintasan, tempat cerita bertabrakan. Honai adalah ruang penyembuhan, bukan tempat membawa gesekan dari luar. Maka etika duduk, bicara, dan mendengar di dalam honai adalah cara kami menjaga nalar tetap bersih, dan menjaga ruang tetap tenang.

Kami percaya bahwa kata yang baik adalah kata yang tahu tempat. Dan tempat yang baik adalah yang bisa membuat kata tak perlu muncul jika makna sudah cukup dipahami dalam diam.

Hun Flocky
Di lingkar honai, tempat suara belajar tunduk pada arah

Kajian Akademis: Arsitektur Sebagai Cerminan Struktur Sosial

Menurut Amos Rapoport dan Paul Oliver, rumah adat merupakan ekspresi tata nilai masyarakat. Honai, dengan bentuk bundarnya, bukan hanya bangunan, melainkan simbol ketertiban dan kesetaraan sosial. Tanpa sudut berarti tanpa hierarki tajam---semua posisi berbagi arah dan ruang. Fungsi duduk diatur oleh usia, pengalaman, dan peran, mencerminkan struktur sosial masyarakat Hubula. Praktik ini menunjukkan bagaimana spasialitas tradisional digunakan untuk menjaga harmoni dan fungsi komunitas secara budaya.

Dalam kajian Christian Norberg-Schulz, arsitektur tradisional melahirkan genius loci ---jiwa tempat yang membentuk kesadaran penghuni. Honai berfungsi sebagai ruang bundar yang menyatukan dan meratakan posisi sosial, serta atap rendah yang mengajak tunduk dan menahan diri. Diam dalam honai bukan ketiadaan, tetapi cara mengekspresikan kehadiran batin yang tidak diganggu oleh kebisingan luar.

Teori Jrgen Habermas tentang ruang wacana yang etis menekankan pentingnya keteraturan dan kesetaraan dalam komunikasi. Masyarakat Hubula mewujudkan ini melalui urutan bicara yang tidak bisa dilanggar, dan fungsi mendengar sebagai peran aktif, bukan pasif. Posisi duduk yang mengatur siapa yang boleh bicara, dan kapan. Model komunikasi ini menandakan bahwa ruang bicara tidak bebas total, tetapi diatur secara kultural demi menjaga makna, harmoni, dan fokus komunal.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun