Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, bebas dan kuman dan bakteri. Makanan bergizi tidak harus mahal. Meski murah, jangan sampai menyebabkan bahaya saat dikonsumsi, menyebabkan keracunan misalnya.
Masih tentang Makan Bergizi Gratis, program andalan pemerintah untuk menghasilkan generasi emas 2045. Meski belum memberikan solusi tuntas atas ribuan kasus keracunan yang menimpa para murid, pemerintah terus melanjutkan program.
Salah satu rekan jemaat (sebut saja Ibu M) berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah negeri. Dia menginformasikan bahwa anggaran untuk MBG ini adalah Rp 8.000/porsi untuk anak SD-SMP, dan Rp 10.000/porsi untuk anak SMA. "Apa di lapangan juga sampai segitu anggarannya?" celetuk salah satu jemaat saat mengobrol.
Maka tak heran jika kualitas makanan yang diberikan kepada anak-anak bermutu rendah, bahkan menyebabkan keracunan. Kesaksian Ibu M, menu MBG yang diterima para murid di sekolahnya adalah ayam dengan kuah santan. Saat dicek, santannya sudah basi dan mengandung lendir. "Lha masaknya pasti dari pagi, masih panas ditutup, jadinya basi." Ibu M dengan fasih menjelaskan.
Daripada menghabiskan dana triliunan rupiah untuk membangun dapur MBG dadakan, dengan jumlah ribuan porsi yang harus disiapkan, dan berpotensi makanannya mengalami kerusakan; harusnya pemerintah membuat mekanisme yang lebih efisien. Penunjukkan kantin sekolah, misalnya.Â
Jika pengelola MBG adalah dari pihak sekolah, akan lebih mudah pengawasan dan pertanggungjawabannya. Seperti pernah dilakukan SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo yang memiliki dapur bergizi dan sudah beroperasi sejak 2015. Menunya bergizi, sistem prasmanan. Jadi murid bisa memilih dan mengambil menu sesuai selera. Keren sih!
Namun, artikel ini tidak ingin menyorot MBG. Aku ingin menjabarkan bahwa tanpa diberi MBG dari pemerintah, sejatinya masyarakat sudah bisa memberikan menu makanan bergizi untuk anak-anaknya.
Aku mau memberi kesaksian, menu bergizi bisa dibeli dengan harga di bawah Rp 10.000. Namun, ini konteksnya di Salatiga ya, kota kecil nan sejuk, harmonis, dan toleran.
Ada sebuah warteg di dekat sekolahku. Meski menempati kios kecil berukuran sekitar 6 x 2 meter, warteg ini memiliki menu yang lengkap. Dari sayuran, lauk, hingga kerupuk. Aku membeli oseng toge+tahu Rp 3.000, kentang balado Rp 2.000, kerupuk 2 Rp 2.000. Totalnya hanya Rp 7.000. Nasinya dimasakkan office boy di sekolah. Anggaplah jika aku membeli nasi 1/2 porsi Rp 3.000 dan 1 kerupuk Rp 1.000, totalnya masih di bawah Rp 10.000.