Ketika anak pertama kali masuk sekolah, banyak orang tua merasakan kombinasi rumit emosi --- antara bangga, tertantang, cemas, tapi juga takut.
Betapa tidak, anak yang selama ini hampir 24 jam tiap hari bersama orang tua, kini harus ke luar rumah. Selama di rumah, orang tua bisa langsung mengambil tindakan pada anak. Tapi, jika di sekolah, dengan teman baru, lingkungan serta suasana yang baru, bagaimana kalau terjadi apa-apa pada anak?
Berikut adalah beberapa hal yang paling sering ditakutkan oleh orang tua saat anaknya pertama kali masuk sekolah.
1. Anak Tidak Bisa Menyesuaikan Diri
Orang tua takut anaknya sulit beradaptasi dengan lingkungan baru, teman-teman baru, atau maupun guru. Cemas jika anak merasa takut, canggung, atau terasing jika tidak ada teman yang mau bermain dengannya.
2. Anak Menangis atau Tidak Mau Ditinggal
Banyak orang tua khawatir anak akan menangis, meronta, atau menolak berpisah, terutama di hari-hari awal sekolah. Jika tak mau ditinggal, terpaksa orang tua menunggu. Bahkan, anak tertentu tetap harus ditunggu orang tua saat awal masuk SD. Hm...
3. Anak Tidak Bisa Mandiri
Khawatir anak belum bisa melakukan hal-hal sendiri, seperti ke toilet, makan, atau memakai sepatu tanpa bantuan. Maka, penting sebenarnya, orang tua mengajarkan hal ini sejak dari rumah. Bukan di sekolah baru mulai.
4. Takut Anak Di-bully atau Tidak Punya Teman
Ada ketakutan sosial bahwa anak akan kesepian, diabaikan, atau menjadi korban perundungan. Apalagi jika anak bertemperamen melankolis. Sulit bersosialisasi, tidak tahan dengan ejeken kecil maupun candaan.
5. Kesehatan dan Keamanan
Orang tua takut anak sakit, jatuh, atau mengalami kecelakaan kecil di sekolah, terutama jika belum bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya. Jika kecelakaan di rumah, diketahui orang tua, lebih mudah untuk menanganinya. Maka, jangan over protective kepada anak. Enggan Memakai Seragam
Dalam kasus anakku, kami sudah sounding seminggu sebelumnya. Minggu depan sudah mulai sekolah untuk kelompok preschool, akan memakai seragam. Waktu menjahitkan seragam, kami juga mengajak anak supaya ia menikmati prosesnya. Beberapa hari kemudian seragamnya jadi. Niat hati, kami ingin menjajal seragam tersebut. Nyatanya, anak tidak mau memakai seragam. Bagaimana ini...?
Belum apa-apa pun, anak sudah tidak mau memakai seragam. Bagaimana mau mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)?
Hari masuk sekolah tiba. Setelah melakukan perundingan meja kotak, akhirnya anak kami mau berangkat ke sekolah. Ada satu anak teman (tetangga di rumah, teman guru pula) yang sepantaran dengan anak kami. Jadi, minimal anak kami sudah ada temannya.
Berangkat Susah, Pulang Susah
Dua hari pertama, mau dimandikan dan dipakaikan baju susah minta ampun. Di area sekolah banyak wahana bermain. Anak kami suka bermain di wahana ini. Pulangnya, ia juga susah. Asyik bermain terus. Sampai gurunya melaporkan, anak kami penghuni terakhir di kelas. Wah...
Banyak Kegiatan Menarik
Seperti kelompok bermain pada umumnya, harus banyak variasi kegiatan yang menarik. Bahkan sekitar 80% kegiatannya adalah bernyanyi, menari, dan bermain. Namanya juga masih anak-anak. Ditambah lagi, di sekolah anakku, guru-gurunya masih muda, kreatif dan enerjik. Tak ayal, anak-anak betah berada di sekolah, meski hanya sekitar dua jam.
Bisa Makan Sendiri
Semua potensi ketakutan di atas, terpatahkan dengan satu insiden. Suatu hari saat istirahat makan, anak kami memakan dengan lahap bekal yang disiapkan istriku. Makan sendiri, sampai habis. Wow!
Aku udan istri tertampar, namun bahagia. Ketakutan kami selama ini tidak terbukti. Justru, dengan memasukkan anak ke sekolah (kelompok bermain), dia bisa belajar banyak hal, salah satunya tentang kemandirian.
Dari momen anak pertama masuk sekolah ini, anak belajar, orang tua juga belajar. --KRAISWAN
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI