Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Anggaran Kemiskinan Rp500 Triliun Habis untuk Rapat dan Studi, Tamparan Keras untuk Pemerintahan Jokowi

1 Februari 2023   00:30 Diperbarui: 1 Februari 2023   00:32 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemiskinan di Indonesia | foto: tempo.co

Salah satu penghambat kemajuan sebuah negara adalah birokrasinya yang berbelit dan tidak tepat sasaran. Belum lama ini heboh berita anggaran kemiskinan di Indonesia sebesar Rp500 triliun (TRILIUN) habis hanya untuk rapat di hotel dan studi banding. Nominal ini bukan jumlah yang kecil, bukannya tidak sanggup untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

Lalu di mana salahnya?

Lho pemerintah Indonesia ini bagaimana, saat seluruh dunia terancam resesi ekonomi, ini anggaran super besar malah dihamburkan hanya untuk rapat dan studi banding.

Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas memberi klatifikasi terkait kabar ini. Dalam acara sosialisasi PermenPANRB No.1/2023 di Grand Sahid Raya, Jakarta Pusat (27/01/2023) Azwar Anas menyentil penggunaan anggaran kemiskinan di berbagai kementrian/ lembaga.

Menurutnya, anggaran sebesar ini tidak digunakan sesuai instruksi Presiden Jokowi. Melainkan terserap untuk kegiatan rapat dan bermacam studi banding. Kementrian dan lembaga dianggap sibuk dengan urusan masing-masing. Dasar payah.

Kejadian ini menuai komentar dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 28/01/2023. DPR akan memanggil KemenPAN-RB untuk meminta klarifikasi. DPR juga meminta Presiden Jokowi untuk segera bertindak. Seharusnya anggaran ratusan triliun itu harusnya bisa berdampak nyata bagi masyarakat.

Sehari kemudian, 29/01/2023, Anas menjelaskan duduk perkara anggaran kemiskinan Rp500 triliun ini. Bukannya semua habis untuk rapat dan studi banding, melainkan sebagian program (sebagian besar tentunya) kemiskinan belum berdampak optimal.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai, fenomena ini sudah menjadi budaya dan penyakit birokrasi di Indonesia. Menurutnya, di kementrian maupun lembaga banyak ditemukan program untuk memfasilitasi kinerja dengan dalih penyerapan anggaran. Fasilitasi kinerja, tapi tidak mendarat di masyarakat.

Di mana wujud revolusi mental yang menjadi slogan andalan Jokowi?

Lanjut Trubus, birokrasi di Indonesia memang budaya birokrasi korupsi. Mereka yang membuat program banyak yang tumpang tindih, tidak terarah, apalagi tepat sasaran.

Menurut data BPS, tingkat kemiskinan di Indonesia pada September 2022 adalah 9,57% (setara dengan 26,36 juta penduduk). Angka ini naik 0,03% dibandingkan Maret 2022.

Anggaran pengentasan kemiskinan memang banyak dijadikan program rutin. Terkesan mendukung rakyat kecil, namun berpotensi bermasalah karena tumpang tindih. Tujuan dan output-nya seperti apa, bentuk programnya seperti apa, serba tidak jelas.

Pengentasan kemiskinan di Indonesia memang rumit. Sehingga dana yang ada berpotensi korupsi, dan mal-administrasi. Banyak oknum ASN memanfaatkan berbagai kegiatan terkait pengentasan kemiskinan, sehingga program yang dibuat jauh dari target. Di sini terjadi penyalahgunaan wewenang.

Anas melanjutkan, setelah dipilah-pilah, ada sejumlah instansi, khususnya di daerah, yang program kemiskinannya belum berdampak optimal. Misalnya studi banding soal kemiskinan, lalu diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Itulah sebab dana Rp500 triliun ini habis untuk studi banding dan rapat.

Dalam sosialisasi kebijakan baru mengenai jabatan fungsional di hadapan kementrian/lembaga dan pemda, Anas menjelaskan tentang logical framework harus fokus. Jika tujuannya pengentasan kemiskinan misalnya, maka programnya adalah peningkatan daya beli masyarakat sehingga bisa meningkatkan akses terhadap pendidikan dna mengurangi beban pengeluaran warga menengah ke bawah.

Ada lembaga/pemda yang ingin mengurangi angka stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi. Program pembelian makanan bergizi untuk bayi malah tidak dianggarkan. Apa gunanya sosialisasi kalau masyarakat tidak mampu mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi?

Contoh lain, yakni program pelestarian sungai tapi kegiatannya di daerah seminar tentang revitalisasi sungai. Seminar tentu penting, tapi lebih berguna kalau dianggarakan pembelian bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai.

Penjelasan Anas tersebut di atas tentang logical framework yang menimbulkan persepsi bahwa anggaran kemiskinan tersedot semua untuk rapat dan studi banding. Apa pun penjelasaannya, tetap saja program rapat dan studi banding berjalan, sedang dampaknya tidak dirasakan oleh rakyat toh?

Semoga ada reformasi birokrasi yang nyata dari pemerintah kita agar angka kemiskinan terus berkurang. Seperti optimisme Wapres Ma'ruf Amin bahwa tingkat kemiskinan di tahun 2024 hanya sampai di 8%. --KRAISWAN 

Referensi: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun