Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beratnya Mengajari Anak Sopan Santun

18 Mei 2022   20:35 Diperbarui: 18 Mei 2022   20:38 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi murid yang harus diajari sopan santun | foto: cdnparenting.com via 99.co

Mana yang lebih penting, prestasi anak atau sopan santun? Bagiku, keduanya penting. Tapi, jika tidak bisa keduanya, aku memprioritaskan sopan santun.

Dulu, semasih mengajar murid SMP di Surabaya, oleh guru rohani kami, sebut saja Miss Nana, diharuskan mengajarkan sopan santun kepada murid. Contoh yang paling sepele adalah mengetuk pintu atau mengucapkan permisi sebelum masuk ruangan.

Sopan santun (politeness) adalah tindakan kita untuk menghormati orang lain, mematuhi aturan yang berlaku di masyarakat. Idealnya, laku sopan santun saat hendak masuk ruangan dicerminkan dengan mengetuk pintu terlebih dulu, atau mengucapkan permisi.

Pernah ada murid yang masuk ke ruangan Miss Nana tanpa mengetuk, main terobos, langsung nyerocos "Miss, aku..." "Eitss, Nak, kalau mau masuk ruangan, ketuk pintu dulu. Setelah dipersilahkan, baru masuk dan berbicara. Ayo, keluar dulu, ulangi." Murid SMP ini diminta mengulang sampai benar.

Untuk membentuk sebuah karakter harus dibiasakan, dilakukan berulang-ulang.

Pengalaman serupa Miss Nana dialami Bembi beberapa hari ini. Bulan Mei ini di sekolah tempat Bembi bekerja mewajibkan PTM 100%. Para murid kembali meramaikan lorong dan ruang-ruang kelas yang dua tahun ini lengang. Bembi menceritakan, ada murid yang menunjukkan perilaku tidak sopan.

Murid ini masuk ke ruang guru tanpa mengetuk pintu, tidak mengucapkan permisi. Langsung buka pintu, masuk dan meminta HP pada salah satu guru. Urakan. Rupanya murid ini adalah anak guru. Si guru berinteraksi langsung dengan si anak, tapi bungkam. Tak menginterupsi atau meluruskan perilakunya.

Dugaan Bembi, di rumah si anak tidak diajarkan sopan santun. Seharusnya anak dilatih untuk memposisikan diri. Tahu kapan memanggil ayah/ papa/ panggilan akrab lainnyanya (di rumah), dan kapan memanggil pak/ mister (di sekolah).

Tujuannya supaya tidak ada perlakuan khusus dan menghindari kesenjangan antar-murid. Mau anak guru atau bukan, berlaku peraturan yang sama. Tidak boleh ada pengecualian. Apalagi jika melanggar tata tertib, harus mendapat sanksi sesuai aturan yang berlaku, misalnya teguran.

Di sekolah, anak tidak hanya belajar ilmu pengetahuan, tapi juga tata tertib dan sopan santun. Di sekolah, terjadi proses mendidik karakter dan perilaku (selain tentu saja di rumah, oleh orang tua). Malu dong, kalau orang tuanya guru, tapi si anak tidak tahu sopan santun. Mana bisa digugu kalau begitu...

Kali kedua Bembi mendapati tindakan yang sama, oleh murid yang juga sama. Si murid asal masuk serasa di rumah sendiri, bedanya si guru tidak di tempat. Bembi sudah mengingatkan, "Excuse me..." Tidak direspons. Bersama Bembi, di ruangan ada tiga guru perempuan, juga mengingatkan si murid. Tapi ditanggapi setengah hati, "Mau ambil ini." (Sambil menunjukkan HP-nya)

Sebelum meninggalkan ruangan, teman-teman Bembi kembali mengingatkan, "What should you say?" "Bye!" Bembi menggelengkan kepala, terlampau heran. Teman-teman Bembi berdecak "kagum". Ini anak kalau di rumah apa tidak diajari sopan santun? Apakah mentang-mentang anak guru bisa semaunya?

Perilaku seperti ini jika dibiarkan bisa membuat anak manja dan tidak disiplin. Jika si anak melanggar tata tertib (misal terlambat, tidak mengumpulkan tugas) akan berlindung di balik ayahnya, "Ayahku kan guru!". Repot kan...

Mengajari sopan santun anak memang tidak mudah. Perlu kerja keras dan komitmen. Anak ini masih duduk di kelas 2 SD, masih kecil. Tapi justru sejak kecil harus diajarkan sopan santun. Jika tidak sekarang, kapan lagi?

Kita sering mengajarkan para murid tiga kata ajaib "Terima kasih, Maaf, Tolong". Kenapa ajaib? Karena jika kata sederhana itu diucapkan dengan tepat bisa menimbulkan keajaiban berupa kesenangan telinga yang mendengar. Menciptakan ketertiban dan situasi harmonis pada lingkungan. Sebaliknya, jika diabaikan membuat kita tidak nyaman, sebal dan jadi jengkel.

Anak mau sepandai apa pun, jika tidak punya sopan santun percuma. Ia bisa menyebabkan kekacauan dan kerugian untuk diri sendiri dan orang lain. Terlalu banyak orang pandai di dunia ini, tapi perilakunya merusak. Biar tidak pandai tapi tahu sopan santun, pasti akan dihormati orang lain dan dipuji banyak orang. --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun