Mohon tunggu...
Wanti Simanjuntak
Wanti Simanjuntak Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya Wanti Simanjuntak, M.Pd, seorang Widyaiswara dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) bidang Bangunan dan Listrik.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menciptakan Iklim Kerja yang Kondusif

4 Mei 2015   08:55 Diperbarui: 4 April 2017   18:25 12801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A.Pengertian iklim Kerja

Setiap organisasi akan memiliki iklim kerja yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam memanajemen sumber daya manusia. Iklim organisasi yang terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tikat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan. Organisasi cenderung menarik dan mempertahankan orang-orang yang sesuai dengan iklimnya, sehingga dalam tingkatan tertentu polanya dapat langgeng.

Pada umumnya para ahli memiliki pendapat yang sepaham tentang memberikan defenisi iklim organisasi, yang pada intinya menyatakan bahwa iklim kerja adalah sesuatu yang menjadi karakter, ciri khas atau nilai-nilai utama yang melekat dalam interaksi antar individu dan bagian dalam organisasi. Miller (1997:128), mengatakan bahwa iklim kerja adalah nilai semangat yang mendasar dalam cara mengelola hubungan dan mengorganisasikannya. Nilai-nilai itu berbentuk prinsip dan keyakinan yang bisa tersurat, namun juga ada yang hanya tersirat. Nilai-nilai ini akan mempengaruhi individu dalam melakukan tugas-tugas dalam organisasi.

Robbins (2007:716) menyatakan bahwa iklim kerja adalah istilah yang dipakai untuk memuat rangkaian variable perilaku yang mengacu pada nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan prinsip pokok yang berperan sebagai suatu dasar bagi system manajemen organisasi. Iklim kerja juga merupakan teori-teori yang menjelaskan sasaran dan prosedur untuk mencapai tujuan. Pendapat senada disampaikan oleh Ouchi bahwa iklim kerja tercakup dalam falsafah manajemennya, yang terdiri dari atas teori-teori yang secara tersirat menjelaskan sasaran dan prosedur yang digunakan untuk mencapainya (W.G.Ouchi, 1992:95).

Sedangkan menurut Davis dan Newstrom, (2001:25) iklim kerja sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Semua organisasi memiliki iklim kerja yang manusiawi dan partisipasif, sesuai dengan gaya kepemimpinan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iklim organisasi dimaksudkan untuk memberikan lingkungan pengasuhan yang mengakui bahwa pegawai diperlakukan sebagai individu. Dengan demikian, iklim kerja merupakan alat untuk memecahkan masalah (solusi) yang secara konsisten dapat berjalan dengan baik bagi suatu kelompok atau lembaga tertentu dalam menghadapi persoalan eksternal dan internalnya. Hal ini dapat ditularkan atau diajarkan kepada para indivivu untuk berpendapat, dan merasakan dalam hubungannya dengan persoalan-persoalan tersebut.

Istilah iklim kerja pertama kalinya di pakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi (psychological climate), kemudian istilah iklim kerja dipakai oleh R. Tagiuri dan G. Litwin. Banyak pengertian iklim kerja yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya Wirawan (2007:122) yang menyatakan bahwa iklim kerja adalah pesrsepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menemukan kinerja organisasi.

Dari berbagai defenisi mengenai iklim kerja, maka dapat disimpulkan bahwa iklim kerja merupakan gambaran terhadap kualitas, suasana dan karakter yang tampak pada norma dan nilai, hubungan interpersonal, suasana belajar-mengajar, struktur organisasi, ikatan positif dengan lembaga dan lingkungan fisik yang terdapat di lembaga tempat pegai bertugas. Iklim kerja ini dapat diukur melalui dimensi safety (rasa aman), teaching and learning (kegiatan belajar mengajar), interpersonal relationships (hubungan dengan orang lain), dan institutional environment (lingkungan kerja).

Iklim kerja penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Batasan pengertian iklim kerja itu bisa dilihat dalam dimensi iklim kerja. Steve Kelneer menyebutkan enam dimensi iklim kerja sebagai berikut :

1.Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

2.Resposibility Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai elaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

3.Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

4.Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.

5.Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.

6.Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.

B. Aspek-Aspek Iklim Kerja

Stringer (Wirawan, 2007) menyebutkan bahwa karakteristik atau dimensi iklim kerja dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Ia juga mengatakan enam dimensi yang diperlukan, yaitu:

1.Struktur. Struktur merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan.

2.Standar-standar. Mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Meliputi kondisi kerja yang dialami karyawan dalam perusahaan.

3.Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “pimpinan diri sendiri” dan tidak pernah meminta pendapat mengenai keputusannya dari orang lain. Meliputi kemandirian dalam menyelesaikan pekerjaan.

4.Pengakuan. Perasaan karyawan diberi imbalan yang layak setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau upah yang terima karyawan setelah menyelesaikan pekerjaan.

5.Dukungan. Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja. Meliputi hubungan dengan rekan kerja yang lain.

6.Komitmen. Merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai anggota organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Menurut model Pines, iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui empat dimensi sebagai berikut :

1.Dimensi Psikologikal, yaitu meliputi variabel seperti beban kerja, kurang otonomi, kurang pemenuhan sendiri (self-fulfilment clershif), dan kurang inovasi.

2.Dimensi Struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik.

3.Dimensi Sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama), dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan).

4.Dimensi Birokratik, yaitu meliputi Undang-undang dan peraturan-peraturan konflik peranan dan kekaburan peranan.

C. Strategi Menciptakan Iklim Kerja Yang Kondusif

Iklim kerja dapat mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja.
iklim kerja dapat digolongkan menjadi enam kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup. Selain itu, iklim kerja yang kondusif mendorong setiap personil yang terlibat dalam organisasi untuk bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah pada prestasi kinerja yang tinggi.

Menurut Siver dalamKomariah dan Triatna, iklim sosial dibentuk oleh hubungan timbal balik antara perilaku pimpinan dan perilaku pegawai sebagai suatu kelompok. Perilaku pimpinan dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para pegawai. Dengan demikian dinamika kepemimpinan yang dilakukan pimpinan dengan kelompok (pegawai) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim kerja. Interaksi antara perilaku pegawai dan perilaku pimpinanakan menentukan iklim kerja yang bagaimana yang akan terwujud, iklim kerja yang baik dan kondusif untuk pencapaian tujuan akan berjalan dengan baik.

Interaksi di dalam organisasi, baik yang lisan maupun yang tertulis mutlak diperlukan dan akan memberikan dampak proses dan hasil yang positif. Interaksi semacam ini harus selalu ditingkatkan, karena dapat memotivasi seluruh pegawai untuk meningkatkan kinerja masing-masing. Kolb, et.al dalam Komariah dan Triatna, mencatat ada 11 dimensi iklim kerja , yaitu :

1. Struktur tugas, perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas organisasi

2. Hubungan imbalan hukum, tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti promosi dan kenaikan gaji berdasarkan prestasi dan jasa, bukan pada pertimbangan lain seperti senioritas dan favoritisme.

3. Sentralisasi keputusan, batasan-batasan keputusan penting yang dipusatkan pada manajemen level atas

4. Tekanan pada prestasi, keinginan pihak pekerja organisasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangan bagi sasaran kerja organisasi.

5. Tekanan pada latihan dan pengembangan, tingkat ketika organisasi berusaha meningkatkan prestasi individu melalui kesiapan latihan dan pengembangan yang cepat

6. Lingkungan kerja yang memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan dan kelengkapan sarana prasarana.

7. Keterbukaan versus ketertutupan, tingkat ketika orang-orang lebih suka menutupi kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik dan bekerja sama.

8. Rasa kekeluargaan yang kuat antara civitas organisasi yaitu pimpinan, pegawai/ karyawan.

9. Pengakuan dan umpan balik, tingkat seorang individu mengetahui apa pendapat atasan dan manajemen terhadap pekerjaannya serta tingkat dukungan mereka atas dirinya

10. Status dan semangat, perasaan umum diantara individu bahwa organisasi merupakan tempat kerja yang baik.

11. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum, tingkat organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif. Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode baru dan mengembangkan keterampilan baru pada pekerja.

Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan  iklim kerja yang kondusif dikemukakan berikut ini.

1. Penataan Lingkungan Fisik Organisasi/Lembaga

1)Perawatan Fasilitas Fisik

Salah satu ciri organisasi yang efektif adalah terciptanya budaya dan iklim organisasi yang menyenangkan sehingga pegawai/karyawan merasa aman, nyaman, dan tertib di dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini ditandai dengan fasilitas-fasilitas fisik organsiasi yang terawat dengan baik. Penampilan fisik organisasi yang selalu bersih, rapi, indah dan nyaman. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut antara lain:

a.Pekarangan dan lingkungan organisasi yang tertata sedemikian rupa sehingga memberi kesan asri, teduh, dan nyaman, serta dimanfaatkan untuk menanam sayuran dan apotik hidup.

b.Adanya pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa moral dan akhlak yang mendorong meningkatnya kecerdasan spritual pegawai, seperti: (1) berdoa sebelum memulai pekerjaan; (2) menumbuhkan iklim religius dengan membiasakan para pegawai mengucapkan dan membalas salam setiap bertemu; (3) mengadakan pengajian secara rutin; (4) mengadakan kebaktian bersama sekali seminggu untuk pegawai yang beragama kristen.

2) Penataan Ruang Kerja

Kondisi kerja yang menyenangkan perlu diciptakan sehingga tercipta suasana yang mendorong pegawai untuk melakukan tugasnya sebaik mungkin.. Penggunaan musik instrumentalia yang lembut dapat lebih menciptakan suasana menyenangkan dan memberi efek penenteraman emosi.

4) Penggunaan Poster Afirmasi

Poster-poster afirmasi, yaitu poster yang berisi pesan-pesan positif digunakan dan dipajang di berbagai tempat strategis yang mudah dan dapat selalu dilihat oleh pegawai. Poster afirmasi ini dapat digunakan untuk mensosialisasikan dan menanamkan pesan-pesan spiritual kepada seluruh pegawai.

Pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan ayat Al-Quran, hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang perlu diperhatikan, adalah pengadaan dan penempatan poster afirmasi ini jangan sampai terkesan berlebihan atau menjadi pesan sloganis belaka.

2. Penataan Lingkungan Sosial Organisasi/Lembaga

1) Penciptaan Keamanan di Lingkungan Organisasi

Organisasi yang efektif perlu memperhatikan keamanan sekitar. Organisasi terbebas dari gangguan keamanan baik dari dalam maupun dari luar Organisasi. Untuk menjamin keamanan organisasi maka harus didukung adanya tata tertib organisasi yang menjadi acuan dari semua Anggota organisasi/pegawai. Tata tertib yang ada dapat terlaksana dengan baik, apabila didukung oleh seluruh pihak manajemen. Karena itu pimpinan, pegawai, dan staf harus menjadi model dan teladan untuk penegakan tata tertib dan disiplin.

2) Penciptaan Relasi Kekeluargaan dan Kebersamaan

Organisasi menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan antara pimpinan dan karyawan, sehingga satu sama lain saling berbagi dan memberi bantuan. Iklim interaksi antar pimpinan dan pegawai dibangun atas dasar prinsip ”I Thou Relationship” bukan hubungan yang bersifat ”I-it Relathionsip”.

Dalam hubungan dengan ciri ”I Thou Relationship”, setiap individu memandang dan memperlakukan individu lainnya sebagai subjek, pribadi yang patut dihargai, dihormati, dan memiliki kebutuhan dan kewenangan sendiri untuk menentukan keputusan dan pilihannya sendiri.

3. Penataan Personil Organisasi

1) Pemberian Ganjaran Positif bagi Karya Terbaik Pegawai

Karya-karya cemerlang pegawai dipajang di ruang kerja atau ruang pimpinan dan diberi ganjaran positif. Ganjaran hendaknya diberikan sesegera mungkin dan diarahkan untuk memberi rasa kebanggaaan dan untuk mempertahankan motivasi pegawai yang diberi ganjaran serta menstimulasi pegawai lainnya untuk menghasilkan prestasi yang sama.
Ganjaran juga dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi dan gairah berprestasi di kalangan pegawai. Ganjaran akan efektif jika diberikan sesegara mungkin dan dilakukan secara konsisten pada setiap pegawai yang menunjukkan prestasi.

2) Pengembangan Rasa Memiliki Terhadap Organisasi

Organisasi menciptakan rasa memiliki sehingga pimpinan dan pegawai akan menunjukkan rasa bangga terhadap organisasi/lembaganya. Setiap anggota organisasi merasa bertanggung jawab untuk menjaga kondusivitas lingkungan organisasi. Ini bisa dicapai, antara lain dengan memberi tanggung jawab pengelolaan dan perawatan wilayah tertentu kepada kelompok - kelompok atau ruang tertentu.

3) Pemberian Jaminan Atas Kemaslahatan Pegawai

Kemaslahatan pegawai/karyawan merupakan kriteria penting yang digunakan dalam pembuatan keputusan tentang mereka. Setiap keputusan yang dibuat di organisasi hendaknya memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan kondisi khusus pegawai. Keputusan yang dibuat hendaknya juga dapat memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan di kalangan pegawai, termasuk keadilan dan kesetaraan gender, ras, etnis, kelas sosial, agama, kondisi fisik, ataupun varian-varian latar pegawai lainnya.

4. Penataan Lingkungan Kerja Organisasi

Di antara bentuk penataan lingkungan kerja organisasi ialah pengaturan jadwal acara dan aktivitas organisasi. Semua aktivitas di organisasi harus dijadwalkan secara baik, agar kegiatan tersebut tidak terganggu. Sehubungan dengan itu, maka seluruh kegiatan yang bersifat regular dan yang bersifat insidental perlu diidentifikasi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun