Oleh : Waluyo,S.E.,M.E.*
Â
Hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang diproklamirkan oleh Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta atas nama penduduk negeri yang bernama Indonesia, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, hingga saat ini, telah memasuki tahun ke-80. Hari kemerdekaan Indonesia memiliki makna yang mendalam bagi Indonesia. Proklamasi ini merupakan hasil dari perjuangan panjang dan merupakan salah satu bagian terpenting dari serangkaian perjuangan melawan penjajah. Kemerdekaan berarti sejatinya Indonesia memperoleh kebebasan yang seutuhnya, bebas dari segala bentuk kedzoliman, penindasan dan penguasaan asing. Sementara itu, definisi kemerdekaan menurut KBBI sendiri ialah sebuah kebebasan, lepas, tidak mendapat tekanan dari luar, tidak terjajah, dan lain-lain.
Sejarah mengajarkan betapa berharganya Kemerdekaan bagi kita, generasi terdahulu telah mempertaruhkan jiwa raga, nyawa dan masa depan mereka untuk berjuang membebaskan negeri dari belenggu penjajahan. Di era modern ini, kemerdekaan diartikan sebagai kebebasan dari kedzoliman, ketidaksetaraan dan diskriminasi.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 menandakan kelahiran sebuah tatanan hukum di Indonesia yang mengatur ketatanegaraan secara menyeluruh. Cita-cita yang tercantum dalam proklamasi kemerdekaan menjadi arah gerak seluruh penduduk negeri. Proklamasi kemerdekaan menjadi acuan untuk pembuatan landasan hukum Indonesia. Hal ini dapat menjadi pengingat kita agar selalu menaati aturan hukum yang dirancang untuk memastikan kestabilan kehidupan bernegara yang bebas dan bertanggungjawab.
Jika kita mengingat bagaimana kerasnya perjuangan para pahlawan untuk mendapatkan kehidupan yang merdeka, kita bisa belajar soal kegigihan dalam mengejar hidup yang lebih baik. Tantangan yang kita hadapi kini bukan lagi perkara penjajahan maupun medan perang, melainkan musuh tidak kasat mata seperti ancaman di bidang spiritual, pendidikan, kesehatan, keamanan rasa malas dan kebiasaan boros serta kebiasan buruk lainnya.
      Dalam konteks melanggengkan cita-cita perjuangan dalam meraih kemerdekaan serta mengalahkan musuh yang tidak kasat mata seperti tersebut di atas, negeri ini butuh pendanaan dan pengelolaan belanja yang efektif, efisien dan berkesinambungan. Perpajakan adalah komponen terpenting dalam hal pendanaan negeri ini.
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dan berperan serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Kewajiban membayar pajak sendiri tercantum dalam pasal 23 A Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang". Selain itu di Indonesia pajak memiliki posisi yang paling penting, selain untuk membiayai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, pajak merupakan penopang terbesar Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di negara Indonesia. Dalam postur APBN 2025, pendapatan negara di proyeksikan sebesar 3.005,1 triliun rupiah dengan rincian penerimaan dari pajak sebesar 2.490,9 triliun rupiah (82,89%), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 513,6 triliun rupiah (17,09%), dan hibah sebesar 0,6 tririlun rupiah (0,01%) (Kemenkeu.go.id).
Untuk menjawab tantangan APBN, maka Direktorat Jenderal Pajak Kementian Keuangan meluncurkan apa yang disebut Piagam Wajib Pajak (Tax Payers' Charter) pada tanggal 14 Juli 2025 yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2025.
Lantas Apa itu Piagam Wajib Pajak (Tax Payers' Charter)?
Piagam Wajib Pajak (Tax Payers' Charter) merupakan dokumen resmi yang memuat secara eksplisit hak dan kewajiban wajib pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan. Piagam ini hadir sebagai bentuk nyata komitmen DJP untuk mendukung transparansi, akuntabilitas, dan keadilan, serta membangun hubungan saling percaya dan saling menghormati antara wajib pajak dan negara. Peluncuran Piagam Wajib Pajak ini bukan sekadar simbol. Ini adalah wujud nyata perubahan cara pandang kami, dari sekadar otoritas pemungut pajak menjadi mitra masyarakat dalam membangun negeri.
Taxpayers' Charter merangkum seluruh hak dan kewajiban wajib pajak yang diatur dengan berbagai ketentuan, mulai dari UUD 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri meuangan, hingga peraturan direktur jenderal pajak. Sejumlah 272 aturan yang memuat hak wajib pajak dan 175 aturan yang memuat kewajiban wajib pajak dikodifikasi dengan sedemikian rupa membentuk Taxpayers' Charter yang memuat delapan hak dan delapan kewajiban utama.
DJP menerbitkan dokumen Taxpayers' Chapter dengan mengedepankan kesetaraan relasi, transparansi, dan inklusivitas dan disusun dengan kelaziman terbaik dalam praktik perpajakan secara internasional. Dokumen ini dinilai adaptif terhadap perkembangan regulasi dan dinamika kebijakan perpajakan. Dengan begitu, piagam ini dapat dievaluasi dan diperbarui secara berkala untuk tetap memastikan relevansi dan keselarasan terhadap arah kebijakan DJP.
Momen peluncuran piagam ini merupakan awal pelaksanaan komitmen nyata di seluruh lini pelayanan yang diberikan DJP kepada wajib pajak. Setiap unit vertikal DJP harus menjadikannya sebagai acuan etika kerja dan panduan transparansi selama melayani wajib pajak. Setiap pembayaran pajak adalah bentuk nyata kepecayaan wajib pajak kepada negara.
- Piagam ini memuat 8 hak wajib pajak, antara lain hak atas informasi, layanan tanpa pungutan biaya, keadilan, perlindungan hukum, dan kerahasiaan data. Di sisi lain, terdapat pula 8 kewajiban wajib pajak, termasuk kewajiban menyampaikan SPT secara jujur, kooperatif dalam pengawasan, serta larangan memberikan gratifikasi kepada pegawai DJP.
Â
Kesetaraan
- Salah satu dimensi terpenting dari piagam ini adalah penekanan pada prinsip kesetaraan. Selama ini, relasi antara wajib pajak dan otoritas pajak cenderung dipahami secara hierarkis. Lembaga fiskus dengan wewenangnya yang luas untuk melakukan pemeriksaan, penetapan, dan penagihan, sering kali mendapati tudingan sebagai pihak yang lebih dominan. Kesetaraan yang dimaksud bukanlah kesamaan dalam peran, melainkan dalam perlakuan dan penghormatan terhadap hak-hak dasar. Setiap wajib pajak berhak mendapatkan perlakuan yang adil, tidak diskriminatif, dan bebas dari intimidasi. Wajib pajak juga berhak memperoleh informasi yang benar, jelas, dan mudah dipahami mengenai segala hal yang menyangkut kewajiban perpajakan.
- Di sisi lain, otoritas pajak berkewajiban untuk tidak semata-mata menekankan aspek kepatuhan formal, tetapi juga menjamin adanya ruang dialog dan upaya penyelesaian sengketa yang objektif dan tidak memihak, sesuai ketentuan. Dengan begitu, kesetaraan dalam relasi pajak tidak hanya menjadi idealisme, melainkan diwujudkan dalam kebijakan dan tindakan nyata.
Â
Â
Â
Transparansi
- Transparansi merupakan pilar lain yang ditekankan dalam piagam wajib pajak. Transparansi menjadi prasyarat penting untuk membangun kepercayaan antara masyarakat dan negara. Dalam konteks perpajakan, transparansi berarti bahwa setiap proses dan keputusan yang diambil oleh otoritas pajak harus dapat dijelaskan secara terbuka dan akuntabel. Informasi tentang ketentuan, perhitungan, prosedur administrasi, hingga hak atas pengaduan dan keberatan harus dapat diakses oleh semua wajib pajak tanpa diskriminasi.
- Transparansi bukan hanya soal penyediaan informasi, melainkan juga berkaitan erat dengan cara informasi itu dikomunikasikan. Sering kali, jargon teknis atau ketentuan pajak yang tampak rumit menjadi penghalang utama bagi masyarakat dalam memahami hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, otoritas pajak dituntut untuk menyederhanakan bahasa hukum dan memberikan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat, agar pemahaman terhadap perpajakan tidak hanya menjadi milik segelintir ahli atau konsultan, tetapi juga menjadi pengetahuan bersama. Lebih jauh lagi, transparansi juga mencakup perlindungan data pribadi dan kerahasiaan informasi wajib pajak. Dalam era digital seperti sekarang, ketika pelaporan dan administrasi pajak sebagian besar dilakukan secara daring, isu keamanan data menjadi sangat relevan. Piagam wajib pajak menegaskan bahwa informasi yang disampaikan oleh wajib pajak tidak boleh disalahgunakan atau dibocorkan, dan hanya digunakan untuk keperluan perpajakan yang sah.
Berikut ini hak dan kewajiban wajib pajak sebagaimana tertuang dalam PER13/PJ/2025 tentang Piagam Wajib Pajak (Taxpayers' Charter):
Hak Wajib Pajak:
- Hak untuk memperoleh informasi dan edukasi di bidang perpajakan.
- Hak untuk mendapatkan pelayanan di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tanpa dipungut biaya.
- Hak untuk mendapatkan perlakuan secara adil, setara, dihormati, dan dihargai dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
- Hak untuk membayar tidak lebih dari jumlah pajak yang terutang.
- Hak untuk mengajukan upaya hukum atas sengketa perpajakan serta hak untuk memilih penyelesaian secara administratif dalam rangka mencegah timbulnya sengketa perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Hak atas kerahasiaan dan keamanan data wajib pajak.
- Hak untuk diwakili oleh kuasa dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Hak untuk menyampaikan pengaduan dan melaporkan pelanggaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kewajiban Wajib Pajak:
- Kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Kewajiban untuk bersikap jujur dan transparan dalam pemenuhan kewajiban sebagai wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Kewajiban untuk saling menghormati dan menghargai dengan menjunjung tinggi etika, sopan santun, dan moralitas dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.
- Kewajiban untuk bersikap kooperatif dalam menyampaikan data, informasi, dan hal lain sebagai dasar dalam kegiatan pelayanan, pengawasan, pemeriksaan, dan penegakan hukum di bidang perpajakan.
- Kewajiban untuk menggunakan fasilitas atau kemudahan di bidang perpajakan secara jujur, tepat guna, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Kewajiban untuk melakukan dan menyimpan pembukuan atau pencatatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Kewajiban untuk menunjuk kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan bagi wajib pajak yang menunjuk kuasa.
- Kewajiban untuk tidak memberikan gratifikasi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Dengan demikian, DJP menjadikan peluncuran Piagam Wajib Pajak (Taxpayers' Charter) sebagai komponen penting yang dapat membantu mengakomodasi dialog kemitraan dengan seluruh stakeholder perpajakan di negeri ini guna mengeliminir terjadinya kegagalan dalam pemenuhan pendaan APBN (potential loss) serta dapat meningkatkan Tax Ratio secara signifikan. Selain itu bisa juga dijadikan sebagai salah satu faktor utama dalam mewujudkan reformasi perpajakan demi cita-cita perjuangan para pendahulu negeri ini dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan.
      Mari kita maknai dan pertahankan kemerdekaan negeri dengan menunaikan hak dan kewajiban pajak kita,
Pajak Kuat APBN Sehat, Indonesia Sejahtera.
Pajak Tangguh Indonesia Tumbuh. MERDEKA.
*) Praktisi PepajakanÂ
**) Ini adalah pandangan pribadi tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI