Mohon tunggu...
Walkhot Silalahi
Walkhot Silalahi Mohon Tunggu... Guru - Mencerdaskan generasi penerus bangsa

Menuangkan ide dalam bentuk cerpen juga dalam artikel dalam hal pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Ikat Buna

20 September 2021   19:35 Diperbarui: 20 September 2021   19:53 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kecintaanku terhadap karya cipta Atonimnasi serta kerjasama dengan Femnasi menghasilkan buah cinta yang dapat dirasakan oleh mereka yang membelaiku. 

Perpaduan corak warna Mutis diimpit celah karang yang terjal. Celah-celah gunung yang di daki untuk mencari pewarna alami dari dedaunan dan pohon-pohon besar. 

Keringat yang meleleh membasahi sekujur tubuh Atonimnasi tak menyurutkan niatnya untuk melengkapi warna guna membuat tenun ikat khas daerah. 

Tiada hari yang terlewatkan tanpa mencari bahan pewarna sedangkan Femnasi disibukkan mengolah pewarna dan mencelupkan benang sesuai dengan warna yang diinginkan. 

Pekerjaan memintal benang, mengurai benang dan menjadikannya satu kepaduan warna bukanlah pekerjaan yang mudah. Membutuhkan ketekunan dan kejelian dalam merangkainya. 

Kecintaan Femnasi ibarat cinta yang tulus seorang ibu kepada anak kandungnya, memberikan yang terbaik walau lupa makan yang penting anak bisa makan dan bangga memiliki ibu yang memperhatikan kebutuhannya.

Buna adalah sapaanku, setiap kali pendatang selalu menanyakan akan kelebihanku. Yah, banyak yang merindukanku, dan rindu membelaiku bahkan tak sengan-sengan untuk merangkulku sekuat tenaga seolah-olah melepas rindu yang dalam. 

Femnasi tak bisa berbuat banyak, mau ditahan sampai harga cocok kebutuhan dapur berteriak, mau menahan takut tak bisa bekerja sebagaimana biasa maklumlah hanya bisa mengharapkan hal kecil untuk dapur mengebul. 

Himpitan ekonomi lemah yang menyebabkanku tak berdaya, tak mampu bersaing secara nasional maupun internasional karena dayaku ibarat lampu 5 watt. 

Jelas-jelas tak mampu bersaing dengan lampu 45 watt, bukan dari segi terangnya tapi dari segi kemampuan untuk menunjukkan diri ke dunia luar terhalang oleh himpitan ekonomi rendah.

Bayangkan, hanya membuat warnaku supaya jangan cepat pudar itu membutuhkan berhari-hari mulai dari perpaduan jenis rempah, kayu-kayuan dan dedaunan. 

Celup jemur kemudian celup lagi, jemur lagi celup lagi dan jemur lagi  berulang-ulang sampai warnanya paten. 

Cinta yang tulus dari seorang Femnasi yang memperhatikan keeratan ikatan kasih sayang dalam memadu pewarnaan juga rumah tangga. 

Sejurus kemudian aku diikatkan pada cetakan oleh Femnasi, ditarik dipintal dan tarik lagi menjadi satu kesatuan perpaduan warna itu membutuhkan satu bulan lebih dan aku baru jadi dengan lembaran kain kurang dari satu meter. 

Ikatan yang begitu erat sampai maut memisahkan, jika sudah jadi helai tubuhku Femnasi tersenyum, lelahnya terbayarkan ketika dapat pujian dari Atonimnasi, senyum kebahagiaan terpancar dari raut wajah mereka berdua. 

Femnasi dan Atonimnasi belum juga dikaruniai penerus keluarga mungkin karena ketekunan mereka memperkenalkan diriku kepada dunia luar. Walau tak sebanding hargaku dengan tenaga Femnasi yang memintalku jadi berharga. 

Satu helai tubuhku di bayar hanya dua ratus sampai tiga ratus ribu, jika helai tubuhku mencapai satu meter paling tinggi dibayar lima ratus ribu rupiah. 

Aku dibungkus dan dibawa ke negeri yang tak ku kenal, aku dipajang dan kembali diperjualbelikan. Aku disejajarkan dengan helai kain yang berbeda corak dan ragamnya, dalam himpitan itu terkadang tubuhku disentuh dan ditawarkan dengan harga yang cukup menantang. 

Seratus dolar, mungkin karena ongkos kirimnya mungkin sudah diperhitungkan oleh Tuanku yang baru. "Au nan on me?" walau ku tak tahu arti dari ucapan Femnasi, namun itu terus melekat dalam diriku. Ingatanku selalu kepada Femnasi dan Atonimnasi, aku rindu belaian tangannya sewaktu diriku diwarnai, dan dipadukan menjadi helai tubuh yang berarti. 

Aku rindu terhadap tangan yang kuat, mencengkram bagian tubuhku dalam perpaduan warna dari Femnasi.

Jauh dari negeri asalku terasing dalam dekapan tangan lembut dan ruang yang tertata dalam khas negeri asing. Walau terasing, namun ku tetap mampu meraih perhatian setiap orang kaya aku dikalungkan pada bagian tubuh majikanku. 

"I like your dress" walau ku tak mengerti bahasa itu namun ketika ku lihat bahwa majikanku tersenyum dan menjawab, "Thank You. This form East Nusa Tenggara. 

The name is Buna. The hand made creation natural color and all this made hand" lagi-lagi ku tak mengerti apa yang disampaikan namun jika ku amati apa yang disampaikan oleh majikanku. 

Senyum kemenangan, walau Atonimnasi dan Femnasi tak bisa selepas senyum majikanku yang baru ini, kasihan mereka yang ada di negeri kelahiranku. Buna diikat oleh rasa, dioles oleh kasih, dan dibelai dengan penuh kasih sayang. 

Buna terlahir dari kaki-kaki gunung Mutis dikerjakan dengan penuh keriangan walau Buna di hargai dengan harga murah Femnasi dan Atonimnasi tetap berkomitmen untuk mengenalkanku ke negeri yang jauh lewat Bos yang datang dengan kemengahan berbalut kemurahan, aku tetap Buna yang terlahir untuk ciri khas daerahku dilingkaran gunung Mutis. 

Ijinkan ku mengikatmu dengan ikatan Buna.

Bahasa dawan Soe Kab. Timur Tengah Selatan Prov. NTT 

  • Femnasi sapaan hormat kepada Kaum Ibu.
  • Atonimnasi sapaan hormat kepada Kaum Bapa.
  • Au artinya saya
  • nan artinya jadi
  • on me artinya bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun