Mohon tunggu...
Walida Pasya Ramadhani
Walida Pasya Ramadhani Mohon Tunggu... siswa

hobi berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

fast fashion waste, limbah yang terlupakan

18 Februari 2025   22:36 Diperbarui: 18 Februari 2025   21:51 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Fenomena fast fashion dapat didefinisikan sebagai produk industri garmen yang ditujukan untuk jangka waktu pemakaian yang singkat. Bukan hanya itu, produk garment ini diproduksi dalam jumlah yang melimpah dengan waktu relatif cepat.

Sayangnya, tidak banyak pihak yang menaruh perhatian pada limbah face fashion ini. Hal tersebut dibuktikan dengan masih maraknya produk fast fashion yang terbuang dan menjadi limbah. C-O founder dari our reworked world. AnikaRachmat menyampaikan data temuannya yaitu sebanyak 33 juta ton tekstil yang diproduksi di Indonesia, 1 juta ton diantaranya menjadi limbah tekstil.

Lebih lanjut terkait dampak lingkungan yang dihasilkan oleh limbah tren mode ini telah tampak depan mata, salah satu contohnya adalah pencemaran air. Studi yang dilakukan pusat riset oseanografi institut pertanian Bogor atau IPB pada bulan Februari lalu menemukan sebanyak 70% bagian tengah sungai Citarum tercemar mikroplastik berupa serat benang polyester. 

Limmbah tekstil ini sangat berbahaya bagi kehidupan karena terdapat bahan kimia di dalamnya. Kita sebagai masyarakat yang menikmati kemajuan fashion, sangat perlu memilah dan memilih yang perlu dan tidak begitu diperlukan untuk kita beli. Jika kita atau generasi selanjutnya tidak ingin menanggung dampak dari penggunaan bahan tekstil berlebihan, maka pembatasan penggunaan bahan tekstil perlu diterapkan dari sekarang demi mencapai masa depan yang cerah dan terbebas dari limbah tekstil yang menumpuk

Berbagai industri garmen ternama yang turut berkontribusi dalam trend fast fashion ini telah melakukan upaya dalam menurunkan jumlah limbah pakaian contohnya adalah h&m yang menyediakan tempat daur ulang pakaian bagi pelanggan yang ingin membuang pakaian yang tidak diinginkan lagi.

Menurut saya, kita perlu membatasi kegiatan impor pakaian berbahan tekstil,  juga diperlukan kesadaran diri masing-masing individu untuk mengurangi jumlah pembelian pakaian baru. Selain itu, produsen garmen dan masyarakat juga harus bekerja sama mengurangi jumlah limbah tekstil.

Kandungan mikroplastik mengancam kehidupan biota di daerah aliran sungai Citarum. Kerusakan yang terjadi berupa kecacatan hingga kematian ikan dan kerang di sungai Citarum. Selain itu, penggunaan air sungai Citarum untuk mandi dan mencuci baju oleh warga sekitar juga berpotensi menimbulkan penyakit. Maka dari itu, diperlukan edukasi terhadap masyarakat tentang bahayanya dari dampak penggunaan bahan tekstil yang berlebihan sehingga masyarakat dapat mengerti dan bekerja sama mengurangi limbah bahan tekstil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun