Mohon tunggu...
Walentina Waluyanti
Walentina Waluyanti Mohon Tunggu... Penulis - Menulis dan berani mempertanggungjawabkan tulisan adalah kehormatan.

Penulis. Bermukim di Belanda. Website: Walentina Waluyanti ~~~~ Email: walentina.waluyanti@upcmail.nl ~~~ Youtube channel: Kiki's Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Influencer Milenial dan Influencer Nasionalis

20 Mei 2021   07:06 Diperbarui: 22 Mei 2021   11:35 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Pendiri Organisasi Budi Utomo (kemdikbud.go.id)

Tante Erni adalah pemersatu bangsa. Kalimat ini tidak dimaksudkan untuk melucu. Ini adalah salah satu fenomena khas pada era milenial ini. Yaitu lahirnya para influencer yang menangkap fenomena tertentu dan menyimpulkan dalam satu opini.

Teknologi digital menyebarkan opini dengan cepat. Terbentuklah suatu opini massal. Sesuatu yang sensasional dibicarakan oleh semua orang. Kemudian diberi label secara massal sebagai "pemersatu bangsa".

Meskipun label di atas adalah ekspresi lucu-lucuan massal, namun ini memberi contoh bagaimana para influencer bisa menggiring lingkungan sosialnya. Para influencer umumnya adalah para generasi muda, disebut generasi milenial. Secara bebas, influencer bisa dimaknai sebagai seseorang yang opininya mampu mempengaruhi banyak orang. Sekarang ini, hal ini biasa dilakukan melalui media sosial.

Generasi milenial umumnya lebih berpeluang menjadi influencer. Karena mereka lebih akrab dengan teknologi digital dibanding generasi lainnya. Karena bertumbuh dan lebih akrab dengan dunia teknologi, generasi milenial dan para influencer ini lebih berpeluang untuk menjadi agen perubahan.

Seperti sudah menjadi takdir sejarah, agen perubahan biasanya adalah anak muda. Dan inilah yang terjadi ketika para intelektual muda mulai muncul di Hindia Belanda (belum bernama Indonesia), pada sekitar awal abad ke-20.

Kebijakan Politik Etis yang muncul pada awal abad ke-20 memungkinkan kaum pribumi juga bisa mengenyam pendidikan tinggi.

Politik Etis kemudian melahirkan para "influencer" intelek dari kaum pribumi. Kekuatan khas influencer adalah mampu mempengaruhi lingkungan sosialnya. Kemudian terhimpunlah follower, persis seperti yang dilakukan influencer pada zaman milenial ini.

Dengan kekuatan daya pengaruhnya, para "influencer" muda pada awal abad ke-20 itu dapat mengumpulkan massa. Maka berdirilah kelompok-kelompok pergerakan kebangsaan yang menjadi tonggak kebangkitan nasional. Ini adalah benih-benih awal terwujudnya kemerdekaan Indonesia.

Perkumpulan Budi Utomo yang digagas oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo didirikan oleh anak-anak muda, yaitu Dr. Soetomo dan para mahasiswa STOVIA pada 20 Mei 1908.

Ketika Dr. Wahidin mengatakan bahwa ia akan ke Bandung untuk propaganda dana beasiswa, dijawab oleh Dr. Sutomo, "Hal itu adalah suatu pekerjaan yang baik dan menunjukkan budi yang utama"  Dari percakapan ini, diusulkan nama Budi Utomo. (Sumber: buku "Sukarno-Hatta Bukan Prokamator Paksaan")

Kemunculan Budi Utomo ini bukannya tanpa kritik. Pasalnya, para anggota Budi Utomo ini umumnya adalah kaum bangsawan Jawa. Mereka ini dianggap golongan feodal. Jadi mana mungkin bisa mewakili kepentingan rakyat kecil? Demikian kritik yang terdengar pada masa itu.

Foto: Kegiatan Budi Utomo (Kompas.com)
Foto: Kegiatan Budi Utomo (Kompas.com)
Meskipun demikian, Budi Utomo tetap dianggap pionir bagi berdirinya pergerakan nasionalisme yang terorganisasi. Organisasi Budi Utomo ini kemudian memudar, setelah kemunculan Indische Partij, kemudian Sarekat Islam.

Setelah pamor Sarekat Islam mulai memudar, muncullah pemimpin-pemimpin muda berikutnya, di antaranya Sukarno. Melalui agitasi dan propaganda di dalam pidato-pidatonya, Sukarno berdiri di garda terdepan sebagai influencer untuk memberi pendidikan politik kepada rakyat yang ketika itu sebagian besar buta huruf.

Para pendiri Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Islam, Sukarno, para tokoh kebangsaan lainnya, bisa disebut sebagai agen perubahan.

Mereka adalah influencer dan agen perubahan yang membawa perubahan sosial. Yang membedakan dengan influencer masa kini, yaitu para influencer nasionalis ini dilandasi oleh tujuan non-materi. Dengan modal idealisme kebangsaan, yang mereka cita-citakan hanya satu. Yaitu kemerdekaan. 

Dalam konteks kekinian, tentunya generasi milenial menghadapi tantangan yang berbeda. Mereka tidak lagi seperti influencer awal abad ke-20  yang sama sekali bermotif non-materi dalam pergerakannya.

Sekarang ini generasi milenial hidup dalam tantangan yang sedang tren. Yaitu  menjadi generasi yang tidak membebani negara sebagai pencari kerja. Generasi milenial menjadi influencer, adalah salah satu tren berwirausaha dengan memanfaatkan teknologi.

Generasi milenial diharapkan mampu hidup berdampingan dengan teknologi. Dan dengan teknologi ini mereka bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.

Meskipun tantangan generasi zaman dahulu berbeda dengan generasi milenial, namun satu hal yang tetap aktual hingga kini, yaitu prinsip kemandirian.

Pada zaman dimulainya kebangkitan nasional 1908 hingga revolusi kemerdekaan, para generasi muda secara mandiri bisa mewujudkan revolusi kemerdekaan. 

Sekarang generasi milenial dihadapkan pada revolusi kekinian, yaitu mampu memanfaatkan dan menghadapi perubahan teknologi untuk meraih cita-citanya secara mandiri. ***

(Penulis: Walentina Waluyanti)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun