Setelah pamor Sarekat Islam mulai memudar, muncullah pemimpin-pemimpin muda berikutnya, di antaranya Sukarno. Melalui agitasi dan propaganda di dalam pidato-pidatonya, Sukarno berdiri di garda terdepan sebagai influencer untuk memberi pendidikan politik kepada rakyat yang ketika itu sebagian besar buta huruf.
Para pendiri Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Islam, Sukarno, para tokoh kebangsaan lainnya, bisa disebut sebagai agen perubahan.
Mereka adalah influencer dan agen perubahan yang membawa perubahan sosial. Yang membedakan dengan influencer masa kini, yaitu para influencer nasionalis ini dilandasi oleh tujuan non-materi. Dengan modal idealisme kebangsaan, yang mereka cita-citakan hanya satu. Yaitu kemerdekaan.Â
Dalam konteks kekinian, tentunya generasi milenial menghadapi tantangan yang berbeda. Mereka tidak lagi seperti influencer awal abad ke-20 Â yang sama sekali bermotif non-materi dalam pergerakannya.
Sekarang ini generasi milenial hidup dalam tantangan yang sedang tren. Yaitu  menjadi generasi yang tidak membebani negara sebagai pencari kerja. Generasi milenial menjadi influencer, adalah salah satu tren berwirausaha dengan memanfaatkan teknologi.
Generasi milenial diharapkan mampu hidup berdampingan dengan teknologi. Dan dengan teknologi ini mereka bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.
Meskipun tantangan generasi zaman dahulu berbeda dengan generasi milenial, namun satu hal yang tetap aktual hingga kini, yaitu prinsip kemandirian.
Pada zaman dimulainya kebangkitan nasional 1908 hingga revolusi kemerdekaan, para generasi muda secara mandiri bisa mewujudkan revolusi kemerdekaan.Â
Sekarang generasi milenial dihadapkan pada revolusi kekinian, yaitu mampu memanfaatkan dan menghadapi perubahan teknologi untuk meraih cita-citanya secara mandiri. ***
(Penulis: Walentina Waluyanti)