"Video apaan sih, Bu? Aku belum lihat," tanya Bu Wiji penasaran.
"Nih, aku kasih liat," jawab Bu Yuni sambil mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan video seorang bapak yang menakut-nakuti anaknya dengan video Kang Dedi. Anak di video itu langsung patuh dan berhenti bermain HP.
Bu Wiji terkagum-kagum. "Wah, keren juga, ya. Nanti aku coba ke anakku deh," katanya sambil tersenyum puas.
Namun, dari ujung keranjang bawang, Bu Ratna menyela, "Maaf ya, Bu Wiji. Menurutku sih, menakut-nakuti anak itu boleh, tapi harus ada alasannya. Kalau cuma ikut-ikutan karena viral, kasihan anaknya."
"Ah, lebay banget, Bu Ratna," sahut Bu Yuni. "Zaman kita dulu mana ada istilah mikirin mental anak segala. Nggak ada tuh anak zaman dulu yang lemah kayak sekarang."
Bu Ratna tersenyum sabar. "Betul, zaman kita dulu nggak ada media sosial. Sekarang anak-anak lebih rentan stres karena terlalu banyak terpapar informasi. Lagipula, kalau kita sendiri yang kasih mereka HP untuk main, kok kita yang marah saat mereka main HP? Bukankah itu sangat berlawanan bu?"
Mang Wahyu yang sedang mengatur timbangan ikut nimbrung. "Betul tuh, Bu. Kadang kita lupa kalau anak-anak belajar dari kita. Kalau kita malas mendampingi mereka malah kita kasih HP biar gak ribet, ya mereka juga jadi malas."
Bu Tuti terdiam sejenak. "Tapi, Bu Ratna, kalau udah terlanjur gimana dong? Udah kasih HP, udah nakutin juga."
"Nggak apa-apa, Bu. Namanya orang tua nggak ada yang sempurna," jawab Bu Ratna. "Tapi mulai sekarang, coba lebih bijak. Misalnya, kalau mau kasih rasa takut, beri penjelasan kenapa mereka harus takut. Contohnya, kalau kita ingin mereka takut terlambat mandi, jelaskan bahwa itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan mereka. Jadi rasa takut itu berdasar, bukan sekadar ancaman."
Ia melanjutkan, "Anak-anak perlu memahami konsekuensi dari tindakan mereka. Kalau hanya ditakut-takuti tanpa penjelasan, mereka akan tumbuh dengan rasa cemas dan bingung. Dampaknya, mereka bisa kehilangan rasa percaya diri atau bahkan takut mengambil keputusan karena merasa selalu salah."
Bu Wiji tampak mulai merenung. "Iya juga ya, Bu Ratna. Kalau terus-terusan begini, mungkin anakku malah nggak berani mencoba hal baru."