Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan yang Berdahak: Apakah Pendidikan Kita Saat Ini Demam?

24 Juni 2022   19:21 Diperbarui: 24 Juni 2022   19:48 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Wawasan pendidikan 

"setiap orang menjadi guru dan setiap tempat menjadi sekolah" begitu quotes yang luar biasa bisa dibanggakan oleh sang penurut ilmu, quotes tersebut disabdakan oleh pahlawan sekaligus tokoh revolusioner pendidikan Indonesia yakni ki hadjar Dewantara. 

Sosok yang bisa dikatakan banyak dikagumi dimana saja, setiap pelajar pasti pernah mendengar nama beliau, sosok yang tangguh, sosok yang penuh semangat, sosok pemikir progresif dan sosok yang memiliki peran penting di dalam pendidikan.

Namun tulisan ini bukan untuk membanggakan beliau, ataupun memuji pendidikan yang beliau gagas. Melainkan tulisan ini hadir dari refleksi penulis dari pengalaman yang penulis lihat setiap hari mengenai fenomena pendidikan di Indonesia saat ini. 

Artinya tulisan tentang pendidikan ini berjalan dengan satu variabel, sehingga disarankan pembaca lebih banyak mencari tahu lagi mengenai perkembangan pendidikan diindonesia saat ini. 

Entah hasil nya seperti apa, yang terpenting semua kembali kepada kita untuk mulai merevitalisasi sekaligus mencari solusi secara kreatif bagaiamana pendidikan diindonesia saat ini menjadi hal yang perlu di bahas tanpa harus bersepakat mengatakan"iya" pada satu gagasan.


KENAPA PENDIDIKAN YANG MEMBEBASKAN ?

sekolah mengajarkan kita tentang hal hal yang perlu kita ketahui, yang pastinya Sik pelajar maupun pengajar harus berpedoman pada kurikulum yang telah pemerintah. 

Siswa yang tugasnya untuk menuntut hak untuk belajar biasanya menurut pada guru, kemudian sang guru sebagai pengajar memberikan pelajaran pada sang murid sesuai dengan apa yang ada dibuku yang telah pemerintah terbitkan. Artinya semua berjalan sesuai prosedur, tidak ada yang menyimpang, semasih semua dalam tahapan prosedur tersebut, semua aman terkendali. 

Baik dari pemerintah,pengajar ataupun pelajaran akan saling menguntungkan satu sama lain, sebab pemerintah telah membuat kurikulum sesuai dengan apa yang pengajar ataupun pelajar Inginkan.

Sangat terbaca fantastis bukan?. Pendidikan yang digambarkan secara teoritis tersebut bisa mengakomodir tiga elemen tersebut, bisa memuaskan tiga aktor yang berperan besar dalam pendidikan. 

Sangat luas biasa jika itu semua terjadi di dalam dunia nyata, pendidikan di teoritis dengan citra tanpa cacat. Pemerintah mengakomodir pengajar maupun pelajar, guru mengakomodir pelajar agar mendapatkan pengetahuan yang hal tersebut merupakan hak dari murid tersebut.

Namun nyatanya dalam realitas semua hanyalah ilusi, semua hanyalah skema yang di buat terlalu sempurna untuk dijalankan. Kecacatan sebagai resistansi hadir tanpa di hindari, semua yang dijadikan dalam teori yang cukup sempurna hanyalah realitas palsu. 

Pendidikan di Indonesia yang katakan saling mengakomodir hanya sebuah wacana dalam teks atau omongan saja. pendidikan di Indonesia nyatanya hanyalah mengurungkan sebagian pihak (tidak semua). Pihak tersebut diuntungkan demi kepentingan tertentu, baik itu kekuasaan maupun kepentingan lainnya yang menguntungkan mereka. 

Pelajar yang ingin menuntut hak mereka mulai rapuh karena guru yang hanya mengajarkan apa yang diajarkan disekolah sesuai dengan kurikulum pemerintah. Hal itu sangatlah bagus, namun terkadang kurikulum yang dibuat oleh pemerintah bersifat baku, dan hanya bersifat formalitas saja. Ketika teori yang diajarkan disekolah coba untuk di implementasikan di dalam kehidupan, ternyata jauh berbeda. 

Pelajar diajarkan sesuai yang begitu sempurna tanpa celah koflik untuk mereka coba atasi, mereka (pelajar) diajarkan bagaimana sesuatu yang sempurna dalam teori itu di hafalkan, sehingga disaat pelajar mampu menghafal dan menyetor ke pengajar. 

Maka mereka mendapatkan nilai sesuai dengan hafalan yang mereka mampu kuasai. Namun, di saat pelajar tersebut mempraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari mereka, ternyata hafalan tersebut tidak berguna, tepatnya mereka sama saja dengan orang-orang yang tidak bersekolah, mereka harus banting tulang, tanpa harus kritis dan kerja cerdas dalam menjalankan segala aspek kehidupan.

Hal inilah menjadi kelemahan pendidikan di Indonesia, sesuatu yang sempurna dalam bentuk teori harus di hafal kan tanpa harus mengkritisi. Pendidikan bukan hanya tentang sistem yang harus di patuhi, bukan hanya tentang rajin sekolah dan mengerjakan tugas. Melainkan tentang hal lainnya, seperti bekerja sama, emosional, toleransi dan karakteristik yang lainnya yang bisa pelajar terapkan di dalam kehidupan.

Tak ada salahnya untuk menghafal, dan tak ada salahnya pengajar mengajarkan hanya sebatas kurikulum pemerintah. Pemerintah pun tidak salah pula menyamakan persepsi dengan membuat kebijakan yang dianggap mampu untuk mengakomodir pendidikan hingga menuju visi misi pendidikan yang di impikan. 

Namun di balik ketidaksalahan 3 aktor tersebut. Maka pastinya tidak salah pula baik pelajar, pengajar maupun pemerintah melakukan sistem pendidikan yang kritis. Artinya pendidikan tersebut di basiskan pada kemampuan tanpa harus membatasi oleh kebijakan. Pemerintah membuat kebijakan dengan Melihat berbagai aspek kebutuhan dalam pendidikan, bukan hanya tentang kepentingan ataupun keuntungan. 

Pemerintah membuat pendidikan lebih maju lagi bukan hanya tentang nilai, melainkan kualitas lainnya pula di tingkatkan dengan mengaktifkan kebebasan para pelajar dan pengajar untuk berinovasi dan berkreasi sesuai keinginan. Dan tugas pemerintah saat itu adalah memenuhi kebutuhan tersebut agar visi misi pendidikan bisa cepat tercapai.

Pemerintah mengambil peran sebagai sosok penting di dalamnya. Sosok yang mampu memberikan setiap kebutuhan pada pelajar ataupun pengajar untuk melakukan kreasi apapun selagi itu tentang kemajuan pendidikan. 

Sehingga fungsionalitas dari pemerintah dalam sektor pendidikan bisa semaksimal mungkin dilakukan, bukan hanya tentang nafsu dan ego yang pemerintah inginkan dalam kebijakan yang dibuat demi kepentingan tertentu, melainkan tentang bagaimana semua orang, tanpa terkecuali merasakan pendidikan tersebut dengan kreasi mereka, dimana pemerintah memegang kendali sebagai sosok yang sangat dipercayai di sana untuk memutuskan kebijakan dan lainnya.

Kemudian adapun pengajar sebagai sosok yang memberikan wadah ataupun instrumen kepada pelajar untuk menuntut ilmu. Pengajar di sini diartikan sebagai seorang guru, dosen, adapun yang lainnya di dalam sektor instansi pendidikan. Pengajar memberikan deskripsi tentang bagaimana pendidikan bagi pelajar. Selain pengajar memberikan dukungan ataupun media sekaligus fasilitas kepada pelajar untuk menutup hak menuntut ilmunya, mereka juga bertugas untuk memberikan kreasi sekaligus inovasi mengenai pendidikan yang lebih bagus menurut mereka. 

Pengajar selain menjalankan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah untuk diimplementasikan dalam pengajarannya di instansi pendidikan. Tugas dari pengajar selain itu adalah untuk memberikan semangat, kreativitas, tanggung jawab, kekompakan, maupun kekritisan kepada orang-orang yang diajarnya agar mereka lebih bisa memahami realitas kehidupan melalui pendidikan yang mereka dapatkan. 

Pengajar bisa juga menjalankan strategi yang mereka anggap sebagai strategi yang ampuh untuk diterapkan di dalam kehidupan mengajarnya. Sehingga hal ini kebebasan untuk mengajar bisa diaplikasikan. 

Selain menyesuaikan dengan apa yang menurut pengajar tersebut sesuai dengan apa yang diajarkan dalam konteks kurikulum dibuat oleh pemerintah, mereka juga menyelipkan strategi yang lain untuk para pelajar melihat berbagai perspektif kehidupan secara realistis yang di relasikan dengan teori yang diajarkan.

Hal tersebut sangat dibutuhkan di dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan yang ada di Indonesia. Pendidikan yang di mana sesosok mengajar mampu mengaktifkan para pelajar untuk bisa lebih kritis terhadap segala hal. Mereka merasa berhasil mendidik para anak muridnya disaat Mereka melihat para muridnya mampu mengkritisi segala aspek kehidupan, baik itu tentang sistem kurikulum yang masih mengalami berbagai kekurangan, maupun guru yang terlalu formalitas dalam mengajar. 

Dengan aktifnya sistem kognitif dari pelajar oleh bantuan pengajar. Maka bisa dipastikan parameter ini menjadi tolak ukur yang cukup objektif untuk menilai seberapa berhasilnya seorang pengajar sukses mengajarkan anak muridnya.

Pengajar memberikan waktu sekaligus ruang untuk anak muridnya berpendapat dan berekspresi. Dengan cara seperti ini para murid atau pelajar bisa lebih aktif bertanya tentang segala hal. 

Selain itu pula sang pengajar juga mengajarkan para anak muridnya untuk bisa bekerja sama di dalam segala hal, kemudian mengajarkan mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya. 

Sehingga baik dalam EQ (emosional question) maupun IQ (intelegensi question) bisa seimbang satu sama lain karena bantuan dari pengajar yang mampu berkreasi dan berinovasi selain bergantung pada krikulum yang dibuat oleh pemerintah 

Kemudian adapun sang pelajar yang bertugas untuk menuntut hak mereka untuk belajar menuntut ilmu dari instansi pendidikan. Di sana ada guru sebagai media untuk para pelajar menuntut ilmu, tugas dari pelajar adalah memperhatikan sekaligus menuntut ilmu itu sendiri dengan berbagai cara dan metode. Selain menghafal, pelajar juga bertugas untuk bisa mengaplikasikan apa yang mereka pahami di dunia teori di dalam kehidupan sehari-hari.

Walaupun itu tidak dijelaskan di dalam kurikulum, pelajar bisa lebih aktif untuk mengaktifkan kemampuan mereka untuk kritis dalam berbagai bidang. Pelajar yang bijaksana adalah pelajar yang mampu mengkorelasikan sekaligus merelevansikan antara teori yang diajarkan di sekolah dengan dunia realitasnya. 

Mereka mampu membedah berbagai hal yang menurut mereka kurang, pelajar yang bijaksana adalah sosok yang menambal kekurangan tersebut dengan krtisian mereka yang di dapatkan bukan hanya dari kurikulum yang dibuat oleh sekolah ataupun ilmu yang diajarkan oleh guru. 

Tetapi mereka menambalnya dari hasil kerja cerdas mereka yang dianggap hanya mereka yang harus bergerak (menunggu pemerintah ataupun yang lain bergerak, lebih baik mereka yang turun tangan untuk mengatasi semua problematika tersebut).

Pelajar harus mampu berkreasi dengan realitas kehidupan mereka, kehidupan yang ambigu dan banyak sekali tanda tanya di dalamnya. Kehidupan yang masih menjadi pertanyaan ujian yang masih belum dijawab Sempurna oleh 3 aktor tersebut. 

Tugas pelajar adalah membantu pengajar ataupun pemerintah untuk menuangkan idea mereka dalam pembuatan kebijakan pendidikan, dengan cara seperti ini sistem pendidikan yang diimpikan bisa saja terwujud, walaupun masih banyak hal yang menjadi PR utama.

Pendidikan yang membebaskan merupakan dalil cara memberikan stimulus pada 3 aktor yang berperan penting dalam pendidikan. Jangan sampai 3 aktor ini saling menguasai dengan kepentingan keuntungan sepihak. Kepentingan yang sampai pada kerugian pada pihak lainnya. 

Pihak yang hanya menurut saja dan patuh pada aturan yang ada, padahal aturan tersebut diketahui salah dan perlu di diskusikan ulang keberadaan nya. Pendidikan bukan tentang kembali menjajah dengan cara yang berbeda, pendidikan adalah cara kita selamat dan merdeka. Merdeka dari belenggu kebodohan dan selamat pula dalam menjalani kehidupan pasca kebelengguan kebodohan tersebut.

Pendidikan mengajarkan orang untuk cerdas, bukan untuk dibodohi, apalagi menurut pada sesuatu yang salah. Tugas seorang pelajar adalah menutut hak mereka untuk belajar dimana pun, tugas pengajar adalah mengajarkan muridnya agar terbebas dari kebodohan, dan pemerintah adalah mengakomodir dua aktor tersebut agar bisa menciptakan pendidikan yang luar biasa, luar biasa dalam realita nya. bukan hanya dalam skema teori Semata yang tak mampu diterapkan karena kebobrokan kepentingan.

Dokpri
Dokpri

SEKOLAH BUKAN LADANG BISNIS

"pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan" Haedar nashir

Problem yang masih membudidaya di dalam dunia pendidikan saat ini adalah menjadikan sekolah menjadi ladang bisnis. Maksudnya apa?. Artinya sekolah tempat belajar dan menutut ilmu dijadikan oleh para penguasa instansi pendidikan sebagai tempat berbisnis yang begitu epik. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri di saat dalam realitas kehidupan pendidikan kita yang begitu membabi-buta karena ego kepuasan semata.

Sekolah yang awalnya menjadi tempat menutut ilmu dijadikan tempat investasi relasi kuasa, bisnis yang dibangun pun bisa dikatakan menguntungkan beberapa pihak yang mencari eksistensi di dalamnya. Mereka mencoba hadir dalam dunia pendidikan sebagai pahlawan disaat instansi mengalami kebangkrutan, kepahlawanan mereka sudah diatur sebaik mungkin demi kekuasaan. Pengaruh mengendali dan lainnya. 

Entah siapa yang salah di dalamnya. Mungkin bisa diprediksi oleh setiap orang yang mampu memahaminya, rasanya pendidikan saat ini masih saja identik dengan budaya bisnis, bukan secara otentik mendidik para generasi muda. Entah siapa yang mengendalikan itu semua?. 

Tidak ada jawaban yang pasti, menuduh pastinya salah, dan membongkar pastinya harus butuh bukti yang cukup valid. Hal ini menjadi kerumitan tersendiri. 

Problematika seperti ini memang tidak akan asing lagi di dalam dunia pendidikan, yang menguasai adalah sosok yang berpengaruh di dalamnya, yang menurut mereka yang tak punya apa apa. Bisnis akan terus berjalan di pendidikan kita saat ini. 

Entah itu bermain bagi seluruh nya atau tidak?, Tidak ada kejelasan pasti. Yang pasti hanyalah ungkapan kekesalan oleh pihak pihak yang tau tentang kebobrokan pendidikan kita saat ini yang tidak baik baik saja. 

Tidak ada terminologi kebebasan dan kemerdekaan lagi dalam dunia pendidikan yang diimpikan oleh sang revolusioner pendidikan ki hadjar Dewantara, yang ada hanyalah pertanyaan yang selalu muncul dalam setiap orang tentang pendidikan yang membingungkan. Apakah pendidikan saat ini tentang mendidik manusia untuk merdeka atau tidak?.

KONKLUSI

kembali menjawab pertanyaan sesuai dengan judul yang diberikan oleh penulis. Apakah pendidikan kita saat ini mengalami penyakit demam atau tidak? Maka jawabannya akan kembali kepada setiap diri orang yang memahami realitas pendidikan saat ini. 

Pastinya tanpa harus menunggu survei yang diterbitkan oleh pemerintah secara sah oleh pemerintah mengenai statistika pendidikan. Sejak awal kita sudah mengetahui bagaimana pendidikan secara real saat ini. Entah itu baik atau tidak, yang pastinya kita membutuhkan sosok yang realistis dan cerdas di dalam menanggapi problematika pendidikan saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun