Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ini tentang Cinta

9 Februari 2021   14:35 Diperbarui: 9 Februari 2021   22:38 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menerobos banjir demi cinta. | Foto: Wahyu Sapta

Dear Diary, ini tentang cinta. Cinta yang tidak melulu antara "aku dan kamu". Tetapi cinta yang lebih luas. Cinta kepada keluarga, orang tua, juga kepada lingkungan sekitar.

Dear Diary, aku bersyukur bahwa kaki masih menginjakkan bumi. Menghirup nafas alamnya. Memandang atas langit dengan begitu takjubnya. Merendahkan jiwa, mengagumi ciptaan-Nya. Apa yang dirasa diri ini adalah makhluk kecil tanpa daya dan hanya sebutir debu. Melihat begitu dahsyat apa yang dilihat di bumi ini. Kuasa Allah yang tak tertandingi. Melihat yang menjadi ketetapan-Nya dengan iman dan taqwa.

Begitu pula ketika berbicara cinta. Cinta adalah ciptaan-Nya. Apa yang bisa ditolak dengan kehadiran cinta? Cinta dan saling mencintai, bisa menjadikan sesuatu yang tak ada menjadi ada, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Demi cinta, apa sih yang tidak?

Bahkan ketika cinta berbicara, apapun akan dilakukan demi cinta. Menerjang banjir salah satunya. Demi cinta kepada orang tua, yang setiap minggu kami kunjungi. Demi cinta, tak pernah ada kata absen, meski harus menerjang banjir.

Dear Diary, ketika Semarang hujan deras yang tak berhenti semalaman hingga keesokan hari, maka bisa ditebak, pasti terjadi banjir di kota bawah. Artinya, jalur menuju ke rumah orang tua akan terhambat oleh banjir.

Benar saja. Hari Sabtu (6/2/2021) Semarang dikurung banjir. Memang sempat ragu, apakah pergi atau tidak. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi. 

Dengan melihat google maps terlebih dahulu, terlihat bahwa jalur utama keluar jalan tol menuju jalan Kaligawe banjir lumayan tinggi. Alternatif lain menuju Kota Pati tempat tinggal orang tua adalah kawasan Bangetayu atau Jalan Wolter Monginsidi.

Memang merah yang tampak di google maps, yang artinya terjadi kemacetan. Panjang. Tetapi tak apa. Daripada melewati jalur Kaligawe yang banjir tinggi. 

Ketika sampai jalur merah. Hah? Ternyata banjir juga. Aduh, sudah terlanjur. Mau bagaimana lagi. Ya sudah dijalani saja dan artinya, dalam macet panjang itu, menerjang banjir, jalan pelan, antri jalan diantara kendaraan lain yang melaju.

Banyak sepeda motor yang dituntun karena mogok terkena banjir. Mereka terjebak banjir ketika pulang kerja menuju rumah. | Foto: Wahyu Sapta.
Banyak sepeda motor yang dituntun karena mogok terkena banjir. Mereka terjebak banjir ketika pulang kerja menuju rumah. | Foto: Wahyu Sapta.
Semakin ke depan, semakin bertambah deg-degan. Dari arah depan banyak kendaraan sepeda motor yang dituntun karena mogok terkena banjir. 

Aku melihat, penduduk sekitar juga berperan membantu. Kompak, apabila ada kendaraan yang macet, baik itu sepeda motor atau mobil, mereka ikut bantu mendorongnya. Memberitahu, bagian mana yang ada lobang, agar tidak jatuh saat melewatinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun