Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Mengajarkan Saya tentang Arti Perempuan dan Menjadi Seorang Istri serta Ibu yang Baik

6 Desember 2020   16:39 Diperbarui: 6 Desember 2020   17:03 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu mengajarkan saya tentang arti perempuan dan menjadi seorang istri dan ibu yang baik. Foto: dokumen pribadi.

Berbicara tentang sosok ibu, tak akan ada habisnya. Ibu yang telah membentuk karakter saya hingga seperti sekarang. Banyak hal yang apabila dirinci dengan hitungan angka, akan menjadi sebuah hitungan tak terhingga. Jasa, kasih sayang, pelajaran hidup, ilmu pengetahuan, dan banyak hal, saya peroleh dari ibu tercinta.

Apa sih yang tidak bagi seorang ibu untuk melakukan suatu hal kebaikan demi anaknya? Seluruh daya dan upaya seorang ibu, akan tercurah bagi anak-anaknya. Meski kadang perih mengiris, tak akan dirasa. Bahkan Allah SWT memberikan kekuatan lebih untuk seorang ibu, agar bisa mempertahankan hidupnya demi anak-anak yang dicintainya.

Bersyukur saya memiliki seorang ibu yang lemah lembut, santun, dan mampu mengajarkan ilmu pengetahuan yang cukup untuk anak-anaknya. 

Ibu saya adalah seorang guru SD. Dahulu ketika saya masih kecil, sering diajak ke sekolah saat piket di hari liburan panjang sekolah. Ibu memberi buku bacaan yang ada di perpustakaan sekolah untuk dibaca sambil menunggu ibu bekerja. Hal itulah yang membuat saya menjadi senang membaca. Hingga memiliki daya imajinasi lebih, sehingga berkembang menjadi gemar menulis hingga sekarang.

Ibu saya ketika masih muda. Cantik, ya. Betapa saya mencintainya. Foto: dokumen pribadi.
Ibu saya ketika masih muda. Cantik, ya. Betapa saya mencintainya. Foto: dokumen pribadi.
Ibu Mengajarkan Saya tentang Arti Perempuan

Saya memiliki saudara perempuan dan laki-laki. Terlahir sebagai perempuan, pastinya akan berbeda karakter dengan adik saya yang laki-laki. Bertumbuh sebagai perempuan, juga berbeda dengan saudara laki-laki saya lainnya. 

Dari lahir, ibu saya mendidik anak-anaknya berbeda, antara laki-laki dan perempuan. Bahwa saya perempuan, maka saya dipakaikan rok dan diberi anting di telinga. Sedangkan saudara laki-laki memakai celana dan baju tanpa anting. Meskipun dalam mengasuh tetap dalam jangkauan dan pantauan yang sama. Pola pendidikan juga sama. Hal itulah yang menjadikan saya mengerti, oh, saya perempuan, karena memakai rok dan anting di telinga. 

Ketika beranjak remaja, saya mengalami menstruasi untuk pertama kalinya. Meskipun di sekolah saya diajarkan tentang reproduksi, tetapi ketika mengalaminya, tetap saja belum mengerti. Mungkin karena daya tangkap yang masih terbatas untuk anak seusia saya pada waktu itu. Mengalami kebingungan, itu pasti. 

Ketika saya bercerita pada ibu bahwa saya berdarah dan ketakutan, rasanya ingin menangis, ibu saya yang menenangkannya. Ibu berkata, bahwa itu tidak apa-apa, karena proses seorang perempuan yang beranjak besar adalah mengalami menstruasi. Saya juga ketakutan, ternyata mengalami menstruasi tidak hanya sehari melainkan beberapa hari. 

Ibu pula yang memberi pengertian bahwa menstruasi itu akan dialami setiap bulannya. Aduh, berat juga rasanya. Sedih membayangkannya. Tetapi ketika sudah terbiasa, hal itu tidak membuat saya yang masih remaja berkecil hati. Karena ibu dengan telaten mengajarkan saya bagaimana yang harus dilakukan saat kedatangan tamu bulanan atau menstruasi.

Berbagai pengetahuan tentang kewanitaan, saya dapatkan dari ibu. Tentang bagaimana yang harus dilakukan ketika mendapatkan menstruasi. Lalu bagaimana cara memakai pembalut yang benar juga cara membersihkannya. Bagaimana merawat bagian kewanitaan dan menjaga kebersihannya. 

Beliau selalu berpesan, sangatlah penting, seorang perempuan itu bersih dan menjaga kesehatan. Hal ini perlu dilakukan agar terhindar dari segala penyakit. Saya yang saat itu belum mengerti, ternyata ilmu pengetahuan ini, sangat berguna sepanjang masa hingga sekarang.

"Bergaullah dengan etika dan sopan santun. Tidak harus menutup diri, melainkan tetap menjaga diri, bahwa kamu adalah seorang perempuan. Harus menjaga kehormatan dan nama baik." begitu pesan ibu.

Iya, karena dengan menjaga kehormatan diri, sebagai perempuan akan lebih bisa menjaga dan menghargai dirinya sendiri dalam bergaul. Ilmu itulah yang saya dapatkan dari ibu, yang membimbing saya arti penting seorang perempuan agar menjaga dirinya sendiri. Menjaga pergaulan, agar tidak terjerumus dalam hal-hal negatif dan merugikan diri sendiri juga keluarga.

Ibu saya yang lemah lembut. Betapa saya merindukannya. Foto: dokumen pribadi.
Ibu saya yang lemah lembut. Betapa saya merindukannya. Foto: dokumen pribadi.
Ibu Mengajarkan Saya Menjadi Istri yang Baik

"Raihlah ilmu setinggi langit, carilah ilmu seluas samudra, perbanyak teman. Bergaullah, agar duniamu lebih luas dan lebar." kata ibu. 

Baiklah, ada masa sekolah, mencari ilmu, hingga ke jenjang pendidikan yang tinggi. Beranjak dewasa, saatnya menuju gerbang dewasa dengan berkeluarga. Menikah dan memiliki anak. Itu memang sudah prosesnya. 

Ketika saya menuju gerbang pernikahan, banyak bekal yang diberikan ibu kepada saya. Memang tidak secara langsung diungkapkan. Melainkan dengan contoh, anjuran, dan cerita-cerita. Misalnya bagaimana dulu ibu sebagai istri menghadapi bapak sebagai suami ibu.

Ibu saya adalah seorang istri yang baik. Tidak pernah bertengkar hebat dengan bapak. Meskipun banyak diskusi-diskusi panjang antara ibu dan bapak, tetapi tidak pernah hingga sampai bertengkar. 

Saya teringat, mereka sering mengobrol sepulang kerja, dengan menceritakan segala sesuatu yang terjadi ketika mereka berada di kantor. Adanya keterbukaan di atara mereka, secara tidak langsung tertanam dalam benak saya, begitulah berperilaku terhadap suami. Hal ini yang saya terapkan sekarang kepada suami. Saya mempelajari ilmunya dari ibu. 

Ibu yang lemah lembut, tidak pernah membantah suami dan penuh kasih sayang, menjadikan saya juga ingin bersikap sama dengan sikap ibu. Saya ingin sepertinya.

Bapak dan ibu saya ketika masih muda. Mereka jarang bertengkar. Ibu yang lemah lembut, tidak pernah membantah suami dan penuh kasih sayang, menjadikan saya juga ingin bersikap sama dengan sikap ibu. Saya ingin sepertinya. Foto: dokumen pribadi.
Bapak dan ibu saya ketika masih muda. Mereka jarang bertengkar. Ibu yang lemah lembut, tidak pernah membantah suami dan penuh kasih sayang, menjadikan saya juga ingin bersikap sama dengan sikap ibu. Saya ingin sepertinya. Foto: dokumen pribadi.
Ibu Mengajarkan Saya Menjadi Ibu yang Baik

Ibu yang mengajarkan saya, bagaimana menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya. Ibu mendampingi saya dalam proses hamil dan melahirkan. Ketika saya hamil untuk pertama kali, saya belum memiliki pengetahuan tentang kehamilan. Sedikit banyak, pengetahuan itu saya dapatkan dari ibu. 

Walaupun saya sudah banyak membaca pengetahuan dari majalah dan buku tentang ibu hamil dan anak, tetapi pengetahuan yang diberikan ibu tetap memberikan banyak manfaat. Karena kadangkala teori dengan prakteknya berbeda. Dan ibu saya, tentu saja sudah berpengalaman, dan saya belum sama sekali, alias nol pengalaman.

Ada hal yang tak bisa dan tak akan pernah saya lupakan. Dukungan ibu ketika saya menghadapi proses melahirkan untuk pertama kali. Tentu saja ketakutan melanda. Antara mampu dan tidak. Pada saat itu semangat sempat mengendur. Ibu mengerti. 

Beliau lalu mengatakan, bahwa ada dua nyawa yang harus saya pikirkan. Saya sendiri dan calon bayi. Ibu menyemangati, bahwa saya harus berani. Beliau berkata, "Tantangan sakit yang tak seberapa, nanti akan tergantikan dengan kebahagiaan, nduk. Lahirnya sang bayi, menghapus lelahmu. Hadapi takutmu. Kamu pasti bisa." 

Entah kenapa, semangat itu tiba-tiba memberikan kekuatan. Dan benar saja kata ibu. Sakit dan lelah terbayarkan. Kebahagiaan datang. Bahwa makhluk kecil yang sebelumnya berada di perut, kemudian terlahir, menjadikan naluri keibuan menyala. 

Ibu juga membimbing saya ketika masa nifas dan cara merawat bayi. Ibu yang memberikan saran, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada saat nifas. Karena sehabis melahirkan, biasanya seorang perempuan masih belum sepenuhnya sehat. 

Lalu bagaimana cara merawat bayi dan mempraktekkannya. Ketika mereka beranjak besar, terpikirkan bagaimana cara mendidik anak dengan baik, memberikan asupan makanan bergizi agar bertumbuh menjadi anak yang cerdas, sholeh-sholehah, berguna bagi nusa dan bangsa juga sukses di masa depan. Menjadi generasi bangsa yang bisa membuat kebaikan untuk semua.

Nah kan, betapa seorang ibu, kasih sayangnya tak akan lekang oleh waktu dan apapun. Bahkan ketika anaknya telah beranjak dewasa, berumah tangga, seorang ibu tetaplah menjadi ibu bagi anaknya. Ia akan selalu memikirkan demi kebaikan anak-anaknya. Tetap siap sedia ketika dibutuhkan.

Nah, ilmu pengetahuan tentang perempuan saya peroleh dari ibu. Juga bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik. Ibu adalah sekolah pertama dalam menimba ilmu dan pengetahuan tentang hal tidak saya dapatkan dari buku. Meski kadang tak terucap dengan kata, tetapi tindakan ibu sangatlah nyata. 

Saya berharap, apa yang dilakukan ibu, akan menjadi ilmu pengetahuan turun temurun dan bisa diwariskan. Ilmu yang saya peroleh dari ibu, bisa saya bagikan kepada anak perempuan saya, dengan curahan kasih sayang yang sama, yang pernah pula diberikan oleh ibu. 

Bukankah ini merupakan hal yang positif, dan bisa menjadi pengetahuan ditularkan secara turun temurun. Tak lekang oleh waktu, meski tak tertera dalam buku atau majalah. Pengetahuan itu nyata ada, dari seorang ibu yang sangat saya cintai.

Terimakasih ibu, saya mencintaimu selalu. Doaku untuk ibu yang telah berpulang kembali ke sisi Allah Yang Maha Pengasih. Meski telah terpisahkan oleh perbedaan alam, tetapi kasih sayang ibu tetap ada dan melekat selalu. Warisan ilmu yang diberikan ibu, sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak, tetapi nyata.

Ibu, engkau jauh di mata, tetapi dekat di doa.

Semarang, 6 Desember 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun