Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilih Dia atau Aku?

24 November 2020   16:19 Diperbarui: 24 November 2020   16:28 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluatrasi: Foto Wahyu Sapta.

Suatu hari tangismu pecah. Apa yang terjadi? Yang kutahu selama ini, kau baik-baik saja. Mengapa menangis? Apakah ada yang menyakiti hatimu? Oh, pasti cowok itu, siapa namanya? Brima? Cowok berambut ikal yang konon mencintaimu? Bagaimana bisa ia menyakiti hatimu? Sedangkan hatimu itu mengkilap bak pualam? Aku tidak terima.

Aku yakin, pasti Brima ceroboh dan merugi, jika ia tahu, betapa baiknya dirimu. Ia pasti akan menyesal seumur hidup telah membuatmu menangis. Eh, tapi, kupikir Brima itu anak yang baik. Pasti bukan karena Brima, deh. Lalu mengapa kamu menangis?

Aduh, aku jadi ikut bingung. Kamu ini tak mau bercerita padaku, padahal aku temanmu, kan? Aku rela kok jika kamu bercerita dan semua keluh kesahmu aku tampung. Mengapa ragu sih?

Kamu sedang berkaca. Mematut diri. Membetulkan krah baju agar lebih rapi. Meskipun kamu hampir jarang bersolek, tetapi sungguh, kamu cantik alami. Aku menyukaimu. Meski kata ibuku tidak boleh.

Dengan kaos t-shirt oranye kesukaanmu, kamu terlihat cantik. Seperti mengagumi diri sendiri, sambil membetulkan make up bedak tipis-tipis, lalu memakai lipstik warna mate. Aku suka sederhanamu.

Sempat kamu menyibakkan rambut sebahu, hingga mengenai mukaku. Kamu tersenyum tipis, seolah mengatakan, "Rasain, kamu. Suka usil deket-deket aku."

Yah, aku kan cuma ingin berteman. Tak lebih.

***

Suatu hari kamu pergi. Aku mengikutimu dari belakang, tanpa kau tahu. Aku juga berpura-pura tak mengenalmu. Lalu, mengapa bisa begitu? Aku hanya ingin jadi pengamatmu saja dari jauh. 

Tentu saja kau tak tahu, karena aku tak memberitahukanmu. Biasanya aku akan bilang, kalau aku ingin ikut denganmu. Lalu kamu bilang, "Baiklah, kamu boleh ikut. Tapi jangan nakal, ya." Aku menggangguk senang. 

Bingung ya, mengapa begitu? Baik, akan aku jelaskan. Aku memang tak seperti orang kebanyakan. Aku tak tampak. Hanya Sasti yang tahu. Tapi kali ini ia tak melihatku. Aku memakai ilmu yang diajarkan ibu. Ilmu Menghilangkan Diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun